Jumat, 05 Maret 2010

Sumur di Rumah Sekda Lembata Telan Tiga Nyawa

pos kupang/eugenius moa

Jenazah Arianus Riwu, salah satu korban yang tewas di sumur rumah Sekda Lembata, Jumat (5/3/2010). Sabtu, 6 Maret 2010

LEWOLEBA, POS KUPANG. com -- Sumur di rumah pribadi Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Lembata, Drs. Petrus Toda Atawolo, M.Si, di Lewoleba menelan tiga nyawa. Tiga orang pria yang tewas di dalam sumur itu, Jumat (5/3/2010) pagi, yakni Yonas Pasius Ata (27), Arianus Riwu (28), dan Petrus Muda Pue (27).
Ketiga korban kemungkinan menghirup gas beracun metan sangat berbahaya di dalam sumur itu ketika saling membantu keluar dari sumur itu. Tewasnya tiga orang dalam rentang waktu sekitar setengah jam menghebohkan warga Kota Lewoleba. Ratusan warga mendatangi tempat kejadian perkara (TKP) di rumah sekda di Jalan Polo Ama, Kelurahan Selandoro, Kecamatan Nubatukan
Kematian tiga warga ini menambah duka warga Kota Lewoleba. Sebab, di rumah Petrus Toda Atawolo masih diliputi suasana duka atas meninggalnya Drs. Stanis Atawolo (kakak kandung Petrus Toda Atawolo). Stanis yang meninggal dunia di Kupang delapan hari lalu disemayamkan di rumah Petrus, sebelum dimakamkan.
Isak tangis sanak saudara dan sahabat ketiga korban bersahut-sahutan. Rumah ketiga korban terletak berdekatan dibatasi Jalan Raya Polo Ama. Rumah dua korban di sebelah barat dan rumah satu korban di sebelah timur.
Penyebab kematian tiga orang ini masih simpang siur. Sekelompok warga berspekulasi kematian ini kemungkinan pengaruh gaib. Namun sekelompok orang lainnya menduga kematian tiga orang itu karena menghirup gas beracun di dalam sumur air sedalam sekitar 20 meter itu.
Tentang kronologi kejadian juga masih simpang siur. Pasalnya, penghuni rumah masih diliputi suasana duka setelah kematian Stanis Atawolo, sepekan yang lalu.
Namun informasi yang diperoleh Pos Kupang dari Paulus Bapa Muda, bapak besar Petrus Boli Muda Pue, mengungkapkan, kejadiannya berlangsung sangat singkat. Jumat pagi itu, tutur Paulus Bapa, sekitar pukul 09.00 Wita, Yonas yang tinggal di rumah sekda datang ke rumah Petrus. Ia minta bantuan Us, panggilan Petrus, supaya membantunya membersihkan sumur. Katanya seekor kucing loncat masuk dalam sumur itu dan mati di dalam.
Pada Jumat pagi, kata Paulus Bapa, Us tidak mengemudikan pick-up miliknya. Us bersama Yonas ke rumah sekda. Yonas turun perlahan-lahan melalui tangga sumur menggunakan tali. Sekitar 30 menit, ia berhasil melewati dinamo pompa air yang ditempatkan di dalam sumur itu.
Kemungkinan pada saat itu tempat dinamo pompa air roboh dan menimpa Yonas. Karyawan kontrak pada Kantor Bappeda Lembata itu tersungkur ke dasar sumur. Tetapi, Yonas tidak mengeluarkan sepatah kata pun minta tolong.
Us yang menyaksikan kejadian itu turun ke dalam sumur membantu Yonas. Setelah beberapa puluh menit turun dan belum sampai ke dasar sumur, Us yang baru sebulan kembali dari Jakarta kemungkinan menghirup gas beracun dan tak bisa menolong Yonas. Ia tak bersuara minta tolong kepada warga dan penghuni rumah yang menyaksikannya dari mulut sumur itu.
Menyaksikan dua orang di dalam sumur sudah kritis, penghuni rumah sekda panik. Mereka berupaya menarik kedua korban keluar dari dalam sumur, tapi mereka tak bisa melakukannya.
Salah seorang tetangga rumah sekda menelepon Arianus. Pria asal Alor, yang kos pada salah satu rumah warga di belakang pagar rumah sekda. Ketika ditelepon, pria dua anak itu berada di Lamohara, namun tak lama berselang ia tiba di TKP.
Arianus lalu turun ke dalam sumur. Namun, ia tak menjangkau sampai ke dasar sumur menolong Yonas dan Us. Arianus mendadak lemas karena kemungkinan tak kuat menahan sengatan uap gas beracun dari dalam sumur itu.
Warga tambah panik. Mereka bahu-membahu dan berhasil menarik Arianus keluar dari dalam sumur menggunakan tali nilon. Kondisinya kritis, ia dibawa ke RSUD Lewoleba, namun kemungkinan kehabisan napas dalam perjalanan dan Arianus meninggal dunia.
Korban kedua, Us berhasil dievakuasi puluhan warga yang datang membantu. Tubuhnya dikaitkan pada sepotong besi beton yang telah dilengkungkan dengan tali. Namun, pria yang masih membujang itu ternyata sudah meninggal dunia ketika diangkat dari dalam sumur.
Evakuasi Yonas, memakan waktu sekitar satu jam lebih. Upaya warga menarik Yonas dari dalam sumur menggunakan tali tidak berhasil. Warga meminta bantuan anggota Polres Lembata.
Anggota Polres Lembata itu turun ke dalam sumur menggunakan tabung oksigen milik WWF Lembata, tapi hanya mampu menjangkau sekitar lima meter. Uap menyengat seperti racun dari dalam sumur itu membuatnya tak kuat dan membatalkan evakuasi.
Usaha warga untuk mengeluarkan Yonas dari dalam sumur menggunakan tali tetap tidak berhasil. Akhirnya didatangkan seorang dukun melakukan upacara adat di pinggir sumur itu.
Nyonya Anas Atawolo, istri Petrus Atawolo, menangis atas kehilangan Yonas yang berstatus cucunya. Sang dukun membuatkan beras putih ke dahi Ny.Anas Atawolo dan menyuruhnya memanggil Yonas. Dengan suara meratap menahan kesedihan dan tangis, wanita paruh bayah ini memanggil cucunya.
Giliran berikutnya, pemilik rumah Petrus Toda Atawolo menemui Yonas di pinggir sumur itu. Sesaat kemudian, dukun membuatkan beras putih ke dahi Petrus. Dua batang kayu dipasang di mulut sumur. Evakuasi mengeluarkan Yonas dari dalam sumur dimulai. Sekitar 10 orang pria kerabat dan sanak famili Yonas menariknya dari dalam sumur maut itu.
Sekitar 15 menit, jenazah Yonas dikeluarkan dari dalam sumur. Wajah dan kulit sekujur tubuhnya terkelupas. Tak diketahui apa penyebabnya, apakah kemungkinan karena gas beracun.
Setelah jenazahnya berhasil dikeluarkan, dukun membunuh seekor ayam jantan dengan memukulnya ke tembok sumur itu. Ayam jantan dipotong tepat di bagian mulut. Darah ayam jantan itu diteteskan di sekeliling luar sumur, dalam sumur dan ke tubuh korban yang saat itu diletakkan di pinggir sumur.
Jenazah ketiga korban dibawa ke RSUD Lewoleba untuk diperiksa dokter. Sampai hari Jumat siang, jenazah Us dibawa ke rumah orangtuanya di depan Kantor Lurah Selandoro, Wangatoa. Jenazah Yonas disemayamkan di rumah sekda, sedangkan Arianus di bawah ke kosnya di belakang rumah sekda. (ius)

Mereka Pergi Tanpa Pesan
NYONYA Rosalina Bering menangis. Ia membanting diri di salah satu ruangan Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Lewoleba. Rosalina tak kuasa menahan kesedihan atas kepergian suaminya, Arianus Riwu, untuk selama-lamanya.
Berdiri di dekat tempat tidur besi suaminya dibaringkan, Rosalina terus meratapi tubuh kaku yang dibungkus kain putih terbujur di tempat tidur itu. Mungkin terlalu lama menangis, sampai air mata nya tak keluar lagi. Rosalina sangat terpukul atas kepergian suaminya, seorang buruh kasar dan tukang gali sumur.
Ibu dua putra berusia lima tahun dan dua tahun itu, mengenakan celana tiga perempat dan baju kaos yang sudah lusuh. Masih tampak bekas-bekas tanah di bajunya. Hari itu bersama, Arianus Riwu, ia menyelesaikan pekerjaan pondasi rumah salah satu warga Lewoleba di kawasan Lamahora.
"Tuan kos yang kami tinggal yang dapat kerja. Dia mensubkan pekerjaan itu kepada kami mengerjakan pondasi. Tadi pagi (Jumat, Red), saya dan suami datang ke Lamahora," tutur Rosalina, kepada Pos Kupang di RSUD Lewoleba, Jumat (5/3/2010).
Jumat pagi itu, kata Rosalina, ia dan suaminya berangkat dari Wangotao, tempat kos mereka di belakang tembok rumah Sekda Lembata, Drs. Petrus Toda Atawolo. Ia membantu suaminya mengangkat tanah dan mengisinya pada kamar-kamar yang telah dibentuk pondasi.
Tak lama bekerja, sekitar pukul 09.00 Wita, tuan kos menghubungi suaminya lewat telepon. Penelepon memintanya membantu orang yang tak bisa keluar dari dalam sumur. Tanpa basa-basih, ia bergegas dengan seseorang mengendarai sepeda motor ke tempat kejadian. Berbekal keterampilan gali sumur yang sudah lama dilakoninya, Arianus percaya diri turun ke dalam sumur menolong dua manusia yang belum berhasil dikeluarkan dari dalam sumur itu.
"Dia tidak omong banyak. Katanya ada orang di dalam sumur yang tak bisa keluar, terus dia pergi. Tak lama kami diberi tahu, dia pingsan di sumur sana. Kami menuju ke sana. Sampai di sana, dia sudah di bawah ke RSUD. Setibanya di sini (RSUD), dia sudah meninggal," keluh Rosalina.
Ia juga menuturkan bahwa malam sebelum kejadian, tak ada firasat apapun. Mereka sekeluarga, setelah siang hari kelelahan banting tulang mencari nafkah, langsung tidur. Rosalina mengaku sangat terpukul atas kematian suaminya. "Tidak ada tanda-tanda dan pesan apapun," ujarnya.
Lain lagi penuturan Paulus Bapa Muda Pue, bapak besar dari Petrus Muda Pue. Hari Kamis (4/3/2010) pagi, Yonas (Pasius Ata) menemui Us, sapaan Petrus di rumahnya. Ia minta tolong kepada Us membantunya membersihkan sumur. Katanya ada seekor kucing masuk di dalam sumur itu.
Ketika ada warga yang mengabarinya bahwa Us mengalami musibah, ia tak menyangka korbannya keponakannya. Karena sejak kembali dari Jakarta sebulan lalu, Us sibuk membangun usaha jasa air mineral.
"Ada yang omong dia mengalami musibah, saya biasa-biasa saja. Yang saya tahu, dia selama ini sibuk mendirikan bangunan untuk usaha," kata Paulus.
Paulus mengendarai sepeda motor pergi menjemput cucunya di SDK 1 St.Tarsisius Lewoleba. Setibanya di sana, salah seorang guru menuturkan bahwa cucunya telah dijemput seseorang karena omnya meninggal. Paulus semakin yakin kalau keponakanya yang mengalami musibah benar.
Paulus mengaku tak punya firasat datangnya musibah itu. Hanya pada Kamis malam, ia tak bisa memejamkan mata sampai Jumat pagi. "Saya tidak tahu persis, mungkin ini tandanya," tutur Paulus, menghubungkan kematian Us dengan kejadian dialaminya Kamis malam itu.
Kejadian serupa dialami keluarga Yonas. Salah seorang pamannya minta tak disebut identiasnya mengaku tak ada firasat buruk Yonas akan pergi selamanya. "Sejak datang dari Ende, dia tinggal di rumah Mama Anas (istri Petrus Toda Atawolo). Statusnya Yonas sebagai cucu dari Mama Anas. Dia setiap saat datang ke rumah saya, letaknya tak jauh dari rumah Mama Anas. Tadi pagi (Jumat kemarin, Red), dia masih datang ke sini. Sikapnya biasa-biasa saja, tak ada yang ganjil," ujarnya. (ius)

Tempat Asal Tiga Korban:


1. Yonas Pasius Ata, bujangan, asal Ende-Flores.
2. Arianus Riwu, beristri dengan dua anak, asal Kabupaten Alor.
3. Petrus Boli Muda Pue, bujangan, asal Kelurahan Selandoro, Kecamatan Nubatukan, Lembata.

Kejari Diminta Tahan Tersangka

* Kasus Proyek Rumput Laut Lembata POS KUPANG/EUGENIUS MOA


FOTO:
Petugas Bank BNI 1946 Cabang Lewoleba menghitung uang hasil korupsi yang dikembalikan tiga tersangka di ruang kerja Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lewoleba, Kamis (4/3/2010). Sabtu, 6 Maret 2010
08:20 WITA

LEWOLEBA, POS KUPANG. com -- Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Lewoleba diminta menahan tiga tersangka kasus korupsi proyek rumput laut di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lembata. Tiga tersangka, yakni Yohanes Ganu Maran (Direktur PT Mitra Timor Raya/MTR), Ir.Edi Sanyoto (mantan Kadis Kelautan dan Perikanan), dan Muhamad Saleh (Perwakilan PT MTR di Lewoleba).

Hal itu disampaikan oleh Direktur Florata Coruption Watch, Piter Bala Wukak, S.H, dan anggota DPRD Lembata, Fredy Wahon, kepada Pos Kupang di Lewoleba, Jumat (5/3/2010).
Permintaan menahan tiga tersangka tersebut menyusul ketiganya telah mencicil (mengembalikan) uang hasil korupsi sebesar Rp 500 juta dari total kerugian sebesar Rp 2.060.000.000, namun ketiganya belum ditahan.
"Ini bukan perkara perdata. Mengembalikan uang hasil korupsi itu sudah menegaskan bahwa tiga terdangka mengaku bersalah. Ibarat pencuri yang datang mengaku dia pelakunya, seharusnya dia ditangkap, bukan dibiarkan bebas berkeliaran," tandas Fredy.
Menurut Fredy, tidak tidak ditahannya tersangka memberi preseden buruk terhadap apara penyidik. Masyarakat yang merindukan keadilan, lanjutnya, punya prasangka bermacam-macam kepada penyidik.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lewoleba, I Wayan Suwila, S.H, M.H, menegaskan, dalam tahap penyidikan ini penyidik belum melakukan upaya paksa terhadap pelaku.
Wayan mengatakan, para tersangka masih kooperatif memenuhi panggilan kejaksaan. Tetapi, tegasnya, pada saatnya penyidik akan melakukan upaya paksa. "Kita lihat perkembangannya, ini kan masih proses penyidikan. Kita menguji sikap kooperatif mereka," kata Wayan.
Wayan menyatakan, penyidik tidak ingin penahanan ini membuat tim bekerja tidak luwes dan dikejar masa penahanan. Dikatakannya, berita acara penyidikan dalam tahap pemberkasan, dan akan dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri (PN) Lewoleba pada Maret 2010 ini. Diharapkan mulai disidangkan April 2010.
"Buktikan nanti omongan saya. Pada waktunya, para pelaku akan ditahan. Penyidik dan jaksa penuntut umum akan memberikan yang terbaik kepada masyarakat Lembata. Selama ini masyarakat sangat mendambakan percepatan proses hukum kasus tindak pidana korupsi," kata Wayan, saat ditemui Pos Kupang, di ruang kerjanya, Jumat pagi.
Direktur Florata Coruption Watch, Piter Bala Wukak, menegaskan, tidak ditahannya tiga tersangka menjadi tertawaan. Mengembalikan uang hasil korupsi menurut UU korupsi wajib hukumnya, karena merupakan uang negara/daerah yang dicuri. Tetapi, tidak berarti mereka tidak dihukum karena delik atau perbuatan memperkaya diri itu yang harus dihukum.
"Kalau mengembalikan uang jarahan lalu mereka tidak ditahan, menjadi preseden buruk penegakkan hukum di Lembata. Masyarakat berpikir, jangan-jangan ada apa-apanya antara penyidik dengan tersangka. Pelaku korupsi bukan yang istimewa dari pelaku tindak pidana lain," tandas Piter.
Keputusan mengembalikan uang korupsi, kata Piter, sebaiknya menunggu putusan pengadilan. Justru mengembalikan uang dalam tahapan ini, demikian Piter, menimbulkan spekulasi beragam. Ia mengingatkan, pengembalian kerugian jangan sampai menyurutkan proses hukum perbuatan tersangka.
Diberitakan sebelumnya (Pos Kupang, 5/3/2010), tiga tersangka kasus korupsi proyek rumput laut di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lembata tahun anggaran 2008, mengembalikan uang hasil korupsi sebesar Rp 500 juta. Uang Rp 500 juta itu diamankan aparat penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Lewoleba sebagai barang bukti.
Tiga orang tersangka, Yohanes Ganu Maran (Direktur PT Mitra Timor Raya/MTR Jakarta), Ir. Edy Sanyoto (mantan Kadis Kelautan dan Perikanan Lembata), dan Muhammad Saleh (Perwakilan PT MTR di Lewoleba). Mereka mengembalikan uang hasil korupsi senilai Rp 500 juta tersebut pada Kamis (4/3/2010).
"Mengembalikan uang itu sebenarnya mereka sudah mengaku bersalah melakukan korupsi. Uang ini dijadikan barang bukti hasil kejahatan," kata Nur Akhirman, S.H, M.Hum, ketua tim penyidik proyek rumput laut Kejaksaan Negeri (Kejari) Lewoleba, kepada Pos Kupang, Kamis (4/3/2010).
Saat itu ditemui di Kejari Lewoleba, Akhirman didampingi Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus), Arif Kanahau, S.H. Selain mengamankan uang Rp 500 juta, jelas Akhirman, penyidik Kejari Lewoleba juga telah mengamankan semua dokumen yang terkait kasus korupsi rumput laut. (ius)

Rabu, 03 Maret 2010

Simon Hayon - Kus Dipastikan Mendaftar 14 MaretKamis, 4 Maret 2010

LARANTUKA, POS KUPANG. com -- DPD II Partai Golongan Karya (Golkar) Kabupaten Flores Timur memastikan pendaftaran bakal calon (balon) Bupati - Wakil Bupati Flores Timur, Drs. Simon Hayon - Fransiskus Diaz Alffi, M. M (Kus) setelah pembukaan pendaftaran di KPU, 14 Maret 2010. Sumber Pos Kupang di Larantuka, Selasa (2/3/2010), menyebutkan, rencana awalnya deklarasi paket Simon - Kus pada tanggal 4 Maret 2010, namun karena masih ada konflik maka deklarasi dilakukan 13 Maret, sedangkan 14 Maret 2010 pendaftaran di KPU setempat.
Ketua DPD II Partai Golkar Flotim, Yoseph Sani Bethan, ST yang dihubungi melalui telepon genggamnya, Rabu (3/3/2010), mengatakan, balon Simon - Kus sudah pasti didaftarkan Partai Golkar. Soal waktunya, akan diputuskan dalam rapat pengurus.
"Kepastian kami mendfatar paket Simon - Kus sebagai balon bupati - wakil bupati dari Partai Golkar saat KPU membuka pendaftaran. Soal tanggal pastinya kami masih menggelar rapat pengurus untuk berbagai persiapan teknis,"katanya.
Terkait masih adanya gejolak, Nani, begitu Yoseph Sani Bethan disapa, mengatakan, secara struktural partai dan sebagai ketua partai dirinya harus mengamankan keputusan partai.
"Keputusan partai sudah final dan sebagai lembaga juga ketua partai saya harus mengamankan keputusan partai. Karena semua yang berjalan sudah sesuai dengan mekanisme,"katanya.
Terhadap protes sejumlah simpatisan dan bakal calon yang mendaftar di partai berlambang pohon beringin itu, Nani dan pengurus DPD I, Bone Pukan, mengakui secara pribadi tidak menerima, namun sebagai pengurus keduanya harus mengamankan apa yang sudah diputuskan partai.
"Secara pribadi saya tidak terima keputusan DPP, tapi secara struktural apalah arti seorang Bone,"kata Bone setelah mendapat tekanan yang bertubi-tubi dari para balon dan simpatisan.
Hal yang sama disampaikan Nani. Menurut Nani, hati kecilnya tidak menerima, tapi sebagai ketua partai harus mengamankan keputusan organisasi.
"Keputusan politik memang tidak harus menggembirakan semua orang. Tapi, sebagai kader partai harus mengamankan keputusan partai. Siapa yang merasa tidak puas, silakan gugat, tapi keluar dulu dari partai baru gugat. Karena keputusan ini final dan sesuai dengan mekanisme partai,"katanya.
Ketika para balon mendesak pengurus DPD I Partai Golkar untuk sama-sama membuat pernyataan menolak hasil keputusan DPP yang menetapkan Simon Hayon - Kus, Nani menolak. "Kalau tidak mau terima hasil keputusan DPP Partai Golkar silakan gugat, kami menghargai aspirasi itu. Karena kewenangan DPD II sangat terbatas. Dan, perlu saya jelaskan bahwa sebelum juklak 02/2009 keluar, mekanisme pendaftaran merujuk pada juklak 05. Namun saat juklak 02 keluar yang menyatakan bahwa satu-satunya balon yang bakal ditetapkan adalah melalui hasil survei, maka saya langsung menggelar rapat bersama para balon yang sudah mendaftar dan saya menyurati semua pengurus Partai Golkar di tingkat kecamatan untuk memfasilitasi sosialisasi para balon. Ini karena saya juga tidak mau pengalaman tahun 2005 itu terulang lagi. Karena itu, pada saat rapat di Kupang bersama pengurus DPD I, saya bawa nama balon yang mendaftar ke DPD I secara lengkap untuk ikut dalam survei, tanpa nama Simon Hayon. Sampai di situ kewenangan DPD II. Sementara nama Simon Hayon - Kus yang tidak mendaftar dimunculkan oleh propinsi karena dalam juklak juga disampaikan bahwa balon incumbent juga ikut disurvei. Hasil survei menetapkan Simon Hayon - Kus. Karena itu, apa yang saya lakukan sudah sesuai dengan juklak. Hasil ini final,"tegas Nani.
Hadir mendampingi Ketua DPD II adalah sejumlah pengurus yakni Markus Suban Bethan, Ignas Uran, Sahar Libu Paty, Ben Molo, Damiaus K. Rianghepat dan sejumlah pengurus lain. Sementara dari DPD I NTT, hadir Wakil Ketua Bone Pukan dan Wakil Sekretaris, Lorens Leba Tukan. (iva)

Bala Cium Kaki Erni Manuk

LEWOLEBA, POS KUPANG.Com -- Terdakwa Mathias Bala Langobelen mengaku pernah mencium kaki terdakwa Theresia Abon Manuk alias Erni Manuk. Ciuman kaki itu sebagai ungkapan maaf kepada Erni Manuk karena melibatkannya dalam peristiwa pembunuhan Yohakim Laka Loi Langodai. Bala menuturkan itu ketika diperiksa dalam sidang lanjutan pembunuhan Yohakim Langodai di Pengadilan Negeri (PN) Lewoleba, Rabu (24/2/2010).
Bala mengatakan mencium kaki terdakwa Erni Manuk, putri Bupati Lembata, Drs. Andreas Duli Manuk itu, saat ia dan Erni memerankan adegan rekonstruksi pembunuhan Yohakim di teras kamar kos terdakwa Bambang Trihantara di Lamahora, Kelurahan Lewoleba Timur. Saat itu Erni Manuk duduk di depan pintu kamar kos Bambang.
Bala menyatakan menyesal telah menyeret Erni Manuk, Bambang, Muhammad Pitang, dan Lambertus Bedi Langodai.
"Kalau saya sebut orang lain, apa jadinya saya. Hidup di dalam sel dan dilepas bebas, saya tidak tahu lagi posisi saya seperti apa," kata Bala dalam sidang kemarin yang dipimpin ketua majelis hakim, Jhon PL Tobing, S.H,M.Hum didampingi hakim anggota Wempy WJ Duka, S.H, dan Gustav Bless Kupa, S.H.
Dalam sidang kemarin, terdakwa Bala memberikan keterangannya sebagai saksi untuk terdakwa Muhammad Pitang. Bala kembali menyatakan bahwa pemeriksaannya sebagai saksi di Hotel Lewoleba, ia ditekan penyidik. Penyidik Buang Sine yang dikonforntir hakim menyatakan Bala tidak ditekan. Bala saat itu justru minta mandi di hotel, diberi rokok dan minuman oleh penyidik.
Mengenai rekonstruksi pembunuhan korban pada hari Selasa 8 September 2009 lalu, Bala mengatakan memerankan banyak adegan. Erni Manuk, memerankan adegan di kamar kos Bambang di Lamahora, sedangkan Bedi, Bambang dan Pitang, menolaknya dan dilakukan peran pengganti.
Bala mengatakan, dia dibawa ke kamar Bambang memerankan adegan berdasarkan keterangannya di dalam BAP. Dari kamar kos, rekonstruksi dilanjutkan ke TKP di ujung timur Bandara Wunopito.
Menurut Bala, BAP rekonstruksi ditandatanganinya dalam perasaan stres. "Waktu itu (rekonstruksi, Red) manusia satu kota Lewoleba menonton, kami disumpah serapah dan dimaki. Mereka (penyidik) bawa saya ke sana ke mari dalam semua adegan ini. Saya merasa beban, kenapa saya dibawa ke tempat ini. Saya buat tapi saya rasa saya tidak tahu. Di bandara, saya tidak tahu posisi tidur korban," kata Bala.
Dia juga mengatakan bahwa kesaksiannya untuk Erni Manuk, Bambang, Pitang dan Bedi disampaikannya dalam kondisi tertekan. Hakim kembali mengingatkan Bala bahwa sebagai Satpol PP dia tentu tahu kasus apa yang sedang dihadapinya dan sadar akan konsekuensi hukumnya. Namun, Bala menyatakan pada saat memberikan keterangan kepada penyidik, dia tidak memikirkan resiko yang kelak menimpa dia dan terdakwa Bedi, Pitang, Bambang dan Erni Manuk.
Ketua majelis hakim kembali mengingatkan Bala untuk memikirkan lagi sikapnya, apakah tetap membantah keterangannya dalam BAP atau mengakuinya. Bala tetap pada keterangannya bahwa dia mengalami tekanan psikologis saat diperiksa penyidik.


Ambil Nomor HP

Hakim anggota, Wempy Duka, S.H, "memburu" Bala tentang pengambilan nomor handphone (HP) korban Yohakim di kantor Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lembata, pada Selasa 19 Mei 2009 sekitar pukul 09.00 Wita.
Bala mengatakan, pagi itu itu setelah masuk kantor sekitar pukul 07.00 Wita dan nimbrung dengan rekannya tentang rencana pindah tugas kerja ke kantor lain, muncul niat mengambil nomor HP korban. Namun saat itu korban Yohakim tidak ada di kantor itu. Ia kemudian mminta nomor HP korban pada Yakobus Muko Beding dan setelah itu dia kembali ke kantornya di Satpol PP.
Nomor HP korban itu, kata Bala, akan digunakan untuk komunikasi manakala ada patroli darat dan laut. Meski pada saat itu tidak ada surat dari DKP mengundang patroli.
Majelis hakim mempernyatakan kenapa mendadak muncul niat mengambil nomor HP korban. Padahal kegiatan patroli menunggu undangan DKP yang punya hajatan. Bala mengatakan nomor HP itu akan digunakan bila suatu waktu ia membutuhkannya. Ia mengakui bahwa meminta nomor HP untuk kepentingan patroli itu salah prosedur karena melangkahi atasannya.
Bala mengaku tak sempat sempat menelpon korban Yohakim. Beberapa waktu setelah kematian Yohakim, yang masih berstatus sebagai pamannya, secara tak sadar Bala mengungkapkan kepada rekan-rekannya, kalau seandainya dia menelepon korban saat itu, maka korban tidak mati.
Ditanya perkenalannya dengan Erni Manuk, Bala mengakui ia mengenal dan Erni sejak ayahnya Erni, Andreas Duli Manuk masih menjabat anggota DPRD Flores Timur. Ia memanggil ayah Erni dengan sebutan om, karena masih saudara dengan ibunya.
Selain itu, sebagai anggota Satpol PP, ia bertugas tiga kali seminggu di rumah jabatan bupati sehingga dia mengenal Erni.
Bala menambahkan, pada saat kematian Yohakim, ia hadir ke rumah korban pada Rabu (20/5/2009). Bersama staf DKP lain mereka membantu mengangkat peti jenazah yang dibawa dari Waikomo. Ia juga mengakui mengirimkan pesan siangkat ( SMS) kepada Erni mengabarkan kematian Yohakim yang saat itu berada di Denpasar. "Erni menjawab oke," katanya.
Kenapa memberitahukan kematian Yohakim kepada Erni yang tak terikat hubungan keluarga dengan korban? Kenapa Erni yang dipilih untuk diberitahu? Bala tak bisa menjawab pertanyaan hakim itu. (ius)