“Penerapan tarif Rumah Sakit Umum (RSU) dr. W.Z. Yohannes yang naik 600% tidak ada satu pejabat, Frans Lebu Raya tidak pernah protes, tidak ada satu pejabat yang mengatakan bahwa dicabut. Ngapain kita dukung? Jadi bukan soal daerah, satu pulau dengan saya, satu keluarga dengan saya, oh itu bukan jamannya lagi,” tandas Arif Rahman, S.Sos, M.Si —putra Adonara yang memilih bergabung dalam tim sukses bakal calon gubernur, Viktor Bungtilu Laiskodat, SH kepada Demos NTT.
Berikut nukilan wawancaranya dengan Agust Riberu dari Demos NTT di kediamannya, Kelurahan Tuak Daun Merah (TDM). Kota Kupang, Jumat (25/1) lalu.
Bagaimana Anda melihat Pilkada Gubernur kali ini?
Soal Pilkada yang berlangsung kali ini, yang pertama kita menghimbau kepada koruptor atau orang-orang yang terindikasi korupsi meskipun mereka-mereka yang secara hukum belum dibuktikan tetapi dalam aspek sosial atau fakta sosial kita bisa melihat bahwa ini koruptor atau tidak. Kita harapkan figur calon bebas dari itu. Yang kedua, bahwa calon kepala daerah itu selain bebas dari korupsi, harus bebas dari penindasan hak-hak asasi manusia (HAM). Dia bisa bicara soal ekonomi, pendidikan, kemiskinan masyarakat. Jadi keberpihakan kepada rakyat.
Saya melihat bahwa memang masyarakat sudah mulai sadar bahwa pejabat yang korup itu harus ditumbangkan. Misalnya, di Flores Timur, Felix Fernandez, yang dianggap sangat korup tumbang, di Manggarai —Anton Bagul Dagur— juga tumbang. Ini berarti Pilkada langsung itu memberi catatan khusus bagi para kandidat agar betul-betul menjaga kepercayaan publik.
Kita melihat bahwa selama ini siapapun menjadi pejabat Gubernur, anaknya, anak mantunya, adiknya, bermain proyek. Itu kita bisa melihat secara terang-terangan. Kalau tidak Bupati sendiri atau Gubernur sendiri dengan menggunakan bendera (nama perusahaan) orang lain untuk bagaimana mendapatkan proyek dan mendapatkan keuntungan dari proyek itu dengan cara me-mark up harga barang atau juga underquality.
Kemudian saya melihat belum ada calon yang spektakuler secara ekonomi. Dia punya misi, visi soal itu. Karena apa? Tantangan terberat kepala daerah kedepan adalah pengangguran. Ini saya belum lihat. Misalnya di Provinsi, Pilgub saya melihat Gaspar Parang Ehok yang dua periode menjadi Bupati, tapi tidak buat kemajuan di Manggarai, bahkan dia juga sekarang terjangkit strok. Kemudian, Frans Lebu Raya juga terindikasi kasus sarkes. Itu digunakan untuk PilGub saat itu (2003). Terus, Drs. IA Medah juga ditengarai misalnya pembelihan Kapal Timau, Pembelian Kapal Ikan, Rumpon dan banyak lagi, bahkan pembangunan kantor di Oelmasi, Ibukota Kabupaten Kupang yang baru juga sarat masalah, dimana tiang-tiang pancang seharusnya 8 meter dijadikan 6 meter. Ini semua walaupun belum dibuktikan secara hukum, kalau kita melihat orang-orang ini maka tidak ada perubahan kedepan.
Jadi Anda tegas mendukung Viktor Laiskodat?
Memang saya secara sepihak, secara pribadi, saya mendukung Pak Viktor Laiskodat. Itu karena saya melihat janjinya bahwa dia sanggup mendatangkan investor ke NTT. Tetapi kalau nanti juga perkembangan berikutnya misal Pak Viktor Laiskodat jadi Gubernur. Tapi kita harus kontrol dia, bahwa Pak Viktor kenapa tipu dan ini kita harus lihat kesitu.
Jadi, Anda tidak tertarik untuk mendukung paket FREN?
Pertama, itu tadi saya tidak mau terindikasi korupsi. Yang kedua, kebencian saya terhadap paket FREN itu adalah soal bagaimana Pak Piet A. Tallo mengusung Sekda, dimana calon Sekda itu ada 3 (tiga) orang. Satu dari Katholik, satu dari Muslim dan satu lagi dari Protestan. Mengapa PDIP membanci, bahkan memaki-maki Islam? Itu yang saya tidak mau. Bahwa kalau tidak suka Jamin Habib, agama jangan dibawa-bawa. Jadi kita kasih belajar kepada rakyat bahwa persoalan jabatan publik maupun karir birokrasi dimana Sekda itu menjadi karir puncak atau jabatan politik?
Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati adalah bukan kita omong soal agama. Kita inginkan bahwa seorang pejabat itu bisa mengerti, memahami seluruh gejolak yang ada dalam masyarakat. Jadi kalau dia Muslim, juga ngapain? Kalau Muslim tukang korup ngapain orang Islam harus ini? Kalau dia protestan, kalau Protestan juga tukang curi ngapain. Kalau dia Katolik, Katolik juga tidak bisa berpihak kepada rakyat ngapain?
Penerapan tarif Rumah Sakit Umum (RSU) dr. W.Z. Yohannes yang naik 600% tidak ada satu pejabat, Frans Lebu Raya tidak pernah protes, tidak ada satu pejabat yang mengatakan bahwa dicabut. Ngapain kita dukung?
Jadi bukan soal daerah, satu pulau dengan saya, satu keluarga dengan saya, oh itu bukan jamannya lagi. Kandidat itu harus punya visi, punya karakter kepemimpinan. Itu seperti apa? Dia harus punya.
Kabarnya, FREN mengklaim didukung oleh masyarakat Lamaholot. Menurut Anda?
Loh, kita Lamaholot tidak dukung itu. Jadi saya berani bertaruh bahwa dia kalau mau menang di Flores Timur itu, Frans Lebu Raya 50% itu dia sudah sukses, kalau Pak Viktor. Dan, saya perkirakan di Flotim itu kalau Pak Viktor masuk dan Dia (Frans Lebu Raya) tidak sampai 50%. Nah, kalau di Flotim sudah tidak didukung, bagaimana indikator dari daerah lain. Hal ini juga kan repot.
Mengapa? Mengapa orang Flotim tidak dukung Frans Lebu Raya? Orang-orang melihat secara nyata bahwa saya misalnya ulang-ulang dialog dengan masyarakat, bahwa masyarakat mengatakan kami ini tidak tahu bikin proposal, tidak sekolah. Kami disuruh bikin proposal, komputer kami pake sewa bikin proposal, sampai hari ini misalnya bantuan yang dijanjikan Pak Lebu Raya sampai hari ini tidak ada bantuan, hanya janji saja. Beda dengan Pak Viktor. Masyarakat mengeluh bahwa ada demam berdarah, dia turunkan dengan yayasan, diturunkan fogging, dan melakukan pengobatan. Masyarakat mengeluh ada kelaparan, dia turunkan beras bantuan. Ini menjadi indikator bahwa rakyat sudah mulai berubah kalau kau pemilihnya bangga orang Adonara jadi Gubernur, sementara tidak ada trickle down efect atau kebawah tidak, ngapain? Ngapain sebagai orang Adonara saya bangga Frans Lebu Raya jadi Gubernur, sementara efek kebawah bagi kita tidak ada?
Dan, menjadi catatan penting ketika PDIP mempersoalkan Sekda, bukan Islam dimaki-maki maka akan sangat sulit Lebu Raya itu mendapat dukungan. Nah, kalau orang Lamaholot yang Muslim itu kalau dia sangat buta dia selalu mendukung Lebu Raya. Itu dia sangat buta. Karena itu memberikan luka yang sangat dalam ketika PDIP mempersoalkan Pak Jamin Habib, bukan Jamin Habibnya, islam yang dipersoalkan, itu yang menjadi kemarahan, kebencian umat Islam.
Apa keunggulan komparatif Laiskodat dibandingkan figur yang lain?
Jadi Pak Viktor di satu sisi lain dia punya kelemahan adalah masa lalu, pernah masuk penjara. Itu masa lalunya. Tetapi keunggulannya adalah aset finansial. Viktor tidak menggunakan uang dengan mark up proyek untuk suksesi. Kita di Pak Viktor saja kita hitung biaya jaringan saja itu 15 miliar itu sampai ke tingkat desa. Kita belum hitung ongkos bantuan kepada masyarakat. Maka, Gubernur itu pertama secara finansial dia harus kuat dalam Pilkada. Jadi kalau Pak Viktor misalnya sanggup membawa maksimal Rp 50 milliar saja, maka ada perputaran luar biasa uang itu.
Nah, kalau Medah, nah kalau Lebu Raya, Gaspar Parang Ehok, dapat uang dari mana? Ini kan pertanyaan. Maka ada sejumlah proyek pasti tidak bermutu. Proyek-proyek pasti tidak bermutu karena yang mereka mampu itu hanya mengambil bagian dari situ. Mereka tidak punya keunggulan untuk membawa investor dari luar.
Masih ada yang mau Anda katakan terkait Pilkada Gubernur 2008 ini?
Pesan saya untuk Pilkada kali ini, artinya bahwa masyarakat secara jernih melihat, masyarakat ingin perubahan atau ego, ego agama atau ego daerah. Nah, kalau saya ego agama atau ego daerah, pasti saya pilih Frans Lebu Raya. Tapi saya tidak melihat itu. Saya melihat tokoh kedepan ini tidak omong soal agama, mendiskriminasi soal agama.
Tokoh kedepan itu adalah sanggup menjadi lokomotif untuk menarik gerbong ekonomi masuk ke NTT. Karena apa? Banyak pengangguran yang sangat besar di NTT ini. Sangat berbahaya ketika pihak-pihak luar meletupkan isu-isu agama atau isu-isu suku lebih cepat. Karena apa? Karena pengangguran, orang tidak kerja.
Kira-kira itu yang saya bisa sampaikan bahwa semua tergantung rakyat meskipun pilihan Pak Viktor tapi rakyat bisa beda. Saya pikir tidak ada klaim dari suku-suku didalam Pilkada, misalnya pro Lamaholot-lah, tidak boleh ada klaim. Itu kita sudah secara jernih menyampaikan program secara jernih ke publik. Contoh nyatanya adalah Dan Adoe, ketika memberi contoh program-program semua program tidak dikerjakan, marahlah. Malu kan kita yang mendukung. Kedepan kalau program yang kau tidak bisa kerjakan jangan jual ke pubik. Nantilah kau menang dulu baru kau bisa kerjakan atau tidak. Calon kepala daerah, baik Gubernur maupun Bupati adalah dia harus menjual program kerja yang bakal dikerjakannya. Bukan seperti Dan Adoe, bahwa ini cuma wacana, bisa, ia bisa tidak, tidak boleh lagi. Itu namanya pembohongan politik. penipuan para politisi dan itu tidak boleh terjadi lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar