Selasa, 29 Januari 2008

“Tarif RSUD Yohanes Naik 600%, Lebu Raya Tak Pernah Protes”

“Penerapan tarif Rumah Sakit Umum (RSU) dr. W.Z. Yohannes yang naik 600% tidak ada satu pejabat, Frans Lebu Raya tidak pernah protes, tidak ada satu pejabat yang mengatakan bahwa dicabut. Ngapain kita dukung? Jadi bukan soal daerah, satu pulau dengan saya, satu keluarga dengan saya, oh itu bukan jamannya lagi,” tandas Arif Rahman, S.Sos, M.Si —putra Adonara yang memilih bergabung dalam tim sukses bakal calon guber­nur, Viktor Bungtilu Laiskodat, SH kepada Demos NTT.
Berikut nukilan wawancaranya dengan Agust Riberu dari Demos NTT di kediamannya, Kelurahan Tuak Daun Merah (TDM). Kota Kupang, Jumat (25/1) lalu.

Bagaimana Anda melihat Pil­ka­da Gubernur kali ini?
Soal Pilkada yang berlang­sung kali ini, yang pertama kita menghimbau kepada koruptor atau orang-orang yang terindi­kasi korupsi meskipun mereka-mereka yang secara hukum be­lum dibuktikan tetapi dalam as­pek sosial atau fakta sosial kita bisa melihat bahwa ini koruptor atau tidak. Kita harapkan figur calon bebas dari itu. Yang kedua, bahwa calon ke­pala daerah itu selain bebas dari korupsi, harus bebas dari penin­dasan hak-hak asasi ma­nusia (HAM). Dia bisa bicara soal eko­nomi, pendidikan, kemiskinan masyarakat. Jadi keberpihakan kepada rakyat.
Saya melihat bahwa me­mang masyarakat sudah mulai sadar bahwa pejabat yang korup itu harus ditumbangkan. Misal­nya, di Flores Timur, Felix Fer­nandez, yang dianggap sangat korup tumbang, di Manggarai —Anton Bagul Dagur— juga tum­bang. Ini berarti Pilkada lang­sung itu memberi catatan khusus bagi para kandidat agar betul-betul menjaga kepercayaan publik.
Kita melihat bahwa selama ini siapapun menjadi pejabat Guber­nur, anaknya, anak man­tu­nya, adik­nya, bermain proyek. Itu kita bi­sa melihat secara terang-te­ra­ng­an. Kalau tidak Bu­pati sendiri atau Gubernur sen­diri dengan menggunakan ben­de­ra (nama pe­r­u­sahaan) orang lain untuk bagaimana menda­patkan pro­yek dan mendapat­kan keun­tungan dari proyek itu de­ngan cara me-mark up harga ba­rang atau juga underquality.
Kemudian saya melihat be­lum ada calon yang spektakuler secara ekonomi. Dia punya misi, visi soal itu. Karena apa? Tan­tang­an terberat kepala daerah kede­pan adalah pengangguran. Ini sa­ya belum lihat. Misalnya di Pro­vinsi, Pilgub saya melihat Gaspar Parang Ehok yang dua periode menjadi Bupati, tapi tidak buat kemajuan di Mang­garai, bahkan dia juga sekarang terjangkit strok. Kemudian, Frans Lebu Raya juga terindikasi kasus sarkes. Itu digu­nakan untuk Pil­Gub saat itu (2003). Terus, Drs. IA Medah juga dite­ngarai misalnya pembelihan Ka­pal Timau, Pembe­lian Kapal Ikan, Rumpon dan ba­nyak lagi, bahkan pembangunan kantor di Oelmasi, Ibukota Kabu­paten Ku­pang yang baru juga sa­rat masa­lah, dimana tiang-tiang pancang seharusnya 8 meter dija­dikan 6 me­ter. Ini semua walau­pun belum dibukti­kan secara hu­kum, kalau kita me­lihat orang-orang ini maka tidak ada perubahan ke­depan.

Jadi Anda tegas mendukung Viktor Laiskodat?
Memang saya secara sepi­hak, secara pribadi, saya mendu­kung Pak Viktor Laiskodat. Itu karena saya melihat janjinya bah­wa dia sanggup menda­tang­kan investor ke NTT. Te­tapi kalau nan­ti juga perkembangan beri­kutnya misal Pak Viktor Laisko­dat jadi Gubernur. Tapi kita harus kontrol dia, bahwa Pak Viktor kenapa tipu dan ini kita harus lihat kesitu.

Jadi, Anda tidak tertarik un­tuk mendukung paket FREN?
Pertama, itu tadi saya tidak mau terindikasi korupsi. Yang ke­dua, kebencian saya terhadap pa­ket FREN itu adalah soal bagai­mana Pak Piet A. Tallo mengu­sung Sekda, dimana calon Sekda itu ada 3 (tiga) orang. Satu dari Katholik, satu dari Muslim dan satu lagi dari Protestan. Mengapa PDIP membanci, bahkan memaki-maki Islam? Itu yang saya tidak mau. Bahwa kalau tidak suka Ja­min Habib, agama jangan diba­wa-bawa. Jadi kita kasih belajar kepada rakyat bahwa persoalan jabatan publik maupun karir biro­krasi dimana Sekda itu menjadi karir puncak atau jabatan politik?
Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati adalah bukan kita omong soal agama. Kita ingin­kan bahwa seorang pejabat itu bisa mengerti, memahami selu­ruh gejolak yang ada dalam ma­sya­rakat. Jadi kalau dia Muslim, juga ngapain? Kalau Muslim tu­kang korup ngapain orang Islam ha­rus ini? Kalau dia protestan, kalau Protestan juga tukang curi ngapain. Kalau dia Katolik, Katolik juga tidak bisa berpihak kepada rakyat ngapain?
Penerapan tarif Rumah Sakit Umum (RSU) dr. W.Z. Yohannes yang naik 600% tidak ada satu pejabat, Frans Lebu Raya tidak pernah protes, tidak ada satu pe­jabat yang mengatakan bahwa dicabut. Ngapain kita dukung?
Jadi bukan soal daerah, satu pulau dengan saya, satu keluar­ga dengan saya, oh itu bukan ja­mannya lagi. Kandidat itu ha­rus punya visi, punya karakter kepe­mimpinan. Itu seperti apa? Dia ha­rus punya.

Kabarnya, FREN mengklaim didukung oleh masyarakat Lama­holot. Menurut Anda?
Loh, kita Lamaholot tidak du­kung itu. Jadi saya berani ber­taruh bahwa dia kalau mau me­nang di Flores Timur itu, Frans Lebu Raya 50% itu dia sudah sukses, kalau Pak Viktor. Dan, saya perkirakan di Flotim itu ka­lau Pak Viktor masuk dan Dia (Frans Lebu Raya) tidak sampai 50%. Nah, kalau di Flotim sudah tidak didukung, bagaimana indikator dari daerah lain. Hal ini juga kan repot.
Mengapa? Mengapa orang Flotim tidak dukung Frans Lebu Raya? Orang-orang melihat se­ca­ra nyata bahwa saya misalnya ulang-ulang dialog dengan ma­sya­rakat, bahwa masyarakat me­­­nga­takan kami ini tidak tahu bikin proposal, tidak sekolah. Ka­mi disuruh bikin proposal, kom­puter kami pake sewa bikin proposal, sampai hari ini misalnya ban­tuan yang dijanjikan Pak Le­bu Raya sampai hari ini tidak ada bantuan, hanya janji saja. Beda dengan Pak Viktor. Ma­syarakat mengeluh bahwa ada demam berdarah, dia turunkan de­ngan yayasan, diturunkan fo­gging, dan melakukan pengo­bat­an. Ma­syarakat mengeluh ada kelapar­an, dia turunkan beras bantuan. Ini menjadi indikator bahwa rakyat sudah mulai beru­bah ka­lau kau pemilihnya bang­ga orang Adonara jadi Gubernur, semen­tara tidak ada trickle down efect atau kebawah tidak, ngapain? Ngapain sebagai orang Adonara saya bang­ga Frans Lebu Raya jadi Gu­ber­nur, sementara efek kebawah bagi kita tidak ada?
Dan, menjadi catatan penting ketika PDIP mempersoalkan Sek­da, bukan Islam dimaki-maki ma­ka akan sangat sulit Lebu Ra­ya itu mendapat dukungan. Nah, kalau orang Lamaholot yang Mus­­lim itu kalau dia sangat buta dia selalu mendukung Lebu Ra­ya. Itu dia sangat buta. Karena itu memberikan luka yang sangat dalam ketika PDIP memper­soal­kan Pak Jamin Habib, bukan Ja­min Habibnya, islam yang diper­soalkan, itu yang menjadi kema­rahan, kebencian umat Islam.

Apa keunggulan komparatif Laiskodat dibandingkan figur yang lain?
Jadi Pak Viktor di satu sisi lain dia punya kelemahan adalah masa lalu, pernah masuk penjara. Itu masa lalunya. Tetapi keung­gul­annya adalah aset finansial. Viktor tidak menggunakan uang dengan mark up proyek untuk suk­sesi. Kita di Pak Viktor saja kita hitung biaya jaringan saja itu 15 miliar itu sampai ke tingkat desa. Kita belum hitung ongkos bantuan kepada masyarakat. Maka, Gu­ber­nur itu pertama secara finan­sial dia harus kuat dalam Pilkada. Jadi kalau Pak Viktor misalnya sanggup membawa maksimal Rp 50 milliar saja, maka ada per­pu­taran luar biasa uang itu.
Nah, kalau Medah, nah kalau Le­bu Raya, Gaspar Parang Ehok, dapat uang dari mana? Ini kan per­tanyaan. Maka ada sejumlah proyek pasti tidak bermutu. Pro­yek-proyek pasti tidak bermutu ka­rena yang mereka mampu itu hanya meng­ambil bagian dari situ. Mereka tidak punya keung­gulan untuk memba­wa investor dari luar.

Masih ada yang mau Anda ka­takan terkait Pilkada Guber­nur 2008 ini?
Pesan saya untuk Pilkada kali ini, artinya bahwa masyarakat se­cara jernih melihat, masya­ra­kat ingin perubahan atau ego, ego agama atau ego daerah. Nah, ka­lau saya ego agama atau ego dae­rah, pasti saya pilih Frans Lebu Raya. Tapi saya tidak me­lihat itu. Saya melihat tokoh kedepan ini tidak omong soal aga­ma, mendis­kriminasi soal agama.
Tokoh kedepan itu adalah sanggup menjadi lokomotif untuk menarik gerbong ekonomi ma­suk ke NTT. Karena apa? Ba­nyak pe­ngangguran yang sangat be­sar di NTT ini. Sangat berbahaya ketika pihak-pihak luar meletup­kan isu-isu agama atau isu-isu su­ku lebih cepat. Karena apa? Ka­re­na pe­ngangguran, orang tidak ker­ja.
Kira-kira itu yang saya bisa sampaikan bahwa semua ter­gan­tung rakyat meskipun pilihan Pak Viktor tapi rakyat bisa beda. Saya pikir tidak ada klaim dari suku-suku didalam Pilkada, mi­salnya pro Lamaholot-lah, tidak boleh ada klaim. Itu kita sudah secara jernih menyampaikan pro­gram secara jernih ke publik. Contoh nyatanya adalah Dan Adoe, ketika memberi contoh program-program semua program tidak dikerjakan, marahlah. Malu kan kita yang mendukung. Kedepan kalau program yang kau tidak bisa kerjakan jangan jual ke pubik. Nantilah kau me­nang dulu baru kau bisa kerjakan atau tidak. Calon kepala daerah, baik Gu­bernur maupun Bupati adalah dia harus menjual program ker­ja yang bakal dikerjakannya. Bukan seperti Dan Adoe, bahwa ini cuma wacana, bisa, ia bisa tidak, tidak boleh lagi. Itu nama­nya pembohongan politik. peni­puan para politisi dan itu tidak boleh terjadi lagi.

Tidak ada komentar: