Warga Tolak Caretaker Kades Dikasare
Ratusan warga Desa Dikesare tak kuasa menyembukan kekesalannya atas sikap Bupati Lembata yang memberhentikan kadesnya, Rafael Suban Ikun. Kontan saja, mereka segera menghimpun diri dan mempersiapkan aksi unjukrasa ke kantor camat Lebatukan dan kantor Bupati Lembata. Ijin dari Polres Lembata pun sudah dikantongi.
Sayangnya, ketika tengah menanti hari “H” beraksi, Wabup Lembata, Drs. Andreas Nula Liliewerr mengirim staf Kesbanglinmas, Markus Lela Udak untuk “merayu” massa agar tidak melancarkan aksi. Wabup bahkan menyanggupi untuk menerima utusan warga di ruang kerjanya.
Sikap kompromis ini disambut hangat warga desa, kendati dalam suasana batin yang was-was. Lima orang utusan warga Desa Dikesare pun dikirim menemui Wabup Liliweri, Senin (11/11). Tanpa kompromi mereka langsung menuntut agar Pemerintah Kabupaten Lembata menarik kembali Surat Keputusan (SK) Bupati Lembata tentang Pemberhentian Kepala Desa Dikesare Kecamatan Lebatukan. Menurut warga, pemberhentian itu tidak sesuai prosedur dan membingungkan.
Lima utusan itu adalah Fransisko Making, Emanuel Making (ketua BPD), Batolomeus Bos, Fidelis Kewaman, dan Yohanes Vianye. Hadir dalam pertemuan itu Kepala Bagian Pemerintah Desa Wilem Sogen, Kepala Bagian Tata Pemerintah Setda Lembata, Said Kopong, Asisten II Setda Lembata, Lukas Witak dan beberapa pejabat lain, termasuk Kasat Intel Polres Lembata, Iptu Jamaludin.
Koordinator utusan warga Desa Dikesare, Fransisko Making mengatakan, kehadiran mereka untuk meminta klarifikasi soal pemberhentian Kepala Desa Dikesare. Mereka menanyakan dasar atau alasan dikeluarkan SK pemberhentian itu. Mereka juga minta Bupati Lembata Andreas Duli Manuk menarik kembali SK pemberhentian itu. Masyarakat Dikesare, kata dia, juga minta supaya Kepala Desa Dikesare Rafel Suban Ikun yang terpilih untuk kedua kalinya itu segera dilantik.
Wakil Bupati Lembata Andreas Nula Liliweri dan Kepala Bagian Pemerintah Desa, Wilem Sogen menjelaskan usulan Pejabat Caretaker kepala desa itu sebenarnya atas usulan BPD. Namun hal itu tidak dilakukan oleh Badan Perwakilan Desa (BPD) sehingga Pemerintah Daerah mengeluarkan SK pemberhentian Kepala Desa Dikesare dan menunjuk Caretaker Pejabat Kepala Desa Dikesare, yakni Making Gregorius (Sekretaris Kecamatan Lebatukan). Wakil Bupati Lembata mengatakan SK itu dikeluarkan karena masa jabatan Kepala Desa Dikesare Rafel Suban Ikun sudah berakhir 20 Juni 2007. Hal yang sama disampaikan Asisten II Setda Lembata, Lukas Lipataman Witak.
Ini benar-benar membingungkan. Pasalnya, Ketua BPD Dikesare, Emanuel Making mengatakan sebelum pemilihan kepala desa ia sebagai ketua BPD sudah berkonsultasi dengan seksi tata pemerintahan Kecamatan Lebatukan soal pejabat kepala desa. Namun, ketika itu, kepala tata pemerintahan mengatakan tidak menjadi soal dan pejabat kepala desa itu hanya formalitas saja.
Berdasarkan hasil konsultasi itu maka mereka tidak atau mengusulkan pejabat kepala desa dan proses pemilihan kepala desa berjalan dengan aman dan demokratis. “Mana yang kami pegang, orang kecamatan omong lain, pemerintah kabupaten omong lain. Setahu saya pemerintah kecamatan itu perpanjangan tangan pemerintah kabupaten,” tandasnya.
Emanuel Making juga mengatakan kalau hanya alasan masa jabatan kepala desa Dikesare sudah berakhir 20 Juni 2007, mengapa hanya dia saja yang mendapat SK Pemberhentian, sementara banyak kepala desa di Kecamatan Lebatukan yang masa jabatannya juga sudah berakhir tapi tidak diberhentikan. Bahkan ada pemilihan kepala desa lebih dahulu dari pemilihan kepala desa Dikesare.
Kontan saja, situasi mulai tegang. Wabup dan Asisten II yang mulai terpojok tampak berusaha membangun argumentasi pembelaan diri. Wabup Liliweri beralasan bahwa selain karena alasan masa jabatan berakhir, juga ada laporan dari masyarakat terkait perilaku Kepala Desa Dikesare. Akan tetapi, Fransisko Making langsung menohok bahwa bagi mereka tidak ada masalah kalau hanya laporan dari Usman Gega (calon Kepala Desa yang kalah). Bahkan, soal “ulah” Usman, mereka sendiri sudah menghadap pihak kecamatan Lebatukan untuk klarifikasi. Namun saat itu Usman Gega tidak hadir. Dia bahkan menilai laporan Usman Gega salah alamat, karena seharusnya pengaduan itu disampaikan kepada panitia pemilihan kepala desa bukan ke kecamatan atau ke kabupaten.
Liliweri tak habis akal, ia langsung menepis. Diakui bahwa pengaduan Usman memang salah alamat. Menurut dia, laporan yang dimaksud bukan dari Usman Gega, tetapi masyarakat lainnya. Sayangnya, ia tidak menjelaskan siapa yang melaporkan Kades Ikun ke pemerintah kabupaten.
Asisiten II Setda Lembata Lukas Witak bahkan mempertegas ucapan Wabup. Dikatakan, laporan yang disampaikan menyangkut korupsi yang dilakukan oleh Kades Dikesare. “Kalau omong tentang korupsi kita punya telinga ini berdiri semua,” ujarnya. Terus?
Sabar dulu. Fransisko Making balik mengingatkan bahwa pada tanggal 19 Juli 2007, Badan Pengawas (Banwas) Lembata sudah melakukan pemeriksaan terhadap Kades dan seluruh staf desa. Hasilnya, Banwas menyatakan tidak menemukan adanya indikasi tindakan korupsi.
Tak ayal lagi, ini menyulut emosi Wabup. Dengan nada suara keras, Wabup meminta Making menyebutkan atau menjelaskan jenis-jenis pemeriksaan. Namun dengan santai Making mengatakan, “Saya tidak tahu.”
“Kau stop omong itu,” tohok Lukas Witak. Suasana pertemuan makin panas. Witak menegaskan bahwa pemberhentian Kades Dikesare guna memperlancar proses admnistrasi. Dikatakan, desa akan mengalami kesulitan kalau Pemerintah Desa Dikesare mengurus administrasi, misalnya tentang keuangan desa. “Uang desa tidak mungkin bisa dicairkan kalau ditandatangani Rafel Suban Ikun karena masa jabatannya sudah berakhir. Karena itu perlu ditunjuk seorang pejabat kepala desa sebelum kepala desa terpilih dilantik,” kata Lukas Witak.
Tapi, Ketua BPD Dikesare, Emanuel Making balik menyergap bahwa tanpa Dana Alokasi Desa (ADD) mereka tetap bisa hidup. Ya, “kami tetap bisa hidup tanpa ADD,” tandasnya.
Emanuel Making juga mengatakan mereka tetap tidak menerima pejabat kepala desa yang ditunjuk bupati. Kalau pemerintah tetap tidak mau maka mereka mengancam akan melantik sendiri kepala desa yang mereka pilih secara demokratis. Pernyataan Emanuel Making ini membuat beberapa pejabat emosi dan minta menarik kembali pernyataannya.
Suasana pertemuan selama kurang lebih dua jam ini tegang. Lima utusan warga desa Dikesare itu tidak terima penjelasan pemerintah karena itu meraka minta supaya Wabup dan jajarannya bisa menjelaskan sendiri kepada masyarakat Dikesare.
Semua permintaan masyarakat itu tidak terpenuhi. Utusan diminta menjelaskan ke masyarakat. Emanuel making dan Fransisko Making mengatakan mereka tidak puas dengan penjelasan pemerintah.
Asal tahu saja, pasal 35 Perda Lembata Nomor 5 Tahun 2006, menyebutkan, “Kepala Desa diberhentikan sementara oleh Bupati tanpa melalui usulan BPD karena berstatus sebagai tersangka karena melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar dan atau tindak pidana terhadap keamanan negara.”Sejauh ini, Rafael Suban Ikun tidak pernah dikenakan status sebagai tersangka. Pun, BPD sama sekali tak pernah mengusulkan pemberhentiannya. Karena itu, mereka menilai keluarnya SK pemberhentian sebagai tindakan sewenang-wenang yang melecehkan demokrasi di desa.(fredy wahon/hu flores pos)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar