Rabu, 29 Desember 2010

Demo (Lagi) Tolak Tambang: Potret “Pura-pura Tuli” Penguasa di Lembata


FINCE BATAONA
Oleh: Fince Bataona

LEWOLEBA  Rabu (24/11/2010). Hanya sekejap mendung. Sekejap saja. Lalu, terik lagi. Panas  tak terhingga.Tapi ribuan warga: tua, muda, anak-anak, perempuan, laki-laki,  dari delapan kampung di Kawasan Nobo Buto Leragere, kawasan pesisir Lebatukan Timur (Desa Dikesare, Tapobaran dan Tapolangu) dan Kedang di Kabupaten Lembata seolah tak perduli. Berjemur di panas, itu hal biasa, kata mereka. Sebab mereka memang lahir dan dibesarkan sebagai petani. Tahan panas pun dingin. Makanya, meski hampir dua jam lebih berjubel di halaman depan kantor DPRD Lembata,  lalu bergeser sekitar 200 meter ke kantor bupati Lembata dan terus bertahan hingga malam kelam menunggu kehadiran bupati (meski akhirnya tanpa alasan, bupati Manuk menolak menemui mereka), mereka tetap bersemangat meneriakan yel-yel: Tambang? Tolak! Tolak Tambang, Harga Mati! Tambang?Tolak! Tolak Tambang, Harga Mati!
Kita telusuri sejenak seperti apa pergerakan perjuangan  ribuan warga di kawasan Nobo Buto (enam desa: Lamadale, Lewoeleng, Ledotodokowa, Atakowa, Seranggorang, Balurebong), pesisir Lebatukan Timur (Desa Dikesare, Tapobaran dan Tapolangu) dan Kedang, untuk menolak yang namanya: tambang di Lembata. Sebab faktanya, demo warga yang tergabung dalam Barisan Rakyat Kedang Bersatu (Baraksatu), Forum Komunikasi Tambang Lembata (FKTL), Forum Komunikasi Masyarakat Antar Kawasan (FOKAL), Forum Komunikasi Masyarakat Pesisir (FORKOMDISIR) dan Komunikasi Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan SVD, Rabu (24/11), bukan yang pertama kalinya dilakukan.
Sejak Agustus tahun 2006, begitu Bupati Drs Andreas Duli Manuk yang baru saja memenangkan pertarungan Pilkada Lembata mulai ‘main mata’ dengan investor pertambangan PT Merukh Enterprises untuk “mengebor” tanah Lembata yang kaya emas itu, tgl 12 Desember 2006, aksi penolakan itu mulai dilakukan. Warga amat resah, gelisah dengan kebijakan bupati untuk membuka lebar-lebar usaha pertambangan emas di wilayah Lembata. Ketika itu hanya warga Lamadale, satu dari enam desa di kawasan Nobo Buto Leragere yang melakukan aksi demo di kantor DPRD dan kantor bupati Lembata. Masih di bulan yang sama, warga Lewoeleng bersama Forum Komunikasi Masyarakat Antar Kawasan (FOKAL) melakukan aksi serupa: penolakan terhadap tambang emas di wilayahnya.
 Tahun berikutnya, Februari 2007, seluruh warga Leragere yang menghuni kawasan Nobo Buto lagi-lagi melakukan aksi penolakan dengan berdemo di dua tempat yang sama: gedung DPRD dan Kantor Bupati Lembata. Setidaknya tercatat dilakukan tiga kali aksi demo menolak tambang sepanjang tahun 2007. Pada aksinya di bulan Juni tgl 22 dan 23, mereka  bahkan menginap di halaman kantor tersebut dua hari lamanya. Tak ada tuntutan lainnya selain agar pemerintah menghargai hak atas tanah mereka sendiri dan menolak tambang di wilayahnya. Mirisnya lagi, permintaan mereka untuk bertemu langsung dan berbicara soal sikap mereka dengan bupatinya sendiri, Drs Andreas Duli Manuk, tak kesampaian. Seberapa banyak kali mereka berdemo di kantor bupati Lembata soal tambang, tak sekalipun bupati menemui warganya itu. Bupati ‘tak sudi’ bertemu.

Tahun 2008 hingga 2009, masyarakat memilih tidak lagi berdemo. Apalagi, ketika itu masyarakat sedang terkonsentrasi dengan urusan memilih para wakil rakyat. Namun gerakan perlawanan tetap dilakukan, misalnya penolakan masyarakat untuk tidak memilih figur-figur calon wakil rakyat yang pro tambang dan sebaliknya memilih figure wakilnya yang jelas menolak tambang---meski juga bukan tak mungkin banyak figure yang mengaku menolak tambang dan dipilih lalu mengkhianati suara masyarakat kawasan tambang. Gerakan perlawanan spontanitas juga dilakukan masyarakat terhadap   kehadiran pemerintah. Aksi penyanderaan pejabat dan mobil-mobil dinas pemerintah ketika melakukan kunjungan ke desa-desa dengan tujuan sosialisasi tambang, seolah menunjukkan betapa kuatnya mereka mau mempertahankan tanahnya dari ‘garukan tangan’ investor PT Merukh Enterprises. Secuilpun, mereka tidak rela.
Anehnya, meski terus ditolak, para penentu kebijakan di Lembata tak juga surut langkah, menutup pintu untuk Merukh. Terkesan pemerintah terus membiarkan PT Merukh Enterprises kian leluasa mengumbar janji adanya keuntungan berlipat-lipat, menjamin kesejahteraan masyarakat Lembata berlapis-lapis bahkan  mengaku sebagai orang yang diutus Tuhan untuk mensejahterakan masyarakat Lembata. Boleh jadi, tergiur dengan ke “wah” an yang ditawarkan PT Merukh Enterprises, diam-diam Bupati Manuk dan Ketua DPRD periode 2004-2009 ketika itu, menandatangani MOU dengan perusahaan pertambangan tersebut di Jakarta. Tak heran, jika akhirnya PT Merukh Enterprises ‘memberi jaminan’ Rp 1,7 Miliar ke pemerintah Kabupaten Lembata.
Ibarat ungkapan ‘anjing menggonggong, Kafilah berlalu’, ketika menyusun Rancangan  RTRW, pemerintah menunjukkan langkah berani dengan memasukkan tambang mineral sebagai kekayaan daerah yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat Lembata. Perang babak baru pun mulai ditabuh di gedung Peten Ina, DPRD Lembata. Konsep RTRW itu dikembalikan DPRD Lembata ke pemerintah terkait dengan Peraturan Menteri PU Nomor 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW. Ini terjadi sekitar bulan Mei 2010.
Pada masa sidang berikutnya, dilakukan konsultasi ke Ditjen Tata Ruang terkait pasal tambang. Oleh Ditjen diarahkan bahwa penetapan kawasan pertambangan adalah di lokasi yang sudah ada saat ini (existing). Sementara, terkait dengan Permen PU Nomor 41/PRT/M/ 2007 tentang kriteria penetapan budi daya, terdefinisi budi daya pertambangan yang sedang dan akan dilakukan pertambangan. Untuk pertambangan di Lembata, belum dilakukan eksplorasi sama sekali. Karena itu, mestinya, sesuai ketentuan PP No 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, ada tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam proses penetapan kawasan.  
Soal RTRW ini lalu dibawa ke Badan Legislatif DPRD Lembata. Dari Sembilan (9) data dasar yang diminta dari pemerintah, hanya dipenuhi tiga data dasar. Studi kelayakan dan dampak lingkungan, sebagaimana yang diatur dalam UU No 4 tahun 2010 tentang Pertambangan Mineral Batu Bara, juga belum (untuk tidak dibilang secara tegas: tidak) dilakukan Pemerintah Kabupaten Lembata.
Nah, ketika dibahas pada paripurna tgl 12 Nopember 2010, soal pertambangan ini akhirnya dipending dan dikembalikan ke pemerintah untuk diperbaiki dan ‘diwajibkan’ untuk melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 32 tahun 2009 dalam penyusunan RTRW. Belum usai, kan soal tambang?
Gerakan perlawanan terhadap kebijakan tambang di Lembata, akhirnya harus dilakukan lagi Rabu kemarin. Pressure memang harus dilakukan. Sebab penguasa di Lembata nampaknya “pura-pura tuli” dengan reaksi penolakan masyarakat kawasan tambang sejak tahun 2006. Bayangkan! Di  gedung Peten Ina DPRD Lembata, pembahasan soal RTRW juga selalu menarik perhatian masyarakat untuk diketahui dan bukan rahasia lagi kalau nurani sebagian wakil rakyat—yang ketika kampanye berteriak menolak tambang kini seolah-olah ‘lupa’ dan ikut-ikutan ‘pura-pura tuli’?
Panjang dan terlihat melelahkan, mengikuti ‘kisah perjuangan’ petani kecil dari kawasan tambang ini. Banyak yang empati dan peduli terhadap perjuangan mereka. Bahkan tak segan turun langsung di lapangan demo. Banyak pula yang dengan caranya sendiri berjuang bersama mereka. Tak cukupkah itu membuka mata hati dan telinga penguasa di Lembata untuk mengerti bahwa rakyat memang menolak tambang di wilayahnya.
Coba tengok sejenak, realita ini. Ini musim hujan, musim berkebun. Musim sibuk-sibuknya mereka (petani kecil di kawasan tambang) saat ini. Kalau tanahnya tak diusik, mestinya Rabu kemarin dan hari-hari sebelumnya, juga nanti selama musim hujan ini, mereka tengah sibuk membersihkan rumput yang mulai mengganggu tanaman jagung dan bukannya harus menghabiskan waktu di kantor bupati dan gedung DPRD Lembata untuk meneriakkan hal yang sama sejak empat tahun lalu: Tambang? Tolak! Tolak Tambang, Harga Mati! ***

Petani Dilatih Memanfaatkan Sensus

Laporan Gins Haba
Kamis, 30 Desember 2010 | 09:09 WIB
LABUAN BAJO, Pos_kupang.Com -- Sejumlah petani asal tiga kecamatan di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Senin (27/12/2010), dilatih memanfaatkan tanaman Sensus (chromolaena odorata), sebagai pupuk organik.

Dengan pelatihan ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan kepada para petani untuk mengelola jenis tanaman sensus menjadi pupuk yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pertanian.

Dalam pelatihan tersebut, petani maupun PPL dilatih melakukan pengolahan tanaman sensus menjadi pupuk oragnik, juga memanfaatkan kotoran sapi, pengelolaan dedak kasar dan dedak halus.

Pemateri asal Pusat Penelitian dan Pengembangan Sapi Timor Undana, Ir . Yok H.Manggol, M.Si, ditemui di sela pelatihan ini,  menjelaskan tanaman sensus dikenal sebagai tanaman pengganggu oleh masyarakat.

Namun tanaman sensus memiliki manfaat besar  karena mempunyai kadar protein kasar yang sangat tinggi sehingga bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik.
Selain itu, sensus pun bisa diolah menjadi pakan ternak dan pakan komplit (pellet).

Menurut Manggol, pemanfaatan sensus akan berdampak pada hasil produksi pertanian. Selain itu, bisa memberikan kontribusi terhadap peternakan. Hal ini bisa dilihat dari penelitian terhadap pupuk organik yang dibuat dari bahan sensus sebagai bahan dasar yang dapat digunakan sebagai pengganti pupuk kimia yang kian mahal dan langka.

"Dengan pendekatan tepat guna diharapkan pemanfaatan sensus  bisa dikelola secara baik oleh patani sehingga memberikan dampak besar  bagi produksi pertanian di wilayah ini," kata Manggol.

Ketua panitia kegiatan, Theodorus Ndacak, menambahkan, pelatihan ini diikuti PPL pendamping dan petani asal tiga kecamatan, yakni Kecamatan Komodo, Macang Pacar serta Kecamatan Welak. Hadir sebagai pemateri, Ir. I Gusti Jelantik, M.Sc, P.hD.

Ndacak berharap, pelatihan ini dapat memberikan manfaat besar bagi para petani sehingga bisa dipakai sebagai pedoman pengembangan pertanian terpadu di Manggarai Barat. (cc)

Kamis, 23 Desember 2010

Din Syamsuddin: Setgab Hambat Demokrasi

Din Syamsuddin: Setgab Hambat Demokrasi
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin (ANTARA/ Ujang Zaelani)
Tasikmalaya (ANTARA News) - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai keberadaan sekretariat gabungan (setgab) dalam parlemen menghambat jalannya demokrasi di Indonesia.

"Saya mengamati dan menilai eksistensi sekretariat gabungan, sebagai forum dari koalisi partai-partai politik di Indonesia ini, punya andil dalam menghambat demokrasi," katanya setelah membuka Musyawarah Wilayah Muhammadiyah Jabar di Kota Tasikmalaya, Kamis.

Ia menilai keberadaannya sekretariat gabungan itu mengganggu fungsi partai politik yang semestinya, padahal keberadaan partai di parlemen masih diharapkan rakyat banyak untuk menyampaikan aspirasi dalam jalannya pemerintahan.

"Besar sekali harapan rakyat, pada partai-partai politik untuk bisa menjadi penyambung lidah rakyat, suara asipirasi rakyat," katanya.

Namun, partai politik yang berkoalisi dengan Demokrat yang ada dalam sekretariat gabungan, menurut Din menjadi tidak independen.

"Ini yang saya nilai sebagai rakyat, kita melihatnya bisa menghambat demokrasi yang kita perlukan," tegas Din.

Apalagi lanjut Din muatan politis yang ada didalam sekeratriat gabungan itu terlalu kuat, terutama untuk kepentingan kekuasaan, untuk itu diharapkan bisa menjadi fungsi kritis.

Adanya sekretariat gangungan itu, Din berharap jangan ada yang terkebiri oleh kepentingan politik, sehingga demokrasi yang tercipta di Indonesia menjadi demokrasi yang kolutif bahkan koruptif.

"Sekaligus demkorasi koruptif, demokrasi yang merusak demokrasi itu sendiri," katanya.

Ia berharap partai politik kembali pada jati dirinya dengan konsolidasi demokrasi yang berjalan dengan baik, agar partai-partai politik memperjuangkan aspirasi rakyat.

"Imbauan pada rakyat, untuk hati-hati dalam pemilu yang akan datang untuk tidak mudah terpengaruh pada janji-janji politik, kalau seandainya seperti sekarang ini kita kehilangan momentum untuk mengkonsolidasi demokratis," katanya.(*)

Minggu, 19 Desember 2010

Teratai Raksasa di Pota Tidak Terawat

FLORESSTAR/KANIS LINA BANA
Hamparan lahan bunga teratai di Pota, Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur. Gambar diambil hari Senin (13/12/2010)
Kamis, 16 Desember 2010 | 22:16 WIB
RUTENG, POS KUPANG.Com -- Teratai 'raksasa' pada lahan seluas empat  hektare di Pota, Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur tidak terawat. Padahal, teratai istimewa yang  hanya ada di India dan Pota itu menjadi daya tarik tersendiri. Buktinya banyak wisatawan mancanegara datang melihat  keistimewaan bunga tersebut.

Sekretaris Camat Sambi Rampas, Sarjudin Manjakari, yang ditemui wartawan di Pota, menjelaskan, teratai 'raksasa' berkembang secara alamiah. Teratai di lahan sawah milik orang tuanya itu sudah berkembang selama puluhan tahun. Teratai itu memiliki keistimewaan karena tumbuh dan bekembang biak secara berbeda pula.

Dia mengatakan, jika teratai di tempat lain tumbuh hanya di atas air, teratai 'raksasa' di Pota tumbuh menyerupai pohon talas yang beras. "Turis asing sering  datang ke sini, mereka katakan teratai yang ada di Pota seperti yang ada di India.  Jadi, di dunia teratai jenis itu hanya ada di Pota dan India. Mereka (turis asing) pesan supaya dijaga baik," ujarnya.

Sarjudin menjelaskan, pohon teratai ada buah  yang bisa dimakan. Buahnya berupa kacang dan dimakan. Jika usia buah sudah matang bisa menjadi obat sakit perut.
Sarjudin menceritakan, pada masa Bupati Manggarai, Drs. Anthony Bagul Dagur, M.Si pernah ada kebijakan pagar di sekitar tempat masuk lokasi bunga teratai. Tujuanya, agar setiap pengunjung yang datang ke lokasi itu pungut retrebusi. Namun belakangan ini belum ada perhatian  yang lebih serius. Teratai yang ada berkembang secara alamiah saja. "Lahan teratai raksasa itu masih milik pribadi. Belum serahkan kepada pemerintah," katanya.

Dikatakannya, beberapa waktu lalu dinas pariwisata pernah mendata potensi pariwisata di wilayah Pota termasuk teratai raksasa yang oleh masyarakat setempat disebut Tonjong.

Salah seorang warga setempat, Warkah Jaludin, meminta supaya pemerintah daerah bisa memberi perhatian terhadap kekayaan  tersebut.  Sebab, aset yang ada itu dapat memberi kontribusi bagi daerah dan warga setempat. "Bunga teratai ada warnah hijau, merah jambu dan putih. Bunganya  cantik," katanya. (lyn)

Mantan Kadispenda Sikka Divonis Lepas

Korupsi Dana Pajak Bumi dan Bangunan
Minggu, 19 Desember 2010 | 20:58 WIB
MAUMERE, POS KUPANG.Com -- Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Maumere memutuskan melepas mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadisenda) Kabupaten Sikka, Drs. Thomas Aquino Parera, dalam kasus korupsi penyelewanan dana Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Parera divonis lepas karena perbuatan yang dilakukannya bukan tindak pidana korupsi. Aparat Humas Pengadilan Negeri (PN) Maumere, Beslin Sihombing, S.H, yang dihubungi, Jumat (18/12/2010) siang, membenarkan putusan majelis hakim PN Maumere tersebut. Putusan itu dibacakan majelis hakim di PN Maumere, Selasa (14/12/2010) lalu.

Putusan itu berbalik 180 derajat dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Maumere, Ahmad Jubair, S.H, yang menuntut terdakwa Thomas Aquino Parera  dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan. JPU juga menuntut Thomas membayar uang pengganti Rp 247.640.784.

Dalam dakwaan JPU Kejari Maumere menyatakan  terdakwa Thomas Parera terbukti melanggar pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bagi JPU, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana baik sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan telah beberapa kali melakukan perbuatan yang berhubungan satu dengan yang lain sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Hal-hal yang memberatkan, terdakwa selaku pejabat negara atau mantan kepala dinas seharusnya memberi contoh untuk berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah hukum. Selain itu, perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara. Sementara hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum dan terdakwa berperilaku sopan selama persidangan.

Kasus ini bermula ketika Pemkab Sikka melalui Dinas Pendapatan Daerah Sikka tahun anggaran 2004 menargetkan setoran pajak bumi dan bangunan sebesar Rp 690.607.000. Namun hingga 10 Desember 2004, realisasi penerimaan PBB baru mencapai 583.217.611 atau 84,45 persen dari target. Fakta itu terjadi lantaran adanya tunggakan PBB dari wajib pajak sebesar Rp 146.256.118.

Menyikapi hal itu, Kadispenda Sikka Thomas Aquino Parera saat itu berkonsultasi dengan Bupati Sikka saat itu Drs. Alex Longginus. Kepada Alex Longginus, Thomas Aquino Parera memohon agar Dispenda Sikka diberi pinjaman uang dari kas daerah Rp 150 juta guna menutupi kekurangan target penerimaan PBB.

Rupanya permohonan itu dikabulkan Bupati Sikka  Alex Longginus, dan menyampaikan kepada Kabag Keuangan Setda Sikka yang saat itu dijabat Drs. Da Silva Petrus, M.Si. Selanjutnya, Da Silva membuat perjanjian antara Bagian Keuangan dan Dispenda Sikka.

Berdasarkan perjanjian itu, terdakwa Thomas Aquino Parera memerintahkan Thomas Aquinas selaku Pemegang Kas Dispenda Sikka untuk membuat surat permintaan pembayaran Rp 150 juta yang ditandatangani Thomas Aquinas dan terdakwa Thomas Aquino Parera, yang ditujukan kepada Bupati Sikka Drs. Alex Longginus.

Terhadap permintaan itu, tanggal 14 Desember Sekda Sikka atas nama Bupati Sikka menerbitkan surat perintah membayar beban tetap sebesar Rp 150 juta kemudian dicairkan Thomas Aquinas di Bank NTT Cabang Maumere.

Pinjaman itu kemudian digunakan untuk melunasi tunggakan PBB tahun 2004 senilai Rp 146.256.118, Rp 3.734.882 untuk mengangsur pinjaman dari kas daerah Rp 3.737.074, dan sisanya Rp 66.000 disimpan di kas Dispenda Sikka. Dengan adanya pelunasan tunggakan PBB tersebut, maka target penerimaan PBB tercapai bahkan faktanya terlampaui sebesar RP 741.751.120.

Target penerimaan PBB yang terlampaui membuat Pemkab Sikka memperoleh dana perimbangan dari pemerintah pusat berupa pemberian dana intensif PBB Rp 1.001.948.081.

Untuk pemanfaatan dana itu, Bupati Sikka mengeluarkan surat keputusan tertanggal 28 Desember tentang pelaksanaan pengaturan pemanfaatan uang perangsang PBB.

Berdasarkan SK tersebut, terdakwa Thomas Aquino Parera memerintahkan Thomas Aquinas mencairkan dana tersebut . Padahal terdakwa Thomas Aquino Parera mengetahui dana tersebut belum bisa dicairkan karena belum masuk dalam APBD Sikka 2005. Dana itu baru masuk kas daerah pada saat APBD Perubahan 2005 Sikka ditetapkan.

Dana itu kemudian dicairkan secara bertahap dari 30 Januari 2006 hingga 14 Mei 2007 sebagai tindak lanjut perintah terdakwa. Dana itu dicairkan untuk pembayaran pengadaan sarana dan prasarana penunjang Rp 61.062.000, aparat Dispenda, Rp 140.272.731 dan honor tim itensifikasi PBB sebesar Rp 68.444.808. Sementara sisa dana sebesar Rp 63.961.217 tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Namun dalam pelaksanaan pembagian dana intensi khususnya menyangkut pembagian honor yang diterima tim intensifikasi PBB tidak sesuai dengan SK Bupati. Sesuai SK Bupati honor yang harus diterima sebesar Rp 50.000 hingga Rp 500.000. Namun kenyataannya mencapai Rp 750.000 hingga Rp 15 juta.

Terhadap fakta itu, JPU Kejari Maumere menemukan adanya pembayaran honor tim intensifikasi PBB yang menyimpang dari ketentuan standar biaya yang telah ditetapkan.

Kedua, melakukan pendobelan pembayaran honor baik sebagai tim intensifikasi PBB maupun sebagai aparat Dispenda Sikka. Ketiga tidak melakukan penagihan tunggakan PBB dari wajib pajak merupakan perbuatan menyalahgunakan wewenang sehingga akibat dari perbuatan tersebut negara dirugikan sebesar Rp 508.896.983. (aly)


Peneken SK Harus Diproses


HUMAS Pengadilan Negeri (PN) Maumere, Beslin Sihombing yang juga bertindak sebagai ketua majelis hakim dalam kasus itu menyatakan, pelanggaran atau tindak pidana korupsi ada bila peneken SK Bupati itu diproses atau dihadirkan sebagai terdakwa. Kenyataannya peneken SK Bupati itu tidak dihadirkan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Maumere.

"Putusan itu bukan bebas, tetapi lepas. Artinya, perbuatannya memang terbukti, tetapi perbuatannya itu bukan merupakan tindak pidana korupsi. Perbuatan itu ada tetapi bukan merupakan kejahatan. Perbuatan itu ada tetapi dalam artian bukan tindak pidana korupsi. Karena apa. Karena perbuatan dilakukan lantaran semata-mata melaksanakan perintah berdasarkan SK bupati. Kalau dikatakan ada pelanggaran semestinya yang menekan SK tersebut juga diproses," jelas Beslin, sambil mengatakan, kenyataannya peneken SK itu tidak dihadirkan sebagai terdakwa.

Sihombing menyatakan, bukan tugas lembaganya bila peneken SK itu tidak dihadirkan sebagai terdakwa dalam kasus tersebut. Tugas itu kewenangan penyidik dalam kasus itu.

"Soal kenapa penyidik dalam kasus ini tidak menjerat si pembuat SK,  bukan  kewenangan kami. Dan tentu saya akan menjaga etika ini. Dan tidak etis saya menunjuk instansi lain. Silakan dalam konteks pekerjaan bekerja secara profesional," tegas Beslin. (aly)

Kajari : Kami Banding

KEPALA Kejaksaan Negeri (Kajari) Maumere, Sanadji, S.H, yang menyatakan banding terhadap putusan majelis hakim PN Maumere yang melepaskan terdakwa  mantan Kadispenda Sikka, Thomas Aquino Parera dari jeratan tindak pidana korupsi.  Banding itu dilakukan dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) RI dalam waktu secepatnya.

"Kami banding terhadap putusan itu dengan kasasi ke Mahkamah Agung RI. Majelis hakim menilai terdakwa lepas dari jeratan hukum lantaran hanya melaksanakan tugas berdasarkan SK yang diterbitkan Bupati Sikka saat itu Drs. Alexander Longginus," ujarnya.

Menurut Sanadji, proses pembuatan kasasi itu tidaklah sulit karena  putusannya bukan bebas murni. Dalam arti, ada perbuatan tetapi bukan merupakan pidana korupsi. "Kita mudah membuat kasasinya.Dan, dalam waktu secepatnya pengajuan kasasi akan kami sampaikan," katanya. (aly)

Sabtu, 18 Desember 2010

DPRD Jangan Buat Perda yang Sensitif Konflik

Rabu, 12 Nov 2008, | 92
ATAMBUA, Timex - Pakar hukum, Benny K Harman dalam workshop bertemakan penguatan kapasitas DPRD dalam pembentukan Perda yang yang sensitif konflik, Senin (10 November) lalu mengatakan, DPRD dalam membuat sebuah produk hukum hendaknya bebas dan tidak sensitif konflik.Menurut Harman, Peraturan Daerah (Perda) merupakan produk hukum yang ditetapkan atas kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten Belu dan DPRD untuk kepentingan mengatur seluruh tatanan masyarakat. Karena itu, diharapkan Perda tidak menimbulkan konflik, baik didalam masyarakat maupun masyarakat dan pemerintah.

Dikatakan, jika ada produk hukum yang bersifat sensitif konflik, pastinya akan dibatalkan oleh Pemerintah Pusat. Karena, Perda harusnya berasal dari hukum dan keadilan di masyarakat. Ia mencontohkan, banyak Perda yang telah dibatalkan oleh Pemerintah Pusat karena bertentangan dengan UUD 1945 dan undang-undang diantaranya Perda tentang pelaksanaan syariah dibeberapa daerah, maupun Perda yang tidak berpihak pada masyarakat.

Karena itu, kewajiban dari DPRD yang memiliki hak legislasi untuk mensosialisasikan ranperda kepada masyarakat sehingga tidak terjadi penolakan apalagi berakibat terjadinya konflik dimasyarakat. "Mari kita ciptakan Perda yang bebas konflik, baik di masyarakat maupun masyarakat dengan pemerintah," pintanya.

Anggota DPR RI ini mengatakan, Perda yang dibuat tentunya bertujuan untuk mengatur jalannya sebuah program sebagai landasan hukum. Namun, banyak Perda yang dibuat belum terimplementasi fungsi Perda secara optimal, sehingga perlu pengkajian yang baik bersama masyarakat, apakah sangat mendesak atau tidak. Sehingga, tidak membuat Perda yang dibentuk multitafsir dimasyarakat yang berakhir dengan konflik horisontal.

Ia mengharapkan, DPRD dan Pemerintah Kabupaten Belu menghindari pembuatan Perda yang rentan konflik dan bersifat copy paste. Sebab, banyak temuan Perda yang dihasilkan merupakan copy paste dari daerah lain yang berakhir dengan dibatalkan Perda tersebut oleh Pemerintah Pusat. "Hindari perda yang copy paste dari daerah lain, karena akan berakibat sensitif konflik diakar rumput," paparnya.

Atas pemaparan itu, beberapa anggota DPRD Belu diantaranya, Florentia Abuk, Remigius Willy, Bernadus Bria dan Sipri Temu mengungkapkan, Perda yang dibuat mengacu pada aturan tertinggi, namun yang terjadi aturan tertinggi selalu berubah-ubah sehingga DPRD kesulitan untuk membuat Perda sebagai landasan hukum.

Dikatakan, bukan saja Perda, tetapi harusnya regulasi seperti UU dan PP tidak boleh rentan konflik karena Perda merujuk dari UU dan PP yang ditetapkan oleh DPR RI dan Pemerintah Pusat. Mereka mencontohkan, banyak UU yang kontraversi, diantaranya UU Pemilu, UU Pornografi yang baru disahkan harusnya lebih mengakomodir kepentingan bangsa dan daerah, bukan dibuat dengan meninggalkan konflik yang terjadi ditingkat bawah. (r7)

Rabu, 15 Desember 2010

Bupati Manuk: Jangan Hina Bupati

Bupati Lembata Andreas Duli Manuk yang akan mengakhiri masa jabatan 4 Agustus 2011 mendatang dalam sambutannya mengharapkan dalam kampanye nanti, para kandidat yang bertarung mesti menghindari fitnah satu dengan yang lain atau menfitnah bupati.
Bupati Kabupaten Lembata dua periode ini mengatakan perlunya iklim pemerintahan maupun kondisi sosial yang nyaman agar pemerintah dapat melakukan yang terbaik bagi masyarakat. Bupati Manuk meminta masyarakat atau kelompok masyarakat tidak berdemonstrasi jika ingin mengemukakan pendapatnya. Bupati mengajak masyarakat Lembata untuk datang dan mendiskusikan segala hal tentang kebijakan pemerintahan secara baik.
Dalam kaitan pemilukada kabupaten Lembata, Bupati Manuk menegaskan, pemerintah siap memfasilitasi KPUD demi lancarnya pesta demokrasi 5 tahunan tersebut.****



Tuesday, 14 December 2010 14:04

KPA Belu Temukan 513 Penderita HIV

Sabtu, 11 Desember 2010

TAMBANG: TINDAKAN BUNUH DIRI DAN PEMUSNAHAN MANUSIA


"Bapa, kami masih ada. Korban mangaan sudah banyak. Tidak hanya ibu hamil tetapi juga anak-anak. Generasi muda Belu punya potensi untuk sekolah. Tolong kami dikirim untuk sekolah agar potensi kekayaan Belu biarlah kami yang kelola untuk kami, bukan dikelola oleh orang luar dan hasilnya dinikmati orang luar. Kami diperbudak dan tidak menikmati kekayaan kami". Pernyataan ini keluar dari mulut Nellytania Fransisca Kun, Mahasiswa Akper Belu dalam sesi dialog Seminar Nasional Ekologi dan Demokrasi yang digelar Sekolah Demokrasi Belu di Atambua (10/7) lalu.
Tak ada yang menyangka, forum diskusi sekejab hening, ketika mahasiswi tingkat akhir Akademi Perawat Atambua ini mengungkapkan temuannya dalam pertanyaan yang diajukan kepada para narasumber. Ia menggugat kinerja pemerintahan tentang persoalan tambang dan perusakan lingungan di Kabupaten Belu. Nampaknya, Nely sangat tahu tentang dampak mangaan terhadap kesehatan masyarakat. Ia menemukan itu, pada saat praktek di lapangan dan merawat masyarakat yang sakit akibat tambang mangaan.
"Dampak eksplorasi mangaan terhadap kesehatan ada dua tahap, yaitu pertama; jangka pendek ekplorasi mangaan telah menimbulkan korban jiwa akibat reruntuhan yang menimpa warga saat melakukan penggalian mangaan. Jangka panjang, mangaan menimbulkan berbagai penyakit karena mengandung gas dan zat kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, lanjut nely menjelaskan.
Tak sampai disitu. Nelly menilai kebijakan pemberian ijin untuk melakukan tambang mangaan di wilayah Belu belum tepat. Mestinya, pada tahap eksplorasi, dilakukan dulu penyelidikan, studi kelayakan untuk mengetahui potensi kandungan mineral logam mangaan yang dimiliki, baru kemudian melakukan eksploitasi. Investor tidak boleh diizinkan untuk lakukan eksploitasi agar kekayaan Belu dapat dikelola dan dinikmati oleh orang Belu sendiri, terutama untuk kami generasi muda.
Kenyataan yang disaksikan Nelly ada benarnya. Pendiri Komunitas Indonessiauntuk Demokrasi (KID), Kresnayana Yahya, MA, searah dengan Nelly tentang dampak tambang. Ia mengatakan, dampak tambang terhadap manusia dan lingkungan terjadi dalam setiap tahapan tambang. Pada tahapan eksploitasi dan ektrasi saja efek terhadap perusakan lingungan, kesehatan kerja dan bahaya kesehatan masyarakat, penimbunan/buangan limbah, perusakan pemandangan dan suhu menjadi sangat panas. Tahapan pengolahan akan memiliki dampak yang lebih luas. Diantaranya; terjadinya limbah padat, radioktif, pencemaran air, udara dan tanah.
Bukan cuma itu, tambang juga merusakan tatanan sosial masyarakat adat. Herman Joseph Seran, MA sosiolog Undana Kupang, dalam pandangan sosio-antropolog mengatakan, filsuf-filsuf Timor memandang aneka pohon dan tanaman adalah rambut bumi (mukgubul nor - bahasa Tetun) sedangka batu-batuan yang ada di perut bumi timor adalah akar dari bumi ini. Membuat tanaman dan pepohonan serta mengeksploitasi batu-batuan adalah tindakan konyol yang berakibat pada kerusakan lingkungan hidup yang sangat parah yang dapat mengancam eksistensi orang Timor secara keseluruhan. Bukan cuma masyarakat Belu. Kerusakan di Belu, TTS, TTU, dan Kupang, imbasnya untuk Timor keseluruhan.
Pater Yakobus Soro Loe, SVD yang kini berada di Asian Social Institute-Central Manila-Philippines pun senada. Baginya, ekologi menyangkut keutuhan alam Timor yang telah dirusakkan dan diobrak-abrik oleh pengusaha di TTU dan TTS karena Marmer yang tidak hanya merusak lingkungan tapi seluruh kehidupan manusia. Tidak saja itu, ia menilai, pengekploitasian mangaan yang berujung pada pengrusakan lingkungan alam suatu daerah ataupun pulau merupakan pembunuhan secara perlahan terhadap generasi sekarang dan yang akan datang dari daerah atau pulau itu karena kekayaan alam itu akan diboyong habis-habisan oleh para pengusaha dan penguasa untuk kepentingan pribadi.
"Di mana-mana orang mengeluh tentang global warming, bencana alam dll. Ini semua karena kondisi alam yang tidak stabil akibat ulah manusia merusak lingkungan alamnya atau dirusak oleh yang lain. Di seluruh dunia orang serius omong tentang climate change atau perubahan iklim karena alam yang sudah tidak bersahabat lagi sementara kita masih membiarkan alam kita diobrak-abrik yang sebenarnya membunuh kita secara halus" ungkap Pater Yakobus.
Lain halnya dengan pandangan Pemda Belu. Pemda tidak bisa melarang masyarakat menambang mangaan.
"Bidang pertambangan, soal penggalian mangaan adalah persoalan yang berat bagi kami karena kami tidak bisa melarang untuk berhenti gali mangaan sebab di satu sisi masyarakat butuh uang" ujar Wakil Bupati Belu, Ludovikus Taolin, BA dalam dialog dengan peserta seminar tanpa menjelaskan dampak terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Wakil Bupati Belu hanya mengatakan sedang dilakukan pemetaan ulang untuk penyesuaian proses IUP kepada Investor dan mengelak bahwa Pemda Belu mengalami kesulitan karena pengusaha mendapat ijin galian dari pemerintahan propinsi. Pada bagian lain, Wabup Ludovikus Taolin, BA mengatakan IUP yang diberikan kepada Investor adalah eksplorasi selama 3 tahun dan ada batasan hanya bisa 100.000 ton. Jadi setiap perusahaan hanya bisa eksplorasi 5000 ton.
Pernyataan ini berbeda dengan beberapa kepala desa yang ditemui. Pihak desa selama ini dalam posisi yang dilematis. Kepala Desa Wemeda, Hendrikus Bou misalnya, mengaku pemerintahan desa dalam kasus mangaan, maju kena mundur kena. Eksplorasi mangaan yang terjadi di desa, biasanya para investor datang membawa Kuasa Pertambangan (KP) dari Kabupaten.
"Mereka datang dengan surat resmi dari kabupaten. Jadi kami serba salah untuk terima atau tidak terima. Kalau kami tolak kami dianggap melawan pemerintah yang paling tinggi. Tapi pengalaman saya waktu persoalan muncul di tempat eksplorasi barulah kami dipanggil untuk menyelesaikan persoalan itu", ungkap Bou.
Disinyalir, di Kabupaten Belu saat ini terdapat puluhan bahkan lebih dari seratus pemegang ijin eksploitasi mangaan. Jembatan timbang untuk mengatur jumlah tonase mangaan yang keluar dari wilayah Kabupaten Belu sampai kini belum ada. Pemda Belu sendiri disinyalir tidak memiliki data akurat tentang berapa jumlah mangaan yang telah keluar dari Belu. Bahkan, hingga kini regulasi/perda yang mangatur tentang eksploitasi mangaan belum ada. Tak tahu berapa PAD yang didapat Pemerintah Kabupaten Belu sejak mangaan itu keluar dari Belu.
Alasan menggali mangaan karena masyarakat butuh uang tidak sertamerta diterima. Pater Yakobus Soro Loe, SVD mengingatkan, pengeksploitasian kekayaan alam dengan mengorbankan alam jelas merugikan manusia bahkan mematikan karena manusia tidak hanya hidup dari uang yang diperolehnya tetapi juga dari lingkungan alamnya dimana udara yang segar, air yang sejuk dan bersih hanya bisa diperoleh karena keutuhan alam lingkungan. Selain tiu, secara ekonomi, ini adalah satu tindakan pemiskinan manusia dan alam secara luar biasa dimana kekayan yang bisa dimanfaatkan untuk puluhan bahkan ribuan tahun dihabiskan hanya dalam waktu singkat dan oleh orang tertentu saja karena monopoli.
"Secara sosial ini adalah satu tindakan ketidakadilan karena pengeksploitasian itu hanya akan mendukung orang kaya menjadi bertambah kaya dan yang miskin tetap bertambah miskin walau marmer dan mangan menghasilkan sedikit uang untuk mereka yang miskin dari upaya pengeksploitasian itu. Secara politis sebuah daerah ataupun pulau dimiskinkan supaya dia tetap memiliki ketergantungan yang permanen pada daerah lain atau orang lain yang sudah kaya-raya. Secara manusiawi, ini adalah tindakan tidak manusiawi karena keinginan untuk hidup sendiri tanpa solider dengan yang miskin", jelas Peter Yakobus.
Boleh jadi. Heman J. Seran, menggambarkan planet bumi oleh para ekolog sudah berada dalam ambang kehancuran akibat ulah manusia yang merusak alam dengan membabat hutan dan mengambil batu-batuan dan minyak dalam perut bumi. Hutan-hutan adat dan segala symbol budaya hilang karena tambang dan pembabatan yang tak terkendali.
"Mereka adalah manusia-manusia serakah yg hedonistis-kapitalis. Mereka adalah calo-calo yg bekerja mati-matian untuk memperkaya kaun kapitalis dan pengusaha multi nasional. Orang Timor sendiri ikut-ikutan melakukan tindakan bunuh diri (suicide) dan pemusnahan manusia (genocide) dengan menghabiskan kekayaan alamnya karena janji-janji yang menggiurkan dan iming-iming harga. Lha!
Harga di pasaran internasional jauh dari harga beli di masyarakat. Harga mangaan yang berkualitas baik 60% mencapai 8-14 dolar/ Kg atau Rp. 9.064/ Kg
Pada masyarakat Belu dan Timor secara keseluruhan hingga saat ini, masyarakat hanya mendapatkan Rp. 1.300/ Kg jauh dari harga pasar internasional. Harga beli dari masyarakat pun diakui tidak diatur oleh pemerintah setempat.
"Soal harga mangaan dari awal pemerintah tidak menentukan harga standar dengan maksud agar ada persaingan harga sehingga masyarakat bebas menjual kepada perusahaan dengan harga yang menguntungkan. Harga mangaan saat ini sudah mencapai Rp.2300/kg di masyarakat", ungkap Ludovikus Taloin.
Nampaknya urusan mangaan berjalan tanpa pengendalian bukan saja soal harga tetapi aturan operasional. Aturan berupa Perda belum dibuat.
"Kita harus siap dengan aturan yang berpihak kepada masyarakat. Pemerintah harus buat perda operasional soal pengelolaan mangaan dan perda Tenaga Kerja. Biaya dampak harus ditanggung perusahaan. Usul kepada pemerintah untuk menetapkan retribusi mangaan Rp.2000/kg untuk pemerintah daerah guna meningkatkan PAD. Buat pemetaan awal untuk biaya rehabilitasi dan pemerintah harus mendapat seperempat harga dari biaya retribusi. Buat kuota jumlah yang harus dikelola oleh perusahaan. Buat operational plan dan operational budget, tukas Kresnayana menyarankan.
Kita berharap generasi Belu yang saat ini sedang sekolah ataupun belum punya harapan akan kekayaan Belu kelak. Iya toh !!! war (laporan; Remi, Denis, Agus, yansen, berbagai sumber) -

Alokasi DIPA TA 2011 di NTT: 734 Satker/SKPD Kelola Rp 5,8 Triliun

POS KUPANG/FERRY NDOEN
Kakanwil Ditjen erbendaharaan Propinsi NTT, Pardiharto, memantau kegiatan validasi dan pengesahan DIPA TA 2011, di lantai III Kanwil Ditjen PBD NTT, di Jalan El Tari Kupang, Jumat (10/12/2010).
Laporan Ferry Ndoen

Sabtu, 11 Desember 2010 | 10:36 WIB
KUPANG, Pos Kupang.Com--- Sebanyak 734 satuan kerja dan satuan kerja perangkat daerah (Satker/SKPD) di kabupaten/kota dan propinsi di Nusa Tenggara Timur dalam tahun anggaran (TA) 2011 mengelola dana APBN  Rp 5.825.861.085.000,00 atau Rp 5,8 triliun lebih.  Hal ini tertuang dalam daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) TA 2011.
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Ditjen Perbendaharaan (DJPB), Pardiharto, menjelaskan hal ini di sela-sela kegiatan  memantau tim validasi dan pengesahan DIPA TA 2011 di  Lantai III Kanwil DJPB NTT, di Jalan El Tari-Kupang, Jumat (10/12/2010). Kegiatan ini berlangsung empat hari,  10-14 Desember 2010.
Pardiharto yang didampingi seksi humas dan dokumentasi, Maks Nanggiang, menjelaskan, secara nasional DIPA 2011 disahkan tanggal 15 Desember 2010. Dan, secara nasional DIPA TA 2011 akan diserahkan langsung Presiden RI kepada para gubernur di Istana Negara Jakarta tanggal 28 Desember 2010 mendatang.
"Sesuai surat Pak Menteri Keuangan, Agus DW Mastowardojo tertanggal 8 Desember 2010 tentang penyerahan DIPA TA 2011 untuk seluruh SKPD, dan sebagai tindak lanjut penyerahan DIPA tersebut diminta agar pelaksanaan anggaran dapat dimulai pada awal tahun anggaran 2011. Untuk seluruh SKPD, sudah bisa diserahkan kepada masing-masing kuasa pengguna anggaran/KPA satker di daerah pada tanggl 29 Desember 2010. Karena tanggal 1-2 Januari 2011 masih libur, maka penggunaan anggaran sudah bisa dimulai tanggal 3 Januari  nanti," tegas Pardiharto.
Dia menjelaskan, pada penyerahan DIPA 2011 untuk satker/SKPD di Kupang tanggal 29 Desember nanti, pihaknya akan mendampingi Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya. Khusus di daerah, KPPN akan mendampingi para bupati saat penyerahan.
Menurutnya, dengan sistem validasi data ini, setiap satker/SKPD tidak harus berbondong-bondong ke Jakarta karena lembaga bisa mengirim data SKPD lewat email. "Dalam proses validasi tidak diperbolehkan ada gravitasi. Ini bagian reformasi birokrasi. Satker/SKPD tidak boleh memberi sesuatu apa pun, dan staf saya juga akan dibuatkan pakta integritas yang intinya sama, melarang menerima sesuatu pemberian apa pun terkait validasi," tegasnya. (fen)

Jumat, 10 Desember 2010

Kejati Evaluasi Kajari Lewoleba

Belum Ada Kasus Korupsi ke Tahap Penyidikan
ilustrasi

Jumat, 10 Desember 2010 | 10:35 WIB
KUPANG, POS KUPANG.Com -- Kejaksaan Tinggi NTT akan segera mengevaluasi kinerja Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lewoleba karena belum pernah menangani kasus tindak pidana korupsi selama tahun 2010.
"Kita akan evaluasi Kajarinya. Tolong Aspidsus ingatkan Kajarinya, bila perlu panggil dia ke Kupang supaya serius dalam menangani kasus korupsi di Lewoleba. Masa selama tahun 2010 ini belum ada kasus korupsi yang naik ke tingkat penyidikan?" keluh Kajati NTT, Mardjuki, S. H, ketika memberikan keterangan pers dalam rangka hari Anti Korupsi Sedunia, di Kantor Kejaksaan Tinggi NTT-Kupang, Kamis (9/12/2010).
Menurut Mardjuki, Kejaksaan Agung RI memberikan target 45 kasus korupsi kepada kejaksaan di NTT selama tahun 2010.
"Namun target itu sudah dilampui. Hingga saat ini sudah 62 kasus tindak pidana korupsi yang ditangani oleh kejaksaan di NTT. Kecuali Kejaksaan Negeri Lewoleba yang belum menangani kasus korupsi hingga di tingkat penyidikan. Kita akan evaluasi yang bersangkutan," kata Mardjuki.
Namun, kata dia, dua pekan lalu Kejari Lewoleba telah melakukan gelar perkara dua kasus dugaan korupsi di Kejaksaan Tinggi NTT, di antaranya kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jobber senilai lebih dari Rp 15 miliar yang ditemukan Pansus DPRD Lembata.
"Banyak juga proyek di daerah itu yang merugikan keuangan negara, tetapi belum satu kasus pun ditangani oleh aparat Kejaksaan Lewoleba," katanya.
Dia meminta masyarakat di Lembata melaporkan kepada Kejati NTT apabila menemukan indikasi korupsi di wilayah itu. "Kalau tidak ada laporan, bagaimana kami tahu, sementara personel kejaksaan sangat sedikit. Kami akan tindak lanjuti kalau ada bukti kuat kasus korupsi. Siapa pun yang terlibat akan kita sikat," kata Kajati.
Dari 62 kasus itu, demikian Kajati, terdapat dua Kejari yang paling banyak menangani kasus tindak pidana korupsi, yaitu Kejari Kefamenanu dan Kejari Ruteng, masing-masing menangani tujuh kasus. Sedangkan Kejati NTT menangani 6 kasus tindak pidana korupsi.
Mardjuki mengatakan, kasus tindak pidana korupsi yang masuk tahap penuntutan dan ditangani Kejaksaan Tinggi maupun beberapa Kejari di NTT sebanyak 24 kasus. 
Ia menambahkan, masyarakat juga berhak untuk mengikuti kasus tersebut selama proses penanganan oleh kejaksaan.
"Kalau penanganannya dianggap terlambat, masyarakat punya hak untuk bertanya. Ada apa sebenarnya sehingga kasus itu lama ditangani?" katanya mencontohkan.
Mengenai adanya jaksa nakal, dia mengatakan belum menerima laporan. Tetapi kalau ada, pihaknya akan mengambil tindakan tegas.
Karena itu, masyarakat diminta untuk melaporkan kepada Kejaksaan Tinggi NTT jika mengetahui ada jaksa di daerah yang nakal dengan melakukan pemerasan. (ben/ant)

Kamis, 09 Desember 2010

KPU Flores Timur Akomodasi Enam Pasangan Calon

  
Kupang, FloresNews.com - Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Flores Timur memutuskan mengakomodasi enam pasangan calon sebagai peserta pilkada di wilayah ujung timur Pulau Flores itu, setelah sebelumnya hanya ditetapkan lima pasangan. "Setelah tertunda enam bulan, pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pilkada) di Kabupaten Flores Timur siap digelar kembali pada Januari 2011 dengan mengakomodasi enam pasangan calon sebagai peserta dalam pesta politik di wilayah ini," kata Juru bicara KPU Provinsi NTT Djidon de Haan, di Kupang, Jumat (10/12).

Ia menyebut keenam pasangan calon itu adalah Yosni Herin-Valens Tukan (Sonata), Yusdi Diaz-Markus Amalebe Tokan (Pelangi Lamaholot), Felix Fernandez- H Ismail Arkiang (Flores Timur Bersatu). Selanjutnya, Johni Odjan-H. Ludin Lega (Jalin Nurani Lamaholot), Yeremias Bunganaen-Kristo Keban (Ribu Ratu Yes), dan Simon Hayon-Fransiskus Diaz Alffi (Gewayan Tanah Lamaholot).
Dia mengatakan, untuk dapat melanjutkan tahapan yang telah ditetapkan maka sejak Kamis (9/12) hingga Jumat (10/12) digelar bimbingan teknis untuk lima anggota KPU Flores Timur (Flotim) hasil pergantian antarwaktu (PAW) yang berlangsung di Sekretariat KPU Provinsi NTT. Dalam bimbingan teknis itu pun akan disepakati jadwal dan tahapan pelaksanaan pilkada antara lain, pemutakhiran daftar pemilih tetap (DPT) dan tahapan pencalonan.
Menurut Djidon, tahapan pilkada di Flotim dimulai dari tahapan pencalonan yakni keenam pasangan calon yang belum melengkapi berkas pencalonan akan diberitahu oleh KPU untuk segera melengkapi berkas tersebut. Selanjutnya, KPU akan melakukan pleno penetapan terhadap keenam paket calon tersebut dan dilanjutkan dengan undian nomor urut calon. "Sebelumnya kita akan membatalkan dulu surat keputusan (SK) penetapan calon dan penetapan nomor urut yang lama dan kita tetapkan nomor urut baru. Ini merupakan arahan dari KPU Pusat," katanya.
Oleh karena itu, pasangan yang belum melengkapi persyaratan calon akan diinformasikan oleh KPU untuk segera melengkapinya. "Masih beberapa calon yang belum memasukkan persyaratan seperti ijazah dan surat keputusan penetapan calon serta berita acara penetapan. Setidaknya ada lima pasangan calon yang belum melengkapi berkas persyaratannya.
Terkait dengan pemutakhiran DPT, jelas Djidon, yakni bagi anggota TNI/Polri yang telah memasuki masa purna tugas sejak tanggal 3 Juni 2010, WNI yang semula terdaftar dalam DPT tetapi meninggal dunia sebelum pelaksanaan hari dan tanggal pemungutan suara, WNI yang menjadi anggota TNI/Polri sejak tanggal 3 Juni 2010 dan WNI yang pindah domisili sejak tanggal 3 Juni 2010 serta WNI yang baru berumur 17 tahun.
Namun bagi warga yang tidak terdaftar dalam DPT sebelumnya tidak akan diakomodir lagi. Sementara bagi pemilih yang masuk dalam lima kategori yang disebutkan akan didatangi tim atau dihimbau untuk segera mendaftarkan diri untuk dimasukkan dalam DPT. "Jadi jumlah DPT yang sudah ditetapkan sebelumnya akan mengalami perubahan," katanya.
Sementara itu, terkait jadwal pelaksanaan Pilkada Flotim, masih akan dibahas dalam bimbingan teknis pada Jumat (10/12) ini. Namun, katanya, diperkirakan dimulai Januari 2011. Dengan demikian, tahapan pemilihan bisa dilakukan pada Maret 2011.(ant)

Selasa, 07 Desember 2010

Jumlah Pemilih di Lembata Bertambah

Selasa, 7 Desember 2010 | 18:29 WIB
LEWOLEBA, POS KUPANG.Com --- Jumlah pemilih di Kabupaten Lembata bertambah cukup signifikan dalam setahun terakhir. Pada pemilihan presiden (pilres) tahun 2009, jumlah pemilih tercatat 69.967 orang. Tapi saat ini naik menjadi 79.721 orang atau telah bertambah 9.754 orang.
"Jumlah ini meleset jauh dari perkiraan KPU Lembata. Sebab perhitungan awal diperkirakan bertambah maksimal 3.000 pemilih tapi kenyataannya jauh dari jumlah itu," kata Ketua KPU Kabupaten Lembata, Wilhelmus Panda, S.Ip, saat konferensi pers, Sabtu (4/12/2010). Acara ini digelar usai pembukaan tahapan Pemilu Kada Lembata, di Aula Koperasi Kredit Aneka Karya (Kopdit Ankara) Lewoleba.
"Semula kami perkirakan pemilih bertambah maksimal 3.000 orang. Ternyata meleset. Berdasarkan DP4 (Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) yang diserahkan pemerintah jumlah pemilih meningkat sekitar 10 ribu orang," urai Panda.
Menyangkut data yang diserahkan pemerintah dalam DP4 dengan peningkatan jumlah pemilih yang signifikan tersebut, Panda mengatakan, pihaknya sudah menerima data
tersebut. Akan tetapi belum ditetapkan dalam Data Pemilih Sementara (DPS). Sebab pihaknya masih melakukan verifikasi lagi data untuk menghindari terjadinya pendobelan nama, belum cukup umur, telah meninggal dunia, maupun kesalahan status.
"Kami tidak mengatakan bahwa data ini salah. Tetapi untuk menetapkan DPS, kami harus melakukan verifikasi terlebih dahulu. Setelah diverifikasi baru diketahui seperti apa jumlah pemilih dalam pemilu kada anti," katanya.
Menurut dia, selain melakukan verifikasi data yang diberikan pemerintah, KPU juga akan melakukan verifikasi ke lapangan untuk memastikan data pemilih tersebut. Hal itu juga untuk membuka akses kepada pemilih tambahan, yang mungkin saja belum terdaftar dalam DP4.
"Kami pasti akan melakukan verifikasi lapangan untuk memastikan keberadaan pemilih. Jadi, kalau ada pendobelan nama, belum cukup umur, meninggal dunia, atau kesalahan status, karena sebagai anggota TNI/Polri, yang pasti akan kami keluarkan, sebelum diumumkan DPS pada 15 Maret 2011 mendatang," ujarnya.
Ia juga berharap agar masyarakat proaktif melaporkan diri ke KPU melalui tingkatan di bawahnya. Dengan begitu seluruh masyarakat pemilih di Kabupaten Lembata dapat memberikan suaranya, pada 19 Mei 2011.
Mengenai kemungkinan adanya pemilih siluman saat pemilu nanti, Panda menegaskan, ia tidak mengharapkan hal itu. Tapi ia meminta pemerintah agar segera mengambil langkah-langkah antisipasi untuk mengatasi hal tersebut.
"Untuk memperoleh KTP (kartu tanda penduduk), aturannya harus enam bulan tinggal dan menetap di suatu daerah. Jadi pemerintah harus jeli melihat pengajuan pembuatan KTP saat ini, khususnya mejelang Pemilu Kada nanti," jelas Panda.
Mengenai penertiban spanduk, baliho, stiker, dan media lain yang berbau kampanye yang terpasang sebelum masa kampanye, Panda menjelaskan, itu merupakan kewenangan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Karena itu Panwaslu punya kewenangan menertibkannya.
"Itu domain Panwaslu. Jadi kita berharap Panwaslu segera melakukan tugasnya dengan baik demi kesuksesan kita bersama," ujarnya. Proses verifikasi DP4 akan dimulai hari ini, Senin (6/12/2010). (bb)

Sukseskan Pemilu Kada Lembata

Rabu, 17 November 2010 | 21:15 WIB
LEWOLEBA, POS KUPANG.Com -- Semua komponen wajib menyukseskan pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada) di Lembata yang tinggal satu bulan lagi. Untuk itu butuh kerja sama dan koordinasi semua pihak.
Pesan itu disampaikan Ketua KPU Lembata, Wilhelmus Panda, S.IP dalam rapat koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lembata yang dihadiri Sekretaris Daerah (Sekda) Lembata, Drs. Petrus Toda Atawolo, M.Si, Sabtu (13/11/2010).
"Kerja sama dan koordinasi itu mulai dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara hingga desk pemilu kada yang dikendalikan pemerintah dan aparat keamanan," ujar Panda.
Disaksikan FloresStar rapat itu dihadiri oleh camat se-Kabupaten Lembata, pimpinan instansi terkait, seperti Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat (Kebangpollinmas), Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil).
Kapolres Lembata, AKBP. Marthin JH Johannes, S.H  juga hadir. Ia didampingi Kepala Satuan (Kasat) Intelkam, AKP. Edwuard D Leneng, dan beberapa perwira menengah Polres Lembata.
Saat pertemuan berlangsung, beberapa anggota intelkam Polres Lembata juga memantau jalannya rapat koordinasi yang di Aula Rumah Sakit Lepra Beato Damian, Lewoleba tersebut.
Panda menjelaskan semua komponen di Kabupaten Lembata punya tugas dan tanggung jawab yang sama untuk menyukseskan Pemilu Kada Lembata. Sebab, jika hanya KPU Lembata bisa saja tidak memberikan kepuasan bagi seluruh masyarakat. Tapi kalau semua pihak baik pemerintah maupun aparat keamanan terlibat, maka akan pemilu kada di Lembata akan berjalan sebagaimana mestinya.
"Kalau kita membangun sinergi dengan baik, kita pasti akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Karena itu mulai sekarang kita harus memahami peran masing-masing untuk selanjutnya dilaksanakan secara baik pula," ujarnya.
Teknis penyelenggaraan pemilu kada di lapangan, lanjut dia, tentunya merupakan tanggung jawab Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lembata. Tapi ada juga tugas lain yang menjadi kewenangan pemerintah instansi teknis lainnya.
Karena itu, tak ada pilihan lain kecuali semua komponen harus bergandengan tangan untuk melaksanakan untuk menyukseskan pesta demokrasi di daerah tersebut. (bb)

Camat Beri Dukungan

PADA kesempatan tersebut, Sekda Lembata, Drs. Petrus Toda Atawolo, M.Si, menegaskan para pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan seluruh camat harus mendukung KPU Lembata menyukseskan pemilu kada tahun 2011 mendatang.
"Kalau ada warga yang belum terdaftar atau belum memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk), maka menjadi tugas camat dan jajarannya untuk memberikan informasi kepada masyarakat agar mendaftarkan diri, atau segera mengurus KTP," ujar Atawolo.
Untuk itu, lanjut dia, segera usulkan program dan rencana sosialisasi dalam rangka pemilu kada tersebut. Kalau masih ada kecamatan yang belum masukan itu, silahkan diubah dan masukkan pula anggarannya sebelum diajukan ke DPRD untuk dibahas dan ditetapkan dalam APBD 2011.
Menurut dia, pemilu kada merupakan tanggung jawab semua komponen. KPU, pemerintah, aparat keamanan dan pihak lain harus sama-sama menunaikan tugas itu.
Dukungan semua pihak, akan sangat berarti bagi penyelenggaraan pemilu kada yang lancar, aman dan tertib di daerah tersebut.
"Kalau pilkada berjalan baik, maka pemimpin yang dihasilkan pun baik adanya. Bahkan kaulitas pemimpin yang dipilih masyarakat pun pasti sesuai dengan harapan bersama," ujar Atawolo. (bb)

Senin, 06 Desember 2010

Kejaksaan di NTT Tangani 62 Kasus Korupsi

Laporan Kanis Jehola
Senin, 6 Desember 2010 | 12:19 WIB
KUPANG, POS KUPANG.Com -- Sejak Januari hingga akhir November 2010, jumlah kasus tindak pidana korupsi yang ditangani kejaksaan di NTT  sebanyak 62 kasus. Dari jumlah tersebut, yang sudah diselesaikan  22 kasus, sedangkan sisanya 40 kasus. Total kerugian negara dari 62 kasus tersebut sebesar Rp 8.538.115.681.
Wakajati NTT, Suhardi, S.H, M.H, menjelaskan hal tersebut kepada para wartawan pada acara coffee morning aparat Kejati NTT dengan media massa NTT di ruang kerjanya, Jumat (3/12/2010).
Pejabat Kejati NTT yang hadir saat itu, Asintel, Sang Ketut Mudita, S.H, M.H; Aspidum, Raden H Sukarsa, S.H; Asbin, Hisar B Nahor, S.H; Kasi Penyuluhan Hukum dan Humas, Muib, S.H; Kasi Penyidikan, Yoni E Mallaka, S.H; Kasi Ekmon, Jackson Marpaung, S.H.
Banyaknya jumlah kasus yang belum diselesaikan, jelas Suhardi,  karena penyelesaian perkara ada yang mudah dan ada yang sulit pembuktiannya. "Dalam penyelesaian perkara, kita harus betul-betul temukan alat bukti yang kuat, kalau tidak kita juga bisa digugat," katanya.
Suhardi mengatakan, meski masih banyak kasus yang belum diselesaikan, namun pihak Kejati NTT sudah komit untuk tetap menyelesaikannya. "Kita (Kejati NTT) sudah komit, sekali ditingkatkan ke penyidikan kita pantang mundur," katanya.
Untuk meningkatkan kinerja aparat kejaksaan, jelas Suhardi, pihaknya akan terus melakukan supervisi dan menggenjot aparat di bawahnya untuk terus meningkatkan kinerja.
Coffee morning ini, jelas Suhardi, dilakukan dalam rangka membina hubungan kemitraan antara pihak kejaksaan dengan para wartawan. Pembinaan kemitraan ini juga merupakan salah satu program Plt Kejagung selama ini, Darmoro.
"Wartawan itu mitra kita. Tanpa wartawan kita tidak bisa berbuat apa-apa. Sekarang kejaksaan harus lebih terbuka. Sebagai mitra, wartawan juga jangan segan-segan bertanya ke kejaksaan kalau ada masalah hukum yang belum jelas dan perlu penjelasan dari kejaksaan," katanya.
Sementara Asintel Kejati NTT,  Sang Ketut Mudita, S.H, M.H mengatakan, coffee morning ini merupakan program lanjutan dari road show pihak Kejati NTT ke sejumlah media selama ini. "Kami tidak bisa bekerja baik tanpa dukungan teman- teman wartawan. Kami juga terbuka terhadap segala kritikan, tapi kritik yang sifatnya membangun," katanya. (kas)

Minggu, 05 Desember 2010

Gong Pemilu Kada Lembata Telah Dimulai

Hindari Kepentingan Pribadi
Minggu, 5 Desember 2010 | 19:40 WIB
LEWOLEBA, POS KUPANG.Com --- Demi menghasilkan pemimpin daerah yang berkualitas untuk memimpin Lembata lima tahun ke depan, semua unsur yang terlibat harus mampu melepaskan diri dari segala bentuk kepentingan pribadi, golongan, maupun kelompok masing-masing.
Demikian harapan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres)  Lembata, AKBP. Marthin J.H Johannes, S.H saat memberikan sambutan pada acara pemukulan gong tanda dimulainya tahapan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilu Kada) Lembata periode 2011-2016 di Aula Koperasi Kredit Aneka Karya Lewoleba, Sabtu (4/12/2010).
Kapolres Johannes, menegaskan kepada semua bakal calon yang akan mengambil bagian dalam proses Pemilu Kada Lembata agar tidak hanya mengedepankan prestise dan harga diri semata, tanpa menunjukkan prestasi yang baik untuk dijadikan teladan yang baik bagi masyarakat Lewotanah Lembata.
"Mohon maaf untuk semua pihak yang nantinya mau berkompetisi di dalam Pemilu Kada Lembata 2011 yang dimulai hari ini. Marilah kita berikan contoh yang baik bagi masyarakat. Seringkali konflik pasca pemilu kada di berbagai tempat karena masyarakat kita yang tidak mengerti  sengaja dibenturkan dengan kami aparat keamanan untuk kepentingan prestise semata," tegas Johannes.
Johannes sangat mengharapkan dukungan dari masyarakat Lembata untuk bersama pihak kepolisian, Satpol PP dan aparat keamanan lainnya menjaga keamanan dan ketertiban di Kabupaten Lembata selama proses Pemilu Kada.
"Kami tidak dapat berbuat apa-apa tanpa dukungan dari komponen masyarakat Lembata tercinta. Dukunglah kami, bantulah kami, sukseskan proses demokrasi ini dengan aman, tertib dan terkendali sehingga hasil yang kita raih benar-benar adalah hasil terbaik bagi kita sekalian demi pembangunan di Lewotanah tercinta," katanya.
"Jaga persatuan, kesatuan dan persaudaraan yang selama ini dijunjung tinggi masyarakat Lewotanah. Jangan karena kepentingan kekuasaan kita meluluhlantakkan keamanan dan ikatan persaudaraan yang ada," lanjut Johannes.
Johannes menghimbau masyarakat, partai politik dan KPU Lembata agar berjalan dalam ranah hukum untuk kepentingan bersama, bukan menguntungkan satu pihak dan mengorbankan pihak lain. "Marilah kita mematuhi setiap aturan yang telah ditetapkan. Karena jika demikian, niscaya kita terhindar dari polemik dan persoalan. Sering kita salah mengerti setiap peraturan yang hanya membawa masalah. Mari bersatu padu, bergandengan tangan dalam persaudaraan yang utuh untuk melaksanakan proses demokrasi ini dengan baik untuk kebaikan kita semua," ujarnya.
Acara pembukaan tahapan Pemilu Kada Lembata 2011 dibuka dengan resmi oleh Ketua KPU Lembata, Wilhelmus Panda, S.Ip yang ditandai dengan pemukulan gong. Acara itu disaksikan  Bupati Lembata, Drs. Andreas Duli Manuk, Wabup Lembata, Drs. Andreas Nula Liliweri, Ketua DPRD Lembata, Yohanes de Rosari, SE, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Lembata, J.P.L Tobing, S.H, M.Hum., Sekda Lembata, Drs. Petrus Toda Atawolo, M.Si, pimpinan Parpol se-Kabupaten Lembata dan ratusan undangan lainnya. (bb)

Sabtu, 04 Desember 2010

Fraksi NPK Tolak "Tambang Logam" Masuk RTRW


Fraksi Nurani Peduli Keadilan DPRD Lembata merupakan satu-satunya Fraksi yang tegas menolak masuknya mineral logam dalam rumusan pasal 50 tentang kawasan budidaya pertambangan. Selain tidak sesuai regulasi yang lebih tinggi, masuknya frasa mineral logam merupakan pengkhianatan terhadap aspirasi rakyat.

P E N D A P A T
FRAKSI NURANI PEDULI KEADILAN
TERHADAP LIMA BUAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH
YANG DIAJUKAN PEMERINTAH KABUPATEN LEMBATA

Yang Terhormat:
1.    Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Lembata
2.    Bupati dan Wakil Bupati Lembata
3.    Sekretaris Daerah dan para asisten
4.    Pimpinan Dinas/Badan/Kantor
5.    Sekwan dan para staf sekretariat DPRD,
Singkatnya, hadirin sidang paripurna DPRD Kabupaten Lembata yang kami hormati.


Pada kesempatan pertama, Fraksi Nurani Peduli Keadilan patut menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas berpulangnya  Bapak B. L. Uran yang karib disapa Kepala Laba, sang tokoh pembangunan Kota Lewoleba dan peletak dasar multikulturalisme di Lembata. Dari pikiran dan tangannyalah kota Lewoleba yang asri tertata apik, sebelum Lewoleba menjadi Ibukota Kabupaten Lembata. Fraksi kami patut menyampaikan permohonan maaf kepada Almarhum dan segenap tokoh yang ikut menata Kota Lewoleba di masa lalu, karena dalam kurun waktu satu tahun ini, kami belum mampu menyumbangkan pikiran dan gagasan yang berarti bagi pembenahan Kota ini sebagaimana dicita-citakan awalnya.
Fraksi kami hanya mampu memanjatkan doa semoga arwah almarhum diterima di sisi kanan Bapa, dan keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan oleh Yang Maha Kuasa. Fraksi kami juga menyampaikan turut berbelasungkawa atas kepergian Bapak Yohanes Sanu Liarian, mantan anggota DPRD Lembata periode 1999-2004. Semoga amal baiknya mendapat ganjaran yang layak di hadapan Bapa di Surga, dan keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan oleh Yang Maha Kuasa.
Fraksi kami memohon agar segenap leluhur Lewotana – Leuawuq dapat memberi cahaya terang bagi segenap kami yang berada di pusaran pemerintahan daerah untuk mampu bertutur dan bertindak secara lebih jujur dan bertanggungjawab bagi masa depan daerah ini. Berpulangnya dua orang tokoh Lembata beberapa hari menjelang peringatan Hari Pahlawan, 10 November 2010, hari ini, sungguh menusuk nurani kami. Bahkan, kepedulian kami ikut terguncang, dan rasa keadilan kami pun terkoyak. Bagaimana tidak?
Seorang Kepala Laba mampu menggalang kekuatan rakyat Kota Lewoleba untuk melakukan penataan ruas jalan dan lorong-lorong yang sungguh apik. Semuanya dibangun dalam semangat gotong royong. Semangat yang perlahan-lahan mulai sirna dari pemandangan lazim di Kota ini. Padahal, saat ini, dana pembangunan sungguh berlimpah. Kepala Laba berpulang dalam kesahajaannya. Dia menampakkan sosok yang layak disebut sebagai pahlawan, yang mengorbankan segalanya, termasuk kesenangan duniawi bagi publik Lembata.
Demikian halnya, almarhum Yohanes Sanu Liarian, politisi bersahaja yang sudah berpartisipasi dalam melahirkan perangkat regulasi daerah di awal otonomi daerah kita. Andai saja, di awal otonomi, proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lembata sudah diletakkan dalam semangat kebersamaan, boleh jadi perdebatan panjang saat ini, tidak bakal terjadi.

Forum Paripurna yang bernurani dan Peduli Keadilan….

Terhadap Ranperda Pajak Daerah dan 3 buah Ranperda Retribusi Daerah, Fraksi Nurani Peduli Keadilan memandang konsepsi yang diajukan masih sangat terbatas, namun cukup kontekstual. Terbatas karena diversifikasi obyek pajak dan retribusi masih belum berani dikembangkan berkaitan dengan batasan regulatif, juga keterbatasan obyek pelayanan yang disediakan Pemerintah Daerah. Kontekstual karena bersesuaian dengan kondisi kontekstual Lembata saat ini.
Namun demikian, perangkat peraturan yang dihasilkan baru dapat berfungsi optimal jika dijalankan oleh aparatur yang mumpuni. Karena itu, terkait Ranperda Pajak dan Retribusi Daerah, Fraksi kami menyampaikan beberapa catatan sebagai berikut:
  1. Retribusi Pasar di Kota Lewoleba dikembalikan penagihan dan pengelolaannya kepada Dinas Pendapatan dan PKAD.
  2. Pengelolaan sampah dan retribusi sampah dikembalikan kepada bidang tata ruang Dinas Pekerjaan Umum
  3. Tarif retribusi pelayanan kesehatan khusus tarif retribusi pelayanan Rumah Sakit Umum Lewoleba perlu dibicarakan kembali, mengingat kenaikan tarif rawat inap RSUD Lewoleba yang mencapai 800% dari tariff semula merupakan sebuah angka yang fantastik dan dikhawatirkan memberatkan masyarakat, dan bertolak belakang dengan trend pemberian pelayanan kesehatan gratis secara nasional.
  4. Terkait pengelolaan dan retribusi alat-alat berat pada Dinas Pekerjaan Umum diberikan tarif standar yang berlaku di pasaran, dan hendaknya menghilangkan seluruh pungutan yang selama ini menjadi kebiasaan buruk di lingkup Dinas PU padahal tidak diatur dalam Perda Retribusi Daerah.

Forum Paripurna yang bernurani dan Peduli Keadilan….
Terhadap Ranperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten, Fraksi Nurani Peduli Keadilan mengingatkan semua pihak agar memperhatikan dengan sungguh-sungguh regulasi yang lebih tinggi yang mendasari penyusunan dan pengajuan Ranperda RTRW Kabupaten, serta aspirasi masyarakat yang sedang berkembang beberapa tahun terakhir yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang.
Proses pembahasan pada beberapa tahapan sebelumnya, memperlihatkan adanya kompromi antara eksekutif dan legislatif. Namun, setelah tercapai kompromi maksimal atas konsep tata ruang yang sesungguhnya nonprosedural dan mengangkangi regulasi tata ruang, justru hendak dijungkirbalikkan kembali. Sehingga forum-forum pembahasan di DPRD penuh dengan ketegangan dan silang pendapat.
Untuk itu, Fraksi Nurani Peduli Keadilan patut mengingatkan bahwa prosedur sebagaimana dimaksud pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang secara tegas menyatakan, bahwa prosedur penyusunan rencana tata ruang meliputi: (a) proses penyusunan rencana tata ruang; (b) pelibatan peran masyarakat dalam perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan (c) pembahasan rancangan rencana tata ruang oleh pemangku kepentingan.
Butir (b) pasal 20 tersebut menunjukkan betapa masyarakat merupakan pemangku kepentingan utama yang patut didengar pendapat dan sikapnya atas pemanfaatan ruang. Karena itu, pemanfaat ruang bukanlah hasil pemaksaan kehendak para pembuat kebijakan terhadap masyarakat selaku stakeholder utama. Kepentingan pembuat kebijakan tidak begitu saja dapat mengalahkan posisi dan kepentingan masyarakat dalam perumusan pasal-pasal Ranperda RTRW.
Selain itu, konsep Ranperda RTRW terakhir yang diajukan Pemerintah Kabupaten kepada DPRD merupakan perubahan dan atau perbaikan terhadap konsep sebelumnya yang disusun dengan menggunakan jasa konsultan. Anehnya lagi, konsep yang disusun oleh konsultan sama sekali tidak mampu memenuhi persyaratan dasar penyusunan konsep RTRW beserta Ranperdanya, sesuai ketentuan Permen PU NOMOR : 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten maupun berdasarkan ketentuan PP 15 Tahun 2010. Padahal, anggaran yang disediakan untuk penyusunan RTRW mendekati angka Rp 2 miliar.
Untuk itu, Fraksi Nurani Peduli Keadilan patut menduga adanya praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) dalam proses penyusunan Ranperda RTRW Kabupaten Lembata ini. Sehingga, Fraksi kami meminta forum yang terhormat agar merekomendasikan audit dengan tujuan tertentu oleh BPK RI terhadap pengelolaan dana penyusunan Ranperda RTRW Kabupaten Lembata.
Fraksi Nurani Peduli Keadilan juga patut mengingatkan forum paripurna ini terhadap ketentuan pasal 32 PP 15 Tahun 2010, yang mensyaratkan agar dilakukan pembahasan rancangan RTRW kabupaten oleh para pemangku kepentingan di tingkat kabupaten. Sehingga rekomendasi Pansus II agar forum paripurna ini mengambil keputusan terhadap opsi atas rumusan Pasal 50 Ranperda RTRW sama sekali tidak beralasan dari sisi regulasi, kecuali digunakan rumusan yang diajukan pemerintah. Jika rumusan yang ada ditambahkan lagi dengan frasa lainnya, maka harus dilakukan dulu tahapan pembahasan bersama para pemangku kepentingan, terutama masyarakat di Kedang dan Leragere.
Fraksi Nurani Peduli Keadilan menyatakan menolak dengan tegas tambahan frasa “mineral logam” dalam pasal 50 Ranperda RTRW Kabupaten Lembata. Fraksi kami akan senantiasa memperjuangkan kepentingan masyarakat yang sudah secara tegas menyatakan sikap menolak pertambangan mineral logam (emas dan tembaga) di Leragere dan Kedang, sejak beberapa tahun silam. Maka, sekali lagi, fraksi kami menyatakan secara tegas menolak tambahan frasa: “mineral logam” dalam pasal 50 Ranperda RTRW Kabupaten Lembata.

Forum Paripurna yang bernurani dan Peduli Keadilan….
Sebelum mengakhiri pendapat fraksi ini, kami ingin menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada segenap instansi pemerintah yang telah bersama Pansus I dan Pansus II, untuk membahas lima buah Ranperda yang diajukan. Khusus kepada Dinas Pendapatan dan PPKAD, dan Dinas Pekerjaan Umum, Fraksi kami menyampaikan salut dan hormat atas kerja keras merumuskan Ranperda untuk diajukan kepada DPRD Lembata.
Kami juga menyampaikan salut terhadap segenap pimpinan dan anggota DPRD Lembata yang sudah berjuang keras untuk menuntaskan pembahasan lima buah Ranperda yang diajukan pemerintah. Marilah kita mengambil keputusan dengan kepala dingin untuk kepentingan masyarakat dan daerah kita, tanpa harus mencederai rasa keadilan masyarakat dan demokrasi.
Semoga Lewotana Leuawuq meridhoi setiap tutur kata dan langkah kita semua.

Lewoleba, 10 November 2010
Fraksi Nurani Peduli Keadilan
Fredrikus Wilhelmus Wahon (Ketua)
Aloysius Urbanus Uri Murin(Sekretaris/Anggota)
Bediona Philipus, SH, MA (Anggota)