Jumat, 20 November 2009
Tiga Tersangka dan Barang Bukti Dilimpahkan ke Kejaksaan
Komisi II Desak Mengundurkan Diri
Jumat, 13 November 2009
TAMBANG LEMBATA TAMAT?
Purin Lewo Gerogoti Keuangan Daerah
KEPALA Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) Lembata, Antanasius Aur Amundota, S.E, M.M, menjelaskan, tahun lalu, pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp 100 juta kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit menyeluruh PD. Namun, hasil pemeriksaan BPK belum ada karena belum disampaikan kepada pemerintah daerah.
Senin, 09 November 2009
UNDP Bantu NTT Mulai 2010
Dr. Marius Ardu Jelamu
Hal ini disampaikan Kepala Bidang Perencanaan Ekonomi Bappeda NTT, Dr. Marius Ardu Jelamu, yang ditemui di ruang kerjannya, Senin (9/11/2009). Menurut Marius, gubernur telah membentuk tim pokja gabungan semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang diketuai dirinya. Pokja ini telah menyiapkan program kerja dan kondisi riil NTT dalam bentuk bahasa Indonesia dan bahasa Inggris untuk dipresentasikan di hadapan UNDP dan negara-negara yang siap bekerja sama dengan NTT.
"Ini kerja sama internasional. UNDP sudah bekerja di 18 negara. Saat ini UNDP kembangkan sayap ke Asia dan Indonesia, menjadi negara sasaran, lebih khusus NTT dan Gorontalo yang akan dijadikan pilot project," kata Marius.
Untuk menyambut bantuan UNDP, kata Marius, tim pokja telah menunjuk tiga kabupaten di NTT, yakni TTS, Sabu Raijua dan Flores Timur sebagai kabupaten pilot project. Program ini akan dimulai 2010 mendatang.
Lanjut Marius, ke depan kerja sama ini akan diperluas. Tim pokja sudah mengumpulkan data dan mengadakan workshop membahas data dan program prioritas serta permasalahannya untuk di-back up UNDP.
"Draf dalam bahasa Inggris sudah disusun untuk dipresentasikan di Barcelona. UNDP minta kita menggunakan bahasa Inggris agar mudah diterjemahkan ke bahasa Spanyol," kata Marius.
Tim dari NTT akan berangkat ke Spanyol bersama tim dari Bappenas, karena ini kerja sama negara dengan lembaga internasional.
"Kita akan promosikan NTT kepada 400 negara mitra internasional di Barcelona. Biaya-biaya ke Barcelona ditanggung UNDP. Selama seminggu kami akan meyakinkan negara-negara Eropa bahwa NTT punya potensi sehingga mereka tergerak hati untuk membantu daerah ini," kata Marius. (gem)
PP Pertambangan dan Mineral Segera Diterbitkan
PP ini, kata Babu Eha, harus menjadi prioritas karena menjadi dasar rujukan bagi pembuatan peraturan di bawahnya seperti peraturan daerah (perda) atau keputusan kepala daerah terkait pengelolaan tambang dan sumber daya alam lainnya di daerah.
"PP ini sekarang sudah dibawa kepada Departemen Hukum dan HAM untuk diverifikasi. Selanjutnya diteruskan ke Sekretariat Negara untuk ditandatangani Presiden. Kami perkirakan, paling lambat Desember 2009 ini sudah ke luar," kata Babu Eha mengutip Sekditjen Batu Bara dan Panas Bumi, Dr. S. Witoro Soelarno.
Mantan Asisten IV Setda NTT ini mengaku, sebelumnya Carolina Nubatonis bertandang ke ruang kerja Sekjen Ditjen Soelarno, dalam rangka menindaklanjuti harapan masyarakat NTT tentang kejelasan produk hukum terhadap usaha pengelolaan tambang mangan yang kini sedang marak di NTT, khususnya di dataran pulau Timor dan sekitarnya.
Mantan Wakil Bupati Sumba Timur ini, mengatakan, penambangan mangan di Pulau Timor sudah marak. Bahkan banyak masyarakat secara langsung terjun dalam bisnis penambangan, baik sebagai penambang maupun pengumpul.
"Hanya saja, dalam prakteknya, banyak persoalan baik berupa penangkapan karena dinilai aktifitasnya ilegal atau proses jual beli dengan harga yang bervariasi dan tidak sebanding dengan harga jual di pasaran umumnya," katanya.
Ia menyebut contoh surat keputusan (SK) No. 1993 Tahun 2008 tentang Penetapan Harga Bahan Galian Golongan B (Mangan) di wilayah itu, dengan harga batu mangan Rp 450/kg. Harga itu justeru menguntungkan investor ketimbang rakyat.
Sementara informasi harga mangan di pasaran internasional saat ini berkisar antara 3-4 dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 30.000,00/kg hingga Rp 40.000,00/kg.
"Kalau harga pasaran mangan seperti itu, lalu investor membeli di masyarakat pengumpul mangan dengan harga antara Rp 400 - Rp 450/kg, maka hal itu sama dengan menyusahkan masyarakat," katanya.
"Kita berharap pemerintah pusat segera mengeluarkan PP sehingga pemerintah daerah bisa merancang sebuah peraturan daerah dengan dasar PP tersebut. Kalau itu sudah jalan, maka bisa mengatasi masalah terkait aktifitas penambangan ini," tegas Babu Eha. (antara)
Desember Ini, Pabrik Rumput Laut Sumba Timur Uji Coba Produksi
Maxon mengatakan, pabrik yang dengan biaya sekitar Rp 5 miliar lebih ini mempunyai kemampuan produksi maksmal dalam bentuk chips dua ton per hari dengan kebutuhan bahan baku enam ton per hari. Rumput laut dalam bentuk chisp ini yang nantinya akan diantarpulaukan. Sejauh ini, kata Maxon belum ada kendala berarti. Pergeseran waktu produksi yang sebelumnya direncanakan tahun ini tetapi bergeser ke tahun 2010 hanya karena kendala air bersih. Namun sejalan dengan dibangunnya sarana infrastruktur air bersih ke pabrik tersebut, kendala air bersih sudah bisa diatasi.
Mengenai bahan baku , Maxon mengungkapkan, sebenarnya Sumba Timur sendiri masih mampu untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik. Namun untuk mengantisipasi kebutuhan pabrik ketika produksi menurun, pihaknya telah membuat kesepakatan dengan tiga bupati di Daratan Sumba untuk mensuplai atau memback up bahan baku . Selain tiga daerah yang ada di daratan Sumba, jelas Maxon, pihaknya juga berencana melakukan kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Sabu untuk kebutuhan bahan baku.
Lebih lanjut Maxon mengungkapkan, dibandingkan dengan pengiriman rumput laut dalam bentuk rumput laut kering lebih menguntungkan jika Sumba Timur mengirim rumput laut dalam bentuk chips. Baik dari segi harga maupun kualitas, katanya, lebih terjamin.
Pabrik rumput laut di Sumba Timur dibangun di Kecamatan Pahunga Lodu tahun 2008 lalu dengan dana bantuan dari APBN. Pabrik ini dibangun bersamaan dengan komitmen Pemerintah Kabupaten Sumba Timur menjadikan rumput laut sebagai komoditi unggulan daerah itu.
Tidak hanya pabrik, Pemerintah Kabupaten Sumba Timur juga mempersiapkan sumber daya manusia dengan membangun SMK Rumput Laut di sekitar lokasi pabrik.
Sementara itu Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sumba Timur gencar melakukan pengembangan rumput melalui para petani binaan di wilayah-wilayah pesisir pantai yang ada di Sumba Timur. (dea)
Enam Gubernur Bahas Propinsi Kepulauan
Dia mengatakan, keenam gubernur dan satu wakil gubernur bersama tim pakar masing-masing, Senin (9/11) sudah tiba di Kupang, dan Selasa (10/11) akan melakukan pertemuan teknis antara tim pakar membahas tentang revisi UU No.32/2004 tentang Pemerintah daerah (Pemda). "Besok (Selasa 10/11/2009) pengusulan revisi UU Pemda akan dibahas bersama tim pakar dari masing-masing propinsi," katanya.
Pembahasan oleh tim pakar tersebut, katanya, masih pada 21 pasal dalam UU Pemda, namun difokuskan pada pemberlakuan dan pengakuan terhadap tujuh propinsi tersebut sebagai propinsi kepulauan. "Ada rencana dari pemerintah pusat untuk merevisi UU Pemda, sehingga tujuh propinsi tersebut sepakat untuk mengusulkan 21 pasal tersebut dalam revisi UU tersebut," katanya.
Menyangkut kedatangan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhamad dan Menteri Perhubungan, Fredy Numberi, katanya, Menteri Kelautan dan Perikanan dipastikan akan tiba di Kupang pada 11 November 2009. Sedangkan, Menteri Perhubungan masih dilakukan koordinasi.
Kedatangan Fadel Muhamad ke Kupang, lanjutnya, untuk memberikan pengarahan dan dan mendengar langsung niat dari tujuh propinsi tersebut terkait pemberlakuan propinsi kepulauan. "Kita berharap Menteri Kelautan dan Perikanan mau mendukung keinginan dari tujuh propinsi tersebut," katanya.
Mantan Gubernur Gorontalo tersebut, katanya, juga akan menggelar pertemuan dengan Gubernur NTT membahas tentang program pengembangan jagung. "Rencana pertemuan keduanya sudah dicanangkan sejak Fadel Muhamad masih menjabat sebagai Gubernur Gorontalo," katanya. (ant)
Minggu, 08 November 2009
BANMUS LEMBATA TETAPKAN AGENDA SIDANG DEWAN
Sabtu, 07 November 2009
Fraksi NPK Akan Gelar Pertemuan Kampung
"Pertemuan kampung merupakan cara yang kami anggap paling familiar untuk tetap menjaga hubungan dengan konstituen. Selain kami bisa mendapatkan masukan dari masyarakat, juga kami dapat menjelaskan tentang apa yang terjadi di gedung Dewan," jelas Ketua Fraksi NPK, Fredrikus Wilhelmus Wahon, yang akrab disapa dengan Fredy Wahon, didampingi Sekretarisnya, Alwi Murin dan anggota fraksi, Bediona Philipus, SH, MA.
Menurut ketiganya, banyak elemen masyarakat yang belum paham bagaimana cara memanfaatkan saluran politik di DPRD. "Karena itu, langkah turun ke bawah ini juga sebagai upaya untuk mengajak rakyat agar memanfaatkan saluran politik yang ada di Dewan untuk menyelesaikan berbagai masalah di kampungnya," jelas Bediona Philipus.
Alwi Murin yang juga mantan anggota Fraksi PNBK DPRD Lembata periode 2004-2009 menjelaskan bahwa masa reses di Dewan hanya tiga kali dalam setahun. "Tidak mungkin kita dapat menjangkau semua wilayah dalam tempo tiga kali masa reses. Sehingga pertemuan kampung ini merupakan solusi yang tepat untuk membangun komunikasi dengan konstituen," jelas dia.
Ketiganya mengaku tidak khawatir dengan berbagai penilaian miring yang bisa saja diarahkan kepada mereka jika melakukan pertemuan kampung. "Bagi kami, kalau masyarakat dapat merasakan manfaatnya, itu sudah baik. Kami tidak akan peduli pada komentar yang tidak perlu. Dan, kami juga siap dikritik," tandas Fredy Wahon.(*)
Aldiras Dan Keluarga Lagoday Datangi DPRD
Aliansi keadilan dan kebenaran anti kekerasan (aldiras) dan keluarga Langoday, Senin 19/10 mendatangi DPRD Lembata terkait dengan lambannya penangan kasus pembunuhan berencana Yoakim Laka Loi Langoday atau lebih dikenal Yoakim Langoday. Mereka meminta supaya DPRD Lembata menyikapi secara tegas penangan kasus kematian Yoakim Langoday yang terindikasi kuat ada mafia peradilan untuk menghambat atau mendiamkan kasus ini.
Aldiras dan keluarga Langoday, dengan mengenakan kaus hitam bergambar almarhum Yoakim Langoday, mendatangi DPRD. Sebelum berdialog dengan pimpinan dan anggota dewan, Aldiras menyampaikan pernyataan sikap yang dibacakan Paulus Dolu Makarius. Pembunuhan Yoakim Langoday, kata Aldiras, merupakan peristiwa kelabu dalam sejara perjalanan otonomi Lembata.
Kisah pembunuhan Yoakim langoday adalah kado pahit di saat tanah leluhur ini merayakan ulang tahunnya yang kesepuluh. Pembunuhan yang melibatkan anak bupati Lembata, tegas Aldiras, merupakan titik klimaks dari banyaknya beban derita yang dipikul masyarakat tanah Lembata akibat penyelewengan kekuasan.
Aldiras, dalam pernyataan sikapnya, mendesak DPRD Lembata untuk segera memanggil aparat penegak hukum (polisi dan jaksa) untuk mempertanggungjawabkan proses hukum terhadap pembunuhan Yoakim Langoday; mendesak Kejaksaan Negeri Lewoleba agar secepatnya menetapkan kasus pembunuhan berencana atas diri Yoakim Langoday menjadi P21 agar pelaku pembunuhan segera disidangkan; dan mendesak DPRD Lembata agar segera meminta pertanggungjawaban Bupati Lembata Andreas Duli Manuk dalam sidang paripurna berkaitan dengan pernyataannya bahwa kematian Yoakim Langoday berkaitan dengan proyek di Dinas Perikanan dan kelauatan Kabupaten lembata.
Aldiras juga mendesak DPRD Lembata agar segera menyurati Menteri Dalam Negeri untuk memeriksa Bupati Lembata Andreas Duli Manuk atas keterlibannya, baik sebagai otak maupun sebagai penggerak dalam demo tanding yang dilakukan Forum Peduli Keadilan Lembata (FPKL).
Selain itu, Aldiras juga mendesak Kejaksaaan dan Kepolisian agar segera mengusut tuntas kasus korupsi proyek rumput laut di Dinas Perikanan dan kelauatan Lembata yang diduga menjadi motif pembunuhan Yoakim Langoday. Aldiras menegaskan, apabila tidak secepatnya menetapkan kasus pembunuhan Yoakim langoday menjadi P21, maka Aldiras akan menduduki Kejaksaan Negeri Lewoleba sebagai bentuk perlawanan terhadap mafia peradilan.
Pernyataan sikap Aldiras ditandatangani Pater Marselinus Vande Raring, SVD dari JPIC SVD Ende yang tergabung dalam Aldiras, Yohanes Vianey Beraf, Markus Kraeng, Aleks Murin dan Petrus Bala Wukak. Dalam sesi dialog, Petrus Bala Wukak mengatakan, pihak kepolisian sudah berupaya untuk mengungkapkan kasus ini, dan kini berkas acara pemeriksaan (BAK) masih bolak balik antara jaksa dan polisi.
Piter Wukak mengatakan, adalah suatu hal yang aneh bahwa jaksa penuntut umum meminta saksi yang melihat secara langsung pembunuhan terhadap Yoakim Langoday. Kasus pembunuhan ini dilakukan secara berencana, dan Yoakim langoday dibunuh di hutan bakau. Bagaimana mungkin jaksa minta saksi mata yang melihat pembunuhan. “Ini suatu permintaan yang aneh, dan ini yang saya katakan mafia peradilan untuk menghambat atau mempetieskan kasus ini agar para tersangka dibebaskan demi hukum”
Sejumlah anggota dewan di antaranya: Antonius Loli Ruing, Servas Suban, Anton Gelat, Abdul Rahman, Yoseph Meran Lagaor, Philipus Bediona, Sulaiman Syarif, Fredy Wahon dan sejumlah anggota dewan lainnya meminta agar lembaga DPRD ini harus punya sikap yang tegas terhadap kasus ini. Kasus pembunuhan Yoakim Langoday merupakan kasus luar biasa yang harus mendapat perhatian serius.
Simon Krova menyayangkan Korpri Kabupaten Lembata yang hingga saat ini tidak mempunyai reaksi terhadap kasus pembunuhan Yoakim Langoday. Padahal, Yoakim langoday adalah seorang pejabat, kepala bidang pengawasan laut da pantai yang dibunuh secara berencana.
Seharusnya yang datang ke DPRD bukan, Aldiras melainkan Korpri. Namun, Korpri tidak berbuat apa-apa terhadap kasus pembunuhan ini. Karena itu, Simon Krova meminta supaya DPRD segera memanggil ketua Korpri Kabupaten Lembata untuk menyelenggarakan rapat kerja dengan DPRD.
Yos Meran Lagaor mengatakan: sampai dengam saat ini ia belum melihat Korpri memberikan bantuan, termasuk bantuan hukum kepada Yoakim Langoday yang dibunuh secara tragis di hutan bakau 19/5 lalu. Yoseph Meran Lagaor mengatakan: pada KU dan PPAS APBD tahun 2010, pemerintah mengusulkan dana Rp.1,2 miliar untuk Korpri. Karena itu, Yos minta anggota dewan untuk mempertimbangkan atau mencoret dana tersebut.
Bupati Manuk harus Copot
Anggota dewan lainnya, Simeon Lake, mengatakan: kematian Yoakim Langoday adalah titik simpul kebobrokan yang terjadi selama ini. Soal keterlibatan Bupati Lembata, Andreas Duli Manuk, dalam menggalang demo tandingan, DPRD perlu menyurati Menteri Dalam Negeri. Ia meminta supaya Ande Manuk diperiksa, baik terkait dengan indikasi keterlibatanya dalam aksi dalam demo mapun pernyataan-pernyataannya yang kontrovesial selama ini. “Kalau ada indikasi kuat, DPRD bisa memberhentikan bupati dari jabatannya.”
Hal yang sama disampaikan anggota dewan Fransiskus Limawai. Ia mengatakan: DPRD perlu meminta klarfikasi atau rapat kerja dengan Bupati manuk untuk mempeertanggungjawaban pernyataan-pernyataannya selama ini. Dan kalau ada indikasi atas hasil rapat kerja tersebut, DPRD bisa mengambil suatu keputusan untuk memberhentikan bupati Manuk.
Menyangkut rapat kerja dengan bupati Manuk, anggota dewan meminta ketegasan dari dewan untuk menjadwalkan rapat kerja dengan kepolisian, jaksa, bupati dan ketua Korpri Kabupaten Lembata. Soal rapat kerja dengan bupati Manuk, Alwi Murin mengusulkan agar rapat kerja dengan bupati Manuk terkait dengan kasus pembunuhan Yoakim Langoday ini dilaksanakan bersamaan saat rapat kerja dengan bupati yang membahas masalah CPNSD, mutasi bermasalah, Selasa 20/10. DPRD perlu belajar betul soal Bupati Lembata, Andreas Duli Manuk, termasuk Kebiasaan Bupati Manuk yang selama ini satu hari ada di Lembata dan 6 hari ada di luar daerah.
Karena itu, Alwi mengusulkan agar rapat kerja dengan bupati dilaksanakan Selasa 20/10. Menanggapi pernaytaan Alwi Murin, anggota dewan Servasius Suban mengatakan bahwa rapat kerja dengan bupati terkait kasus pembunuhan Yoakim Langoday dilaksanakan Selasa 20/10. Ia mengingatkan Dewan, bahwa kalau yang hadir dalam rapat kerja itu wakil bupati atau sekda, maka Dewan harus menolak.
“Kalau wakil bupati yang datang, apalagi Sekda, kita usir saja” kata Servas. Servas mengatakan, dalam rapat kerja sebelumnya tentang CPNSD, wakil bupati tidak bisa memberikan penjelasan dan mengusulkan rapat kerja dengan bupati.
Dewan Batalkan Dana Mega Proyek Desaminasi
Lewoleba, Florespos.com - Mega proyek desaminasi penyulingan air laut menjadi air tawar di Kecamatan Ile Ape yang sudah menelan dana 14 miliar, namun kini belum selesai membuat dewan berang. Karena nya, DPRD Lembata membatalkan penambahan dana bagi mega proyek yang diramalkan akan menjadi mubasir.
Hal ini diputuskan dalam rapat kerja DPRD Lembata dengan kepala bidang cipta karya Dinas Kimpraswil Kabupaten Lembata, Silvester Wungubelen, Senin (19/10) malam yang dipimpin ketua sementara DPRD Lembata, Yohanes de Rosari.
Rapat kerja ini berjalan alot. Sebagian anggota dewan menghendaki pembatalan proyek tersebut dengan argumen-argumen yang mereka bangun. Sementara, anggota dewan menghendaki proyek tersebut tetap jalan dengan dana yang ada.
Dalam rapat tersebut, Silvester Wungubelen menjelaskan bahwa proyek desaminasi ini menggunakan teknologi yang baru bagi kita. Ia mengaku biaya operasionalnya nanti mahal dan hal ini disadari oleh pemerintah, tapi tidak ada jalan lain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur.
Ia menjelaskan, berdasarkan perhitungan pemerintah, kalau air itu jadi maka setiap kepala keluarga dibebankan RP.57 ribu/ bulan. Besarnya dana operasional setiap bulan nanti Rp.200 juta.
Anggota dewan Philipus Bediona mengatakan, pemerintah sudah mengeluarkan dana Rp.14 miliar, namun proyek tersebut belum rampung, pemerintah minta tambah dana lagi. Menjawab Bediona Philipus, Sil mengatakan: usia mesin itu diperkirakan 20 tahun.
Menurut Ipi Bediona, usia mesin itu sangat tergantung jenis alatnya. Bediona mengatakan, sumur bor yang dibangun di Ile Ape dengan dana miliaran rupiah saja hingga sekarang belum dimanfaatkan, apalagi dengan desaminasi yang membutuhkan teknologi yang asing bagi kita.
Senada dengan Fredy Wahon, anggota dewan, Servasius Suban menegaskan bahwa omong kosong usia mesin itu 20 tahun. Servas Ladoangin yang sebelum menjadi anggota dewan bekerja sama dengan pihak asing terkait dengan air minum di desa-desa di Lembata mengatakan, sumber air di Lembata ini banyak. Dan ada begitu banyak sumber air yang debit airnya besar.
Ia mengatakan, analisa dan argumentasi yang dibangun oleh pemerintah bahwa selama ini orang Ile Ape mengeluarkan uang lebih dari Rp.200 ribu per bulan untuk beli air itu analisa yang keliru. Ia mengatakan, hanya keluarga yang mampu saja yang beli air.
Linus Beseng dan Sulaiman Syarif mengatakan, dalam menyikapi masalah mega proyek desaminasi ini, DPRD dihadapkan pada posisi yang sulit, ibarat buah simalakama. Kalau DPRD hentikan proyek ini maka buang percuma dana 14 miliar.
Tetapi kalau dilanjutkan, maka akan menambah kerugian yang besar lagi. Karena itu Linus Beseng mengatakan, biarkan pemerintah melanjutkan pekerjaan itu sampai selesai dengan dana 14 miliar.
Berkenaan dengan proyek yang bermasalah dan diramalkan akan mubasir ini, seorang petinggi gereja (uskup) disebut-sebutkan dalam rapat kerja ini. Pasalnya, sebagaimana disampaikan ketua DPRD Yohanes de Rosari, ada uskup yang membawa dan memperkenalkan proyek ini ke pemerintah kabupaten Lembata.
Menanggapi pernyataan ketua DPRD, anggota dewan Aloysius Urbanus Uri Murin mengatakan jangankan uskup, Paus sekalipun kalau proyek yang dia bawa itu bermasalah dan tidak menguntungkan masyarakat kita harus tolak. DPRD akhirnya memutuskan untuk tidak menganggarkan lagi dana untuk proyek desaminasi pada APBD 2010.
Bedah Buku “Geliat Demokrasi di Kampung Halaman”
Peluncuran dan bedah buku “Geliat Demokrasi di kampung Halaman”, sebuah kado 10 tahun otonomi Lembata) karya Victus Murin di aula Koperasi Ankara, Selasa 14/10, mendapat perhatian serius dari para peserta. Hal ini terlihat dari antusiasme para peserta dalam memberikan masukan dan kritikan serta pernyataan-pernyataan yang dilontarkan saat sesi diskusi.
Peluncuran dan bedah buku dengan menghadirkan empat pembahas yakni Paulus Doni Ruing, yang membedah buku tersebut dari perspektif ekonomi, Urbanus Ola Hurek dari sisi ilmu politik,Ina Bibiana Rianghepat dari sisi gender dan Fredrikus Wilhelmus Wahon yang membedah buku tersebut dari regukasi publik. Peluncuran dan bedah buku ini merupakan hasil kerja kerjasama LAP Timoris dengan Lembaga Kajian Kebangsaan.
Viktus Murin, dalam sambutannya, mengatakan: diksi atau pilihan kata “geliat” sengaja digunakan semata-mata untuk menegaskan bahwa praksis demokrasi di Lembata memang masih menggeliat, masih mencari bentuk,masih mengalami fase jatuh bangun. Demokrasi di Lembata adalah sebuah proses yang menjadi. Kita tetap optimis pada pertumbuhan demokrasi di Lembata. Tidak perlu rasa pesimis, apalagi apatis.
Viktus Murin mengatakan: selama ini hampir di seantero Nusantara dan mungkin saja di Lembata, rasa-rasanya kita sedang terjebak di antara dua pusaran politik yang ekstrem, yakni kegaduhan elit yang congkak di satu sisi dan euphoria massa yang pongah.
Buku “Geliat Demokrasi di kampong halaman” kata Viktus Murin, hadir dengan satu obsesi yang sederhana yakni mengajak kita untuk melihat ke dalam diri terlebih dahulu,mengambil waktu barang sejenak guna memasuki medan permenungan untuk akhirnya mampu menemukan kembali keluhuran nilai-nilai lokal di Lembata demi pencapaian cipta rasa dan karsa menuju masa depan Lembata yang lebih bermartabat.
Petrus Kopong Sira, mewakil direktur Lap Timoris, dalam sambutannya mengatakan, peluncuran buku ini untuk memperingati HUT Otonomi Lembata yang ke 10. Dengan buku ini, Viktus Murin mengetuk hati kita semua untuk menghargai dan memelihara demokrasi yang tengah berjalan saat ini.
Dalam membedah buku ini, baik keempat pembahas maupun para peserta “keluar dari esensi bedah buku itu sendiri”. Mereka lebih cenderung membedah kasus atau permasalahan yang tejadi selama ini di Lembata. Lukas Onek Narek mengatakan, forum ini tidak membedah buku ini, tapi hanya membedah kasus atau permasalahan yang terjadi selama 10 tahun di Lembata, yakni semenjak menjadi sebuah kabupaten.
Paulus Doni Ruing mengatakan, pembangunan di Lembata selama ini terjadi pemborosan. Ia melihat, pendekatan ekonomi kurang mendapat perhatian yang serius. Karena itu, diharapkan perlu ada kolabarosi dari berbagai pendekatan seperti pendekatan ekonomi, politik ,sosial budaya dan lain sebagainya. “Perlu ada kolaborasi, tidak perlu jalan sendiri-sendiri. Kita perlu kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama”
Ina Bibiana Rianghepat mengatakan, yang paling ditekankan dalam buku geliat demokrasi di kampong halaman” itu adalah soal kearifan lokal. Kearifan lokal merupakan spirit atau roh untuk membangun Lembata. Buku ini juga sebuah refleksi bagi kita.
Fredy Wahon mengatakan, undang-undang di Indonesia setiap saat berubah, yang menjadi korban adalah daerah-daerah. Di daerah, kata anggota dewan ini, belum melaksanakan undang-undang yang satu, pemerintah pusat sudah mencabut dan keluarkan undang-undangan baru. Ia mengatakan, demokrasi tanpa wacana tidak akan berhasil. Karena itu, katanya, wacana demokrasi perlu dilakukan terus untuk memberikan pencerahan terhadap masyarakat.
Urbanus Ola Hurek yang membedah buku ini dari perspektif politik mengatakan, ada tiga pilar utama penopang demokrasi yakni Negara, pelaku usaha dan masyarakat. Di Lembata, katanya, para pelaku bisnis di Lembata lemah dalam menopang demokrasi karena para pelaku bisnis ini hanya mengharapkan proyek dari pemrintah. Ia juga mengatakan, masyarakat yang otonom, yang tergabung dalam partai politik dan LSM. Sekarang ini ada perkumpulan semua yang tergabung dalam partai politik ketika ada hajatan politik seperti pilkada, pilpres dan lain sebagainya dan setelah itu bubar.
”Jangan mengajak masyarakat saat Pilkada dengan cara-cara “kebaikan” seperti bunuh hewan kurban atau kebaikan-kebaikan semu lainnya” Begitu juga yang terlihat saat ini di mana sering terjadi konflik antarara pemerintah dan LSM sehingga sulit untuk mengkomunikasi dengan baik kepada masyarakat. *Bupati Manuk Tidak Betah Tinggal Di Lembata
Bupati Lembata, Andreas Duli Manuk, selama ini terkesan tidak betah tinggal di Lembata. Setiap bulan, bahkan setiap minggu, selalu ke luar daerah. Hal ini mendapat sorotan dari anggota dewan yang meminta bupati untuk mengurangi perjalanan dinas ke luar daerah.
Bupati Manuk mengatakan, ia keluar daerah bukan untuk pesiar dan apa yang dia lakukan bisa dipertanggungjawabankan.Sorotan terhadap perjalanan dinas bupati ke luar daerah bukan hanya disampaikan pada saat rapat kerja pemerintah dengan DPRD, Selasa 20/10 yang dihadiri bupati Manuk sendiri, tapi juga dalam rapat-rapat sebelumnya.
Dalam rapat kerja DPRD Lembata dengan Pemerintah Kabupaten Lembata, Senin 20/10 terkait dengan masalah tenaga kontrak/honorer. Anggota dewan, Servasius Suban, mengatakan: beberapa anggota dewan lainnya menyinggung soal Bupati Lembata, Andreas Duli Manuk, yang selama ini sering melakukan perjalanan dinas ke luar daerah, Kupang, Jawa dan kota-kota besar lainnya.
Servas mengharapkan agar Bupati Manuk ke depannya harus mengurangi perjalanan dinas ke luar daerah.Sebelumnya, dalam rapat kerja pemerintah dengan DPRD yang tidak dihadiri oleh Bupati Manuk, anggota dewan Alyosius Urbanus Uri Murin mengatakan bahwa ada kebiasaan yang dilakukan Bupati Manuk selama ini yakni satu hari ada di Lewoleba 6 hari ada di luar daerah.
Akibatnya, sulit sekali bagi dewan untuk membahas atau membicarakan masalah-masalah yang ada di Lembata dengan Bupati. Alwi juga mengatakan, kalau mau jujur, kepala dinas lebih tahu masalah yang dihadapi masyarakat Lembata daripada seorang bupati, karena bupati sering tidak ada di Lembata.
Bupati Lembata Andreas Duli Manuk dalam menanggapi sorotan anggota dewan mengatakan dewan jangan khawatir, sebab kalau ada jadwal sidang DPRD yang dirinya harus hadir sendiri, maka ia akan membatalkan kalau ada tugas ke luar daerah. Ia lebih memprioritaskan dewan. Kecuali, ada kegiatan di dewan yang bisa diwakili oleh wakil bupati atau Sekda.
Begitu juga kalau rapat dengan komisi atau panitia anggaran, bupati tidak hadir tapi stafnya saja.Ia mengatakan, ia keluar daerah selama ini bukan untuk pesiar, tetapi perjalanan dinas. Ia mengatakan, perjalanan dinas yang ia lakukan selama ini bisa dipertanggungjawabkan.
“Saya bukan pergi pesiar, saya pergi dinas, saya bisa pertanggungjawabkan itu” kata Bupati Manuk dalam rapat kerja DPRD dengan Pemerintah Selasa 20/10 yang dipimpin ketua DPRD Lembata Yohanes de Rosari.
Jumat, 06 November 2009
Kebakaran Meluas di Sembilan Kecamatan
Kebakaran padang dan kebun kini meluas di semua kecamatan di Kabupaten Lembata. Kebakaran padang dan kebun ini hampir setiap tahun terjadi. Pemerintah kini sedang mendata luas dan kerugian yang dialami masyarakat.
Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Lembata, Virgilius Natal, kepada Flores Pos di kantor bupati, Sabtu (3/10) mengatakan, kebakaran padang dan kebun kini hampir tersebar di 9 kecamatan. Ia mengatakan, pihaknya sedang mendata, baik luas maupun kerugian yang dialami masyarakat.
Anggota DPRD Lembata, Fredy Wahon, mengatakan: kebakaran padang dan kebun yang selama ini terjadi di Lembata disebabkan banyak fakto termasuk pengelolan kebun yang dilakukan oleh masyarakat masih bersifat tradisional dengan cara tebas-bakar.
Selain itu masyarakat yang memburu binatang misalnya rusa dan babi hutan, membakar padang dengan maksud agar binatang buruan mereka konsentrasi pada satu lokasi, dan dengan demikian muda ditangkap. Atau, mereka bakar supaya setelah tumbuh rumput baru, binatang buruan itu datang ke tempat tersebut. Selain itu, ada faktor kecemburuan. Ada masyarakat yang melihat kebun sesamanya ditumbuhi jambu mete atau tanaman lainnya, maka ia sengaja membakar padang sehingga api merambat ke kebun jambu mete tersebut.
Faktor penyebab lainna adalah lemahnya penegakan hukum dan kesadaran hukum masyarakat masih lemah. Ia mengatakan, selama ini, ia belum dengar ada orang yang diproses secara hukum karena membakar padang atau hutan atau kebun. Kalaupun ada, itu karena pelakunya mengaku sendiri. Walaupun masyarakat tahu siapa yang membakar hutan/padang, mereka takut untuk menjadi saksi.
Fredy Wahon yang sebelumnya berkecimpung di dunia pers dan LSM di bidang lingkungan hidup ini mengatakan, sumpah adat yang dilakukan oleh masyarakat punya peran penting dalam pencegahan kebakaran di Lembata. Ia mengatakan, tahun 2002-2003, ada masyarakat yang melakukan sumpah adat untuk tidak membakar hutan, padang.
Dan sumpah adat ini terbukti berhasil. Ia mencotohkan, masyarakat di beberapa Desa di Nagawutung pada tahun 2002 lalu mereka melakukan sumpah adat, hasilnya, sejak mereka melakukan sumpah adat itu, kebakaran berkurang bahkan tidak ada lagi.Jadi lanjut Fredy Wahon, sumpah adat ini perlu kita lakukan untuk mengurangi terjadinya kebakaran. *