PILGUB: Membaca Arus Politik Tallo
* Lebu Raya Di Ujung Tanduk,
* EHOK - HARMAN Rebutan Pintu,
* Medah - Adoe - Laiskodat Antre
Genderang pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi NTT baru akan ditabuh 15 Februari nanti. Namun sejak setahun silam, kalender dan stiker para bakal calon sudah bertebaran hingga ke pelosok daerah terpencil. Sosok Gubernur Piet Alexander Tallo, SH disebut-sebut masih memegang kunci dalam menentukan siapa yang bakal memenangkan pertarungan. Kemanakah arus politik dialirkan Tallo?
Kendati tahapan Pilkada Gubernur/Wagub sudah di ambang pintu, baru satu paket yang dipastikan maju ke arena pertarungan. Yakni, Drs. Frans Lebu Raya-Ir. Eston Foenay, MSi alias FREN yang diusung PDI Perjuangan. Paket kedua yang hampir bisa dipastikan tembus ke arena adalah Drs. Gaspar Parang Ehok – Yulius Bobo, SE, MM alias GAUL yang dideklarasikan partai-partai gurem.
Namun, posisi GAUL masih terancam oleh guncangan di tubuh PPDI –salah satu partai pendukungnya. Sekalipun, PPDI versi Jhon Dekrasano memang mengakomodir GAUL, tapi versi Simon Hayon justru mengusung Doktor Benny Kabur Harman, SH, MH yang dipasangkan dengan Drs. Alfred Kase, MSi --Sekretaris Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Maklum saja, Benny Harman adalah kader PKPI yang kini jadi anggota Komisi III DPR RI. Jika PKPI keluar, GAUL masih harus mencari tambahan suara. Pasalnya, total suara partai pendukung yang tersisa cuma delapan kursi Dewan, terpaut 1 kursi dari 9 kursi yang dipersyaratkan untuk memenuhi quota 15%. Partai-partai pendukung GAUL adalah PPDI yang punya empat (4) kursi di DPRD NTT, Partai Pelopor (2 kursi), PNBK (1 kursi), PPD (1 kursi). Karena itulah, kubu GAUL sedang gencar memburu PDS (4 kursi) dan Partai Demokrat (2 kursi).
Celakanya, PPD tampaknya mulai goyah oleh pendatang baru di pentas politik NTT, Benediktus Bosu, SH –notaris sekaligus pengusaha real estate kelahiran Ende, yang boleh dibilang cukup sukses di Jawa Timur. Apalagi, dikabarkan tim sukses Bosu sedang meminang Ina Tallo, putri Gubernur Piet Alexander Tallo. Paket Bosu – Ina Tallo dikabarkan tengah menggalang kekuatan partai-partai non parlemen plus PPD. Artinya, prosentase akumulasi perolehan suara pemilu legislatif yang dikejar, dan diyakini akan mencapai 17% lebih jika ditambah PPD.
Goncangan di tubuh PPD ini diakui pentolan tim sukses GAUL, Drs. Jhon Dekrasano. Ya, “Partai Persatuan Daerah (PPD) itu baru-baru ini sebenarnya mendukung kita, tapi tidak ikut menandatangani deklarasi. Padahal di Jakarta DPP-nya itu menandatangani deklarasi tanggal 9 Maret 2007. Kita tinggal lihat saja bagaimana keputusan DPP untuk Partai Persatuan Daerah (PPD) itu,” ujarnya.
Figur lain yang ikut meramaikan perebutan pintu masuk melalui gabungan partai adalah Kombes Polisi Alfons Loemau, putra NTT asal Belu yang kini bertugas di Mapolda NTT. Dikabarkan, Loemau akan berpasangan dengan Doktor Frans Salesman, ketua Bappeda Manggarai sekarang. Paket ini disebut-sebut sudah mengantongi empat kursi Partai Damai Sejahtera (PDS), dan tengah membidik Partai Demokrat. Tapi, kalau pun dua partai itu berhasil digaet mereka masih terpaut tiga kursi lagi untuk mencapai quota 15%.
Sementara satu figur lagi yang masih samar-samar adalah Jhonatan Nubatonis, putra TTS yang kini berkiprah di Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Disebut-sebut Ketua Persatuan Orang Timor (POT) ini akan berpasangan dengan dr. Valens Sili Tupen, mantan Kadis Kesehatan Ngada, yang kini memimpin Dinas Kesehatan Flotim. Dua tokoh non partai ini masih belum terdengar soal pintu masuknya.
Bagaimana dengan Golkar? Sekretaris Golkar, Cyrilus Bau Engo menyebut bahwa LSI masih melakukan survei untuk menentukan siapa yang didominan di mata publik. Tapi, sesungguhnya ada tiga figur dominan di bawah beringin. Yakni, Drs. Ibrahim Agustinus Medah (Ketua DPD Golkar NTT/Bupati Kupang), Victor Bungtilu Laiskodat, SH (anggota DPR-RI) dan Drs. Melkianus Adoe (Ketua DPRD NTT).
Sebagai pemegang tongkat komando partai di NTT, Medah sesungguhnya punya kans besar. Tapi, belakangan ia digebuk dengan sejumlah kasus dugaan korupsi di Kabupaten Kupang, yang proses hukumnya jalan di tempat. Hanya saja, melihat proses hukum terhadap Wakil Bupati, Ruben Funay atas dugaan korupsi semasa menjadi Ketua DPRD Kabupaten Kupang, yang akhirnya divonis bebas, kalkulasi politik terhadap posisi Medah agak berbeda. Politisi kawakan itu disebut-sebut akan keluar dari kemelut hukum untuk maju terus melaju di arena Pilkada. Hanya saja, , ia masih harus berhadapan dengan Victor Bungtilu Laiskodat yang gencar menggempur lapangan melalui Yayasan Victori, miliknya. Apalagi Laiskodat telah kesohor lantaran mampu menandingi Piet Tallo dalam pengumpulan suara di DPRD NTT, lima tahun lalu. Berpasangan dengan Simon Hayon, Laiskodat nyaris menjadi Gubernur NTT jika tidak terpaut satu suara. Mengejutkan memang!
Sayangnya, Laiskodat tercoreng oleh pemberitaan seputar masa mudanya yang pernah menjadi penghuni bui. Ya, “Pak Viktor di satu sisi lain dia punya kelemahan adalah masa lalu, pernah masuk penjara. Itu masa lalunya,” aku Arif Rahman, salah seorang tim suksesnya.
Namun, sambung Arif, “keunggulannya adalah aset finansial. Viktor tidak menggunakan uang dengan mark up proyek untuk suksesi. Kita di Pak Viktor saja kita hitung biaya jaringan saja itu Rp 15 miliar itu sampai ke tingkat desa. Kita belum hitung ongkos bantuan kepada masyarakat.” Gila!
Boleh jadi, inilah yang membuat Golkar harus menghitung moment untuk mengumumkan paket yang akan diajukan untuk bertarung. Jika tidak diakomodir, bukan tidak mungkin figur yang tersingkir akan memburu kendaraan politik lain untuk balik menggebuk paket Golkar. Pengalaman Daniel Adoe dalam Pilkada Kota Kupang sungguh jadi pelajaran, bahwa figur unggulan Golkar justru terjungkal oleh kader yang digusur Golkar.
Figur ketiga yang agak tenang tanpa badai berarti adalah Mell Adoe. Jajaran pengurus teras Golkar bahkan sempat mengancam me-recall Mell dari DPRD karena rajin masuk keluar kampung menggalang dukungan. Tapi, jika Medah tersandung, dan Laiskodat tergusur oleh masa lalunya, maka langkah Mell Adoe ke arena pertarungan akan mulus. Terus?
Dari peta kandidat yang beredar, tampaknya benar apa yang dikatakan mantan sekretaris DPD PDIP NTT, Ir. Karel Jani Mboeik bahwa yang menentukan siapa yang bakal memenangkan pertarungan nantinya adalah massa pemilih dari Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Selain merupakan kabupaten dengan pemilih terbesar di NTT, hampir bisa dipastikan tidak ada figur dari wilayah ini yang maju bertarung. Sebab posisi Jonathan Nubatonis masih cukup sulit mendapatkan pintu. “Siapa pun yang menang di TTS, dialah yang akan menjadi gubernur kalau konstelasinya macam sekarang ini,” ujar Jani Mboeik, optimistis.
Apalagi, diyakini bahwa pemilih NTT masih belum cukup nasionalis dan rasional. Orang masih cenderung memilih dengan pertimbangan-pertimbangan kedekatan emosional primordialistik. “Kalau ada orang yang mengatakan pemilih di NTT itu nasionalis, itu tidak benar. Itu pembodohan bagi saya. Dan ini harus dilihat oleh partai bahwa pemilih tidak nasional itu inti pokok. Bukan militansi, mereka tidak nasionalis. Mereka memilih karena suku, agama, golongan dan lain-lain,” tandas Jani Mboeik, lagi.
Pada simpul inilah posisi politik Piet Tallo menjadi dominan. Mantan bupati TTS dua periode ini masih sangat didengar para tokoh politik TTS. Pun, warga TTS masih sangat mendengar suaranya. Lihat saja, pertarungan Pilgub lima tahun silam. Golkar TTS mati-matian mempertahankan Piet Tallo, bahkan sampai nekad memerintahkan wakilnya di DPRD NTT untuk memilih paket Tallo-Lebu Raya yang diusung PDIP. Selain karena di TTS, masih ada Chris Tallo, adik Piet Tallo, toh keberanian Golkar TTS menantang arus DPP yang mendukung Eston Funay-Gaspar Ehok, bukanlah sesuatu yang mudah. Tapi, Golkar TTS tentu tak mau kehilangan massa pemilih TTS menghadapi pemilu 2004, ketika itu.
Sesungguhnya, Lebu Raya punya kans menggaet massa pendukung Tallo. Karena dia sempat jadi “penyelamat” bagi Tallo untuk kembali memimpin NTT kedua kali, setelah Golkar meninggalkan Tallo. Sekalipun, ketika itu, Tallo juga punya kans di Fraksi Gabungan untuk berpasangan dengan Simon Hayon, toh tidak semulus jika lewati pintu PDIP. Tapi, itu lima tahun lalu.
Langkah politik PDIP setelah duduk di puncak kekuasaan justru acapkali balik “menggebuk” Tallo. Lihat saja, kasus Sarkes yang dikerjakan “orang-orang dekat” pusar kekuasaan PDIP justru bikin Tallo harus berurusan dengan polisi. Lebih parah lagi, gempuran politisi PDIP atas proyek pembangunan gedung Bank NTT yang memojokkan sejumlah “orang dekat” Tallo. Pun, disinyalir kalau ‘rumor meninggalnya Piet Tallo’ sengaja ditiupkan untuk melanggengkan langkah Lebu Raya mengambil alih kekuasaan dari tangan Tallo.
“Dulu merengek-rengek minta gandeng Piet Tallo. Setelah masuk, malah balik menikam dari belakang,” ujar salah seorang tokoh yang dikenal dekat dengan Piet Tallo, mengomentari sikap pentolan PDIP.
Di titik inilah, Lebu Raya berada di ujung tanduk. Apalagi, Lebu Raya telah “membuang” Piet Djami Rebo yang sempat berperang dengan Tallo dalam kasus mutasi Ir. Andre Ratu Kore ke Bappeda NTT dari Kasubdin Cipta Karya, dan merangkul Eston Foenay. Terbuangnya Djami Rebo tentu saja membuka jalan mulus bagi GAUL di daratan Sumba. Karena selain kelahiran Sumba, Yulius Bobo juga kader PDIP yang sempat jadi anggota fraksi PDIP DPR-RI dan calon bupati Sumba Barat dari PDIP. Sehingga harapan terbesar FREN adalah mendulang suara Kota dan Kabupaten Kupang serta TTS, yang selama ini dipadati massa pendukung Tallo. Sayangnya, Eston juga sempat menantang Tallo pada Pilgub lima tahun silam. Artinya, pergantian figur tetap sama sekali tak mampu menjinakan hubungan politik dengan kubu pendukung Tallo. Singkatnya, kecil peluang Tallo mengalirkan arus politiknya ke kubu FREN. Lalu, kemana akan diarahkan?
Munculnya nama Ina Tallo dalam bursa bakal cawagub memicu spekulasi baru. Bisa jadi, ini sebagai pilihan alternatif jika Medah dan Mell Adoe sama-sama tersandung. Tapi, bila Medah atau Mell yang lolos, maka arena pertarungan akan benar-benar sengit. Lawan tanding terhebat mereka adalah gabungan partai: entah Gaspar Ehok, Benny Harman atau Benny Bosu. Atau, mungkin juga Laiskodat yang dikabarkan memiliki tim sukses yang sudah cukup merata di semua kabupaten se-NTT. Karena, Laiskodat memang agak royal belanja pembentukan jaringan. “Kita hitung biaya jaringan saja itu Rp 15 miliar itu sampai ke tingkat desa. Kita belum hitung ongkos bantuan kepada masyarakat,” ucap Arif Rahman.
Sekalipun pernah berhadap-hadapan, Laiskodat dan Tallo saat ini sama-sama bernaung di bawah beriringin. Artinya, bila Laiskodat lolos dari Golkar dan Ina Tallo tak jadi dipinang Bosu, boleh jadi, tak akan ada arus politik yang dialirkan Tallo. Tapi, bukan tidak mungkin pula kalau arus politik Tallo mengalir kepada Laiskodat jika putra Pulau Semau itu mampu lentur. Bisa juga, dukungan Tallo bisa mengalir ke Gaspar Ehok yang pernah membantu Tallo jadi Kadis maupun Asisten Setda.
Tapi, bukan tidak mungkin pula kalau Tallo akhirnya mensuport Alfred Kase yang berpasangan dengan Benny Harman. Jika ini sampai terjadi, maka pertarungan bakal sungguh-sungguh seru. Karena tanpa dukungan Tallo pun, Kase tentu akan mampu membelah suara TTS. Jika Benny mampu mendulang suara di kawasan Flores, jalan ke pusar kekuasaan akan mulus.
Nah, kita nantikan saja, babak akhir pertarungan perebutan pintu masuk arena Pilkada Gubernur 2008. Dari situ akan bisa terbaca jelas, kemana arah arus politik Tallo akan mengalir, sekalipun kini ia sedang menderita sakit. n fredy wahon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar