Mantan Sekretaris DPD PDIP NTT, Ir. Karel Yani Mboeik bicara blak-blakan tentang Frans Lebu Raya, cagub dari PDIP. Berikut petikannya:
Sejak Pilkada Bupati secara langsung di NTT, PDIP baru menang satu kabupaten, yaitu di Timor Tengah Utara. Anda disebut-sebut sebagai tokoh yang ikut memenangkan paket Gabriel Manek dan Ray Fernandez di TTU. Tapi, di kabupaten lainnya, termasuk di Kota Kupang, PDIP kalah telak. Menurut Anda, fenomena apa ini? Apakah PDIP mulai ditinggalkan para pendukungnya?
Fenomena demokrasi sekarang itu yang bisa memenangkan seseorang bukan saja partai politik (Parpol) tetapi figur. Figur lebih besar prosentasinya daripada partai. Apakah itu pertanda Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sudah mulai ditinggalkan pendukungnya? Tidak, tidak ditinggalkan tetapi figur dimana-mana PDIP, kekalahan itu, pemilih militan PDIP tetap pada posisi prosentasenya. Kita bisa bandingkan dengan perolehan legislatif DPR tahun 2004. Jadi yang terjadi seperti kasus Kota Kupang, itu yang terjadi dalam pemilih PDIP saja, yang memilih sama dengan prosentase legislatif, sedangkan diluar PDIP orang tidak memilih. Jadi kita kalah melulu.
Tahun ini, akan ada 10 Pilkada bupati sekaligus Pilkada Gubernur. Bagaimana Anda melihat kans PDIP menghadapi 11 Pilkada tersebut?
Bagi saya, PDIP harus melihat tokoh-tokoh yang membumi. Maksud saya tokoh-tokoh yang betul-betul merakyat. Yang terjadi secara kasat mata, PDIP melihat tokoh di tingkat elite keatas. Oleh karena itu, bagi saya kalau kita sudah menetapkan tokoh itu harus merubah perilaku untuk membumi. Nah, kondisi sekarang kita memilih tokoh yang punya kemampuan dimana dia tidak menyerap dari bawah tetapi dari menengah keatas. Jadi kita (PDIP) kalah. Kalah melulu. Dan, saya melihat trendnya kesitu.
Anda adalah salah satu orang yang berperan dalam memenangkan paket Piet A. Tallo dan Frans Lebu Raya lima tahun lalu, berhadapan dengan paket Viktor Laiskodat-Simon Hayon dan Eston Foenay-Gaspar Parang Ehok. Sekarang Eston Foenay malah bersedia menggandeng Lebu Raya, malah menjadi Calon Wakil Gubernur, dan sudah dideklarasikan. Bagaimana Anda melihat pergeseran konstelasi ini menurut Anda?
Pergeseran konstelasi bagi saya bahwa pasangan Pak Frans-Eston Foenay itu punya peluang untuk menang. Yang menjadi kendala terbesar adalah munculnya calon-calon lain yang terutama dari daratan Flores. Itu bisa menggurangi, memecah-belahkan kekuatan Pak Frans di Flores Timur (Flotim), sedangkan Eston melanggang di daratan Timor. Lawan terberat Pak Eston Foeney hanya ada Pak Medah, kalau dia maju dari Golkar.
Pertarungannya adalah di Kabupaten Kupang, begitu kan? Pertarungan di Kabupaten Kupang itu menjadi pertarungan antara Pak Eston dan Pak Iban. Tapi sebenarnya intinya seseorang mau menang daslam Pilkada adalah di Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS). Apakah Eston dan Iban sama-sama kuat kalau Iban maju di Kabupaten TTS? Itu satu pertanyaan saya. Kalau siapa pun yang menang di TTS dialah yang akan menjadi gubernur kalau konstelasinya macam sekarang ini.
Proses penetapan paket Lebu Raya – Foenay oleh PDIP amat mulus. Bahkan, “penyingkiran” Piet Djami Rebu yang sebelumnya digembar-gemborkan akan berpasangan dengan Lebu Raya (paket FAJAR) menjadi FREN, terkesan tanpa protes. Apakah semua elemen PDIP menerimanya ?
Saya tidak tahu tapi bagi kami pergantian itu wajar-wajar saja. Tetapi harus tersosialisasi dengan baik. Pengunduran diri Pak Piet Djami Rebu itu hanya karena mengundurkan diri, karena faktor lain, atau karena disingkirkan. Kalau yang tersosialisasi bapak Peit Djami disingkirkan itu berakibat politik, dampaknya pada pemilih Sumba, Sabu, Kabupaten Kupang dan lain-lain.
Jadi FREN harus benar-benar mensosialisasikan ke Sumba dan lain-lain, bahwa pemilih fasnatik Pak Djami Rabu, bahwa Pak Piet Djami Rebu mengundurkan diri hanya karena faktor kesehatan, bukan ditendang dan lain-lain. Yang tersebarkan sekarang di mata masyarakat Sumba dan lain-lain bahwa Pak Piet ditendang, Pak Piet tidak dipakai lagi. Itu menjadi kendala politik, itu menjadi kendala pemenangan, khususnya daerah pemilihan Sumba.
Figur Lebu Raya seolah-olah menjadi satu-satunya cagub PDIP tanpa ada persaingan sama sekali. Padahal, banyak figur yang diusung masyarakat. Apakah ini pertanda bahwa PDIP menutup mata terhadap figur dari luar partai sehingga muncul calon tunggal gubernur di PDIP? Apakah proses ini bisa disebut demokratis?
Saya tidak tahu soal pencalonan tunggal, biasanya dimana-mana khususnya di daerah lain, PDIP mencalonkan banyak, bahkan di Sumatera Utara bisa sampai 9 kalau tidak salah. Tapi kalau di Nusa Tenggara Timur, calon tunggal Pak Frans mekanismenya saya tidak mengerti, karena saya sudah diluar sistem partai. Saya fraksi biasa, coba tanya langsung ke Pak Frans atau ke anggota DPD lain mengapa ada calon tunggal.
Anda “tersingkir” dari kepengurusan DPD PDIP NTT setelah Lebu Raya terpilih jadi Wagub. Padahal, Anda banyak berjasa membangun PDIP NTT termasuk memperjuangkan Lebu Raya jadi top leader di PDIP berhadapan dengan Anton Haba. Sebetulnya, apa yang terjadi antara anda dan Lebu Raya?
Saya tidak berjasa. Saya bekerja itu karena PDIP. Jadi saya tidak tuntut jasa saya pada Pak Frans. Kalau saya bisa tuntut, bisa jadi kacau. Setiap orang partai punya jasanya tapi saya tidak tuntut. Saya bekerja karena tanggungjawab saya kepada partai. Sebentar lagi kan Pak Frans terpilih menjadi DPD, saya tidak pikir lagi. Menurut saya, wajar-wajar saja kalau dia tidak pakai saya. Tapi saya punya tanggungjawab kepada partai.
Jadi menurut saya itu tidak benar. Saya tetap kritik. Tetapi saya kritik terhadap Pak Frans dan lain-lain, tidak diluar dari aturan partai. Jadi kalau ada di PDIP yang tidak suka saya dan mematahkan duluan, itu tidak punya dasar hukum partai. Mereka-mereka itu penjilat dan penipu, bagi saya.
Siapa figur yang paling mengancam Lebu Raya dalam pilkada gubernur NTT?
Kalau dibandingkan dengan figur lain itu banyak. Dengan GAUL, Iban (Ibrahim Agustinus) Medah, banyak yang mengancam. Yang kita lihat adalah akibat dari munculnya banyak calon terhadap pemeca-belah suara pemilih di NTT, ini rata-rata tidak nasionalis, lebih orientasi pada suku, agama, begitu kan? Dan, itu berpengaruh keras. Dipartaipun tidak punya kemampuan untuk mengeliminir itu. Karena orang memilih itu tidak nasionalis di NTT, masih tidak nasionalis. Itu tergambar jelas pada pemilihan Kota Madya. Contoh kasus kalau ada Orang Timor, pernakah ada Orang Timor di Flores? Tidak kan? Jadi kalau ada orang yang mengatakan pemilih di NTT itu nasionalis, itu tidak benar. Itu pembodohan bagi saya. Dan ini harus dilihat oleh partai bahwa pemilih tidak nasional itu inti pokok. Bukan militansi, mereka tidak nasionalis. Mereka memilih karena suku, agama, golongan dan lain-lain.
Apakah Anda juga tim sukses paket FREN?
Sebagai kader, saya otomatis tim sukses. Tapi kan saya tidak bisa menggambarkan bahwa di Rote menang, begitu to. Kalau saya menggambarkan bahwa nanti di Rote menang, itu namanya pembodohan terhadap Pak Frans. Saya sudah menggambarkan bahwa kerja keras apapun, kalau Iban Medah maju, dari Rote kita (FREN) tetap maksimal 10%. Maka itu, saya katakan tadi, kalau Frans dan FREN mau menang di NTT maka yang harus direbut adalah TTS.
Bisa diceritakan peran Frans Lebu Raya dalam proyek Sarkes yang menyeret Anda dalam proses hukum?
Oh, itu nanti kita lihat perkembangan hukum. Saya masih tunggu perkembangan hukum sampai sekarang kan hukum belum jalan juga bagi saya. Saya ini masih tersangka bertahun-tahun. Jadi kita lihat saja, nanti proses hukum perkembangannya nanti macam apa dalam proses hukum nanti kita lihat ada hubungan atau tidak saya juga lihat perkembangannya dalam proses hukum. Iya, begitu kan? Saya bukan hakim. Jadi kita tunggu di proses hukum saja.
Masih ada, hal lain yang mau anda katakan terkait Pilkada?
Saya minta masyarakat kalau memilih Gubernur bukan memilih penjual obat di jalanan. Memilih gubernur harus banyak faktor yang harus dilihat. Kalau bapak ibu sekalian pemilih rakyat NTT memilih hanya karena emosional, kedekatan, suku, agama dan lain-lain, NTT akan tetap macam begini. august riberu
Selasa, 29 Januari 2008
“Tarif RSUD Yohanes Naik 600%, Lebu Raya Tak Pernah Protes”
“Penerapan tarif Rumah Sakit Umum (RSU) dr. W.Z. Yohannes yang naik 600% tidak ada satu pejabat, Frans Lebu Raya tidak pernah protes, tidak ada satu pejabat yang mengatakan bahwa dicabut. Ngapain kita dukung? Jadi bukan soal daerah, satu pulau dengan saya, satu keluarga dengan saya, oh itu bukan jamannya lagi,” tandas Arif Rahman, S.Sos, M.Si —putra Adonara yang memilih bergabung dalam tim sukses bakal calon gubernur, Viktor Bungtilu Laiskodat, SH kepada Demos NTT.
Berikut nukilan wawancaranya dengan Agust Riberu dari Demos NTT di kediamannya, Kelurahan Tuak Daun Merah (TDM). Kota Kupang, Jumat (25/1) lalu.
Bagaimana Anda melihat Pilkada Gubernur kali ini?
Soal Pilkada yang berlangsung kali ini, yang pertama kita menghimbau kepada koruptor atau orang-orang yang terindikasi korupsi meskipun mereka-mereka yang secara hukum belum dibuktikan tetapi dalam aspek sosial atau fakta sosial kita bisa melihat bahwa ini koruptor atau tidak. Kita harapkan figur calon bebas dari itu. Yang kedua, bahwa calon kepala daerah itu selain bebas dari korupsi, harus bebas dari penindasan hak-hak asasi manusia (HAM). Dia bisa bicara soal ekonomi, pendidikan, kemiskinan masyarakat. Jadi keberpihakan kepada rakyat.
Saya melihat bahwa memang masyarakat sudah mulai sadar bahwa pejabat yang korup itu harus ditumbangkan. Misalnya, di Flores Timur, Felix Fernandez, yang dianggap sangat korup tumbang, di Manggarai —Anton Bagul Dagur— juga tumbang. Ini berarti Pilkada langsung itu memberi catatan khusus bagi para kandidat agar betul-betul menjaga kepercayaan publik.
Kita melihat bahwa selama ini siapapun menjadi pejabat Gubernur, anaknya, anak mantunya, adiknya, bermain proyek. Itu kita bisa melihat secara terang-terangan. Kalau tidak Bupati sendiri atau Gubernur sendiri dengan menggunakan bendera (nama perusahaan) orang lain untuk bagaimana mendapatkan proyek dan mendapatkan keuntungan dari proyek itu dengan cara me-mark up harga barang atau juga underquality.
Kemudian saya melihat belum ada calon yang spektakuler secara ekonomi. Dia punya misi, visi soal itu. Karena apa? Tantangan terberat kepala daerah kedepan adalah pengangguran. Ini saya belum lihat. Misalnya di Provinsi, Pilgub saya melihat Gaspar Parang Ehok yang dua periode menjadi Bupati, tapi tidak buat kemajuan di Manggarai, bahkan dia juga sekarang terjangkit strok. Kemudian, Frans Lebu Raya juga terindikasi kasus sarkes. Itu digunakan untuk PilGub saat itu (2003). Terus, Drs. IA Medah juga ditengarai misalnya pembelihan Kapal Timau, Pembelian Kapal Ikan, Rumpon dan banyak lagi, bahkan pembangunan kantor di Oelmasi, Ibukota Kabupaten Kupang yang baru juga sarat masalah, dimana tiang-tiang pancang seharusnya 8 meter dijadikan 6 meter. Ini semua walaupun belum dibuktikan secara hukum, kalau kita melihat orang-orang ini maka tidak ada perubahan kedepan.
Jadi Anda tegas mendukung Viktor Laiskodat?
Memang saya secara sepihak, secara pribadi, saya mendukung Pak Viktor Laiskodat. Itu karena saya melihat janjinya bahwa dia sanggup mendatangkan investor ke NTT. Tetapi kalau nanti juga perkembangan berikutnya misal Pak Viktor Laiskodat jadi Gubernur. Tapi kita harus kontrol dia, bahwa Pak Viktor kenapa tipu dan ini kita harus lihat kesitu.
Jadi, Anda tidak tertarik untuk mendukung paket FREN?
Pertama, itu tadi saya tidak mau terindikasi korupsi. Yang kedua, kebencian saya terhadap paket FREN itu adalah soal bagaimana Pak Piet A. Tallo mengusung Sekda, dimana calon Sekda itu ada 3 (tiga) orang. Satu dari Katholik, satu dari Muslim dan satu lagi dari Protestan. Mengapa PDIP membanci, bahkan memaki-maki Islam? Itu yang saya tidak mau. Bahwa kalau tidak suka Jamin Habib, agama jangan dibawa-bawa. Jadi kita kasih belajar kepada rakyat bahwa persoalan jabatan publik maupun karir birokrasi dimana Sekda itu menjadi karir puncak atau jabatan politik?
Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati adalah bukan kita omong soal agama. Kita inginkan bahwa seorang pejabat itu bisa mengerti, memahami seluruh gejolak yang ada dalam masyarakat. Jadi kalau dia Muslim, juga ngapain? Kalau Muslim tukang korup ngapain orang Islam harus ini? Kalau dia protestan, kalau Protestan juga tukang curi ngapain. Kalau dia Katolik, Katolik juga tidak bisa berpihak kepada rakyat ngapain?
Penerapan tarif Rumah Sakit Umum (RSU) dr. W.Z. Yohannes yang naik 600% tidak ada satu pejabat, Frans Lebu Raya tidak pernah protes, tidak ada satu pejabat yang mengatakan bahwa dicabut. Ngapain kita dukung?
Jadi bukan soal daerah, satu pulau dengan saya, satu keluarga dengan saya, oh itu bukan jamannya lagi. Kandidat itu harus punya visi, punya karakter kepemimpinan. Itu seperti apa? Dia harus punya.
Kabarnya, FREN mengklaim didukung oleh masyarakat Lamaholot. Menurut Anda?
Loh, kita Lamaholot tidak dukung itu. Jadi saya berani bertaruh bahwa dia kalau mau menang di Flores Timur itu, Frans Lebu Raya 50% itu dia sudah sukses, kalau Pak Viktor. Dan, saya perkirakan di Flotim itu kalau Pak Viktor masuk dan Dia (Frans Lebu Raya) tidak sampai 50%. Nah, kalau di Flotim sudah tidak didukung, bagaimana indikator dari daerah lain. Hal ini juga kan repot.
Mengapa? Mengapa orang Flotim tidak dukung Frans Lebu Raya? Orang-orang melihat secara nyata bahwa saya misalnya ulang-ulang dialog dengan masyarakat, bahwa masyarakat mengatakan kami ini tidak tahu bikin proposal, tidak sekolah. Kami disuruh bikin proposal, komputer kami pake sewa bikin proposal, sampai hari ini misalnya bantuan yang dijanjikan Pak Lebu Raya sampai hari ini tidak ada bantuan, hanya janji saja. Beda dengan Pak Viktor. Masyarakat mengeluh bahwa ada demam berdarah, dia turunkan dengan yayasan, diturunkan fogging, dan melakukan pengobatan. Masyarakat mengeluh ada kelaparan, dia turunkan beras bantuan. Ini menjadi indikator bahwa rakyat sudah mulai berubah kalau kau pemilihnya bangga orang Adonara jadi Gubernur, sementara tidak ada trickle down efect atau kebawah tidak, ngapain? Ngapain sebagai orang Adonara saya bangga Frans Lebu Raya jadi Gubernur, sementara efek kebawah bagi kita tidak ada?
Dan, menjadi catatan penting ketika PDIP mempersoalkan Sekda, bukan Islam dimaki-maki maka akan sangat sulit Lebu Raya itu mendapat dukungan. Nah, kalau orang Lamaholot yang Muslim itu kalau dia sangat buta dia selalu mendukung Lebu Raya. Itu dia sangat buta. Karena itu memberikan luka yang sangat dalam ketika PDIP mempersoalkan Pak Jamin Habib, bukan Jamin Habibnya, islam yang dipersoalkan, itu yang menjadi kemarahan, kebencian umat Islam.
Apa keunggulan komparatif Laiskodat dibandingkan figur yang lain?
Jadi Pak Viktor di satu sisi lain dia punya kelemahan adalah masa lalu, pernah masuk penjara. Itu masa lalunya. Tetapi keunggulannya adalah aset finansial. Viktor tidak menggunakan uang dengan mark up proyek untuk suksesi. Kita di Pak Viktor saja kita hitung biaya jaringan saja itu 15 miliar itu sampai ke tingkat desa. Kita belum hitung ongkos bantuan kepada masyarakat. Maka, Gubernur itu pertama secara finansial dia harus kuat dalam Pilkada. Jadi kalau Pak Viktor misalnya sanggup membawa maksimal Rp 50 milliar saja, maka ada perputaran luar biasa uang itu.
Nah, kalau Medah, nah kalau Lebu Raya, Gaspar Parang Ehok, dapat uang dari mana? Ini kan pertanyaan. Maka ada sejumlah proyek pasti tidak bermutu. Proyek-proyek pasti tidak bermutu karena yang mereka mampu itu hanya mengambil bagian dari situ. Mereka tidak punya keunggulan untuk membawa investor dari luar.
Masih ada yang mau Anda katakan terkait Pilkada Gubernur 2008 ini?
Pesan saya untuk Pilkada kali ini, artinya bahwa masyarakat secara jernih melihat, masyarakat ingin perubahan atau ego, ego agama atau ego daerah. Nah, kalau saya ego agama atau ego daerah, pasti saya pilih Frans Lebu Raya. Tapi saya tidak melihat itu. Saya melihat tokoh kedepan ini tidak omong soal agama, mendiskriminasi soal agama.
Tokoh kedepan itu adalah sanggup menjadi lokomotif untuk menarik gerbong ekonomi masuk ke NTT. Karena apa? Banyak pengangguran yang sangat besar di NTT ini. Sangat berbahaya ketika pihak-pihak luar meletupkan isu-isu agama atau isu-isu suku lebih cepat. Karena apa? Karena pengangguran, orang tidak kerja.
Kira-kira itu yang saya bisa sampaikan bahwa semua tergantung rakyat meskipun pilihan Pak Viktor tapi rakyat bisa beda. Saya pikir tidak ada klaim dari suku-suku didalam Pilkada, misalnya pro Lamaholot-lah, tidak boleh ada klaim. Itu kita sudah secara jernih menyampaikan program secara jernih ke publik. Contoh nyatanya adalah Dan Adoe, ketika memberi contoh program-program semua program tidak dikerjakan, marahlah. Malu kan kita yang mendukung. Kedepan kalau program yang kau tidak bisa kerjakan jangan jual ke pubik. Nantilah kau menang dulu baru kau bisa kerjakan atau tidak. Calon kepala daerah, baik Gubernur maupun Bupati adalah dia harus menjual program kerja yang bakal dikerjakannya. Bukan seperti Dan Adoe, bahwa ini cuma wacana, bisa, ia bisa tidak, tidak boleh lagi. Itu namanya pembohongan politik. penipuan para politisi dan itu tidak boleh terjadi lagi.
Berikut nukilan wawancaranya dengan Agust Riberu dari Demos NTT di kediamannya, Kelurahan Tuak Daun Merah (TDM). Kota Kupang, Jumat (25/1) lalu.
Bagaimana Anda melihat Pilkada Gubernur kali ini?
Soal Pilkada yang berlangsung kali ini, yang pertama kita menghimbau kepada koruptor atau orang-orang yang terindikasi korupsi meskipun mereka-mereka yang secara hukum belum dibuktikan tetapi dalam aspek sosial atau fakta sosial kita bisa melihat bahwa ini koruptor atau tidak. Kita harapkan figur calon bebas dari itu. Yang kedua, bahwa calon kepala daerah itu selain bebas dari korupsi, harus bebas dari penindasan hak-hak asasi manusia (HAM). Dia bisa bicara soal ekonomi, pendidikan, kemiskinan masyarakat. Jadi keberpihakan kepada rakyat.
Saya melihat bahwa memang masyarakat sudah mulai sadar bahwa pejabat yang korup itu harus ditumbangkan. Misalnya, di Flores Timur, Felix Fernandez, yang dianggap sangat korup tumbang, di Manggarai —Anton Bagul Dagur— juga tumbang. Ini berarti Pilkada langsung itu memberi catatan khusus bagi para kandidat agar betul-betul menjaga kepercayaan publik.
Kita melihat bahwa selama ini siapapun menjadi pejabat Gubernur, anaknya, anak mantunya, adiknya, bermain proyek. Itu kita bisa melihat secara terang-terangan. Kalau tidak Bupati sendiri atau Gubernur sendiri dengan menggunakan bendera (nama perusahaan) orang lain untuk bagaimana mendapatkan proyek dan mendapatkan keuntungan dari proyek itu dengan cara me-mark up harga barang atau juga underquality.
Kemudian saya melihat belum ada calon yang spektakuler secara ekonomi. Dia punya misi, visi soal itu. Karena apa? Tantangan terberat kepala daerah kedepan adalah pengangguran. Ini saya belum lihat. Misalnya di Provinsi, Pilgub saya melihat Gaspar Parang Ehok yang dua periode menjadi Bupati, tapi tidak buat kemajuan di Manggarai, bahkan dia juga sekarang terjangkit strok. Kemudian, Frans Lebu Raya juga terindikasi kasus sarkes. Itu digunakan untuk PilGub saat itu (2003). Terus, Drs. IA Medah juga ditengarai misalnya pembelihan Kapal Timau, Pembelian Kapal Ikan, Rumpon dan banyak lagi, bahkan pembangunan kantor di Oelmasi, Ibukota Kabupaten Kupang yang baru juga sarat masalah, dimana tiang-tiang pancang seharusnya 8 meter dijadikan 6 meter. Ini semua walaupun belum dibuktikan secara hukum, kalau kita melihat orang-orang ini maka tidak ada perubahan kedepan.
Jadi Anda tegas mendukung Viktor Laiskodat?
Memang saya secara sepihak, secara pribadi, saya mendukung Pak Viktor Laiskodat. Itu karena saya melihat janjinya bahwa dia sanggup mendatangkan investor ke NTT. Tetapi kalau nanti juga perkembangan berikutnya misal Pak Viktor Laiskodat jadi Gubernur. Tapi kita harus kontrol dia, bahwa Pak Viktor kenapa tipu dan ini kita harus lihat kesitu.
Jadi, Anda tidak tertarik untuk mendukung paket FREN?
Pertama, itu tadi saya tidak mau terindikasi korupsi. Yang kedua, kebencian saya terhadap paket FREN itu adalah soal bagaimana Pak Piet A. Tallo mengusung Sekda, dimana calon Sekda itu ada 3 (tiga) orang. Satu dari Katholik, satu dari Muslim dan satu lagi dari Protestan. Mengapa PDIP membanci, bahkan memaki-maki Islam? Itu yang saya tidak mau. Bahwa kalau tidak suka Jamin Habib, agama jangan dibawa-bawa. Jadi kita kasih belajar kepada rakyat bahwa persoalan jabatan publik maupun karir birokrasi dimana Sekda itu menjadi karir puncak atau jabatan politik?
Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati adalah bukan kita omong soal agama. Kita inginkan bahwa seorang pejabat itu bisa mengerti, memahami seluruh gejolak yang ada dalam masyarakat. Jadi kalau dia Muslim, juga ngapain? Kalau Muslim tukang korup ngapain orang Islam harus ini? Kalau dia protestan, kalau Protestan juga tukang curi ngapain. Kalau dia Katolik, Katolik juga tidak bisa berpihak kepada rakyat ngapain?
Penerapan tarif Rumah Sakit Umum (RSU) dr. W.Z. Yohannes yang naik 600% tidak ada satu pejabat, Frans Lebu Raya tidak pernah protes, tidak ada satu pejabat yang mengatakan bahwa dicabut. Ngapain kita dukung?
Jadi bukan soal daerah, satu pulau dengan saya, satu keluarga dengan saya, oh itu bukan jamannya lagi. Kandidat itu harus punya visi, punya karakter kepemimpinan. Itu seperti apa? Dia harus punya.
Kabarnya, FREN mengklaim didukung oleh masyarakat Lamaholot. Menurut Anda?
Loh, kita Lamaholot tidak dukung itu. Jadi saya berani bertaruh bahwa dia kalau mau menang di Flores Timur itu, Frans Lebu Raya 50% itu dia sudah sukses, kalau Pak Viktor. Dan, saya perkirakan di Flotim itu kalau Pak Viktor masuk dan Dia (Frans Lebu Raya) tidak sampai 50%. Nah, kalau di Flotim sudah tidak didukung, bagaimana indikator dari daerah lain. Hal ini juga kan repot.
Mengapa? Mengapa orang Flotim tidak dukung Frans Lebu Raya? Orang-orang melihat secara nyata bahwa saya misalnya ulang-ulang dialog dengan masyarakat, bahwa masyarakat mengatakan kami ini tidak tahu bikin proposal, tidak sekolah. Kami disuruh bikin proposal, komputer kami pake sewa bikin proposal, sampai hari ini misalnya bantuan yang dijanjikan Pak Lebu Raya sampai hari ini tidak ada bantuan, hanya janji saja. Beda dengan Pak Viktor. Masyarakat mengeluh bahwa ada demam berdarah, dia turunkan dengan yayasan, diturunkan fogging, dan melakukan pengobatan. Masyarakat mengeluh ada kelaparan, dia turunkan beras bantuan. Ini menjadi indikator bahwa rakyat sudah mulai berubah kalau kau pemilihnya bangga orang Adonara jadi Gubernur, sementara tidak ada trickle down efect atau kebawah tidak, ngapain? Ngapain sebagai orang Adonara saya bangga Frans Lebu Raya jadi Gubernur, sementara efek kebawah bagi kita tidak ada?
Dan, menjadi catatan penting ketika PDIP mempersoalkan Sekda, bukan Islam dimaki-maki maka akan sangat sulit Lebu Raya itu mendapat dukungan. Nah, kalau orang Lamaholot yang Muslim itu kalau dia sangat buta dia selalu mendukung Lebu Raya. Itu dia sangat buta. Karena itu memberikan luka yang sangat dalam ketika PDIP mempersoalkan Pak Jamin Habib, bukan Jamin Habibnya, islam yang dipersoalkan, itu yang menjadi kemarahan, kebencian umat Islam.
Apa keunggulan komparatif Laiskodat dibandingkan figur yang lain?
Jadi Pak Viktor di satu sisi lain dia punya kelemahan adalah masa lalu, pernah masuk penjara. Itu masa lalunya. Tetapi keunggulannya adalah aset finansial. Viktor tidak menggunakan uang dengan mark up proyek untuk suksesi. Kita di Pak Viktor saja kita hitung biaya jaringan saja itu 15 miliar itu sampai ke tingkat desa. Kita belum hitung ongkos bantuan kepada masyarakat. Maka, Gubernur itu pertama secara finansial dia harus kuat dalam Pilkada. Jadi kalau Pak Viktor misalnya sanggup membawa maksimal Rp 50 milliar saja, maka ada perputaran luar biasa uang itu.
Nah, kalau Medah, nah kalau Lebu Raya, Gaspar Parang Ehok, dapat uang dari mana? Ini kan pertanyaan. Maka ada sejumlah proyek pasti tidak bermutu. Proyek-proyek pasti tidak bermutu karena yang mereka mampu itu hanya mengambil bagian dari situ. Mereka tidak punya keunggulan untuk membawa investor dari luar.
Masih ada yang mau Anda katakan terkait Pilkada Gubernur 2008 ini?
Pesan saya untuk Pilkada kali ini, artinya bahwa masyarakat secara jernih melihat, masyarakat ingin perubahan atau ego, ego agama atau ego daerah. Nah, kalau saya ego agama atau ego daerah, pasti saya pilih Frans Lebu Raya. Tapi saya tidak melihat itu. Saya melihat tokoh kedepan ini tidak omong soal agama, mendiskriminasi soal agama.
Tokoh kedepan itu adalah sanggup menjadi lokomotif untuk menarik gerbong ekonomi masuk ke NTT. Karena apa? Banyak pengangguran yang sangat besar di NTT ini. Sangat berbahaya ketika pihak-pihak luar meletupkan isu-isu agama atau isu-isu suku lebih cepat. Karena apa? Karena pengangguran, orang tidak kerja.
Kira-kira itu yang saya bisa sampaikan bahwa semua tergantung rakyat meskipun pilihan Pak Viktor tapi rakyat bisa beda. Saya pikir tidak ada klaim dari suku-suku didalam Pilkada, misalnya pro Lamaholot-lah, tidak boleh ada klaim. Itu kita sudah secara jernih menyampaikan program secara jernih ke publik. Contoh nyatanya adalah Dan Adoe, ketika memberi contoh program-program semua program tidak dikerjakan, marahlah. Malu kan kita yang mendukung. Kedepan kalau program yang kau tidak bisa kerjakan jangan jual ke pubik. Nantilah kau menang dulu baru kau bisa kerjakan atau tidak. Calon kepala daerah, baik Gubernur maupun Bupati adalah dia harus menjual program kerja yang bakal dikerjakannya. Bukan seperti Dan Adoe, bahwa ini cuma wacana, bisa, ia bisa tidak, tidak boleh lagi. Itu namanya pembohongan politik. penipuan para politisi dan itu tidak boleh terjadi lagi.
Kamis, 17 Januari 2008
LURUSKAN SEJARAH LEMBATA
Hari ini, Kamis, 17 Januari 2008, merupakan hari teramat penting bagi saya. Karena hari ini saya bersama tiga rekan, Elias Making, Luis Ladjar dan Hanny Candra bertemu seorang pelaku dalam pembuatan Statemen 7 Maret 1954, yang jadi tonggak sejarah perjuangan otonomi Lembata. Namanya, Leo Boli Lajar, 78 tahun, tinggal di Kalikasa, Kecamatan Atadei, Lembata. , yang memimpin rapat penyusunan "statemen 7 Maret" bukanlah Gute Betekeneng sebagaimana ditulis berbagai pihak sebelumnya, tetapi Yan Kiapoli. Cerita lengkapkan akan disajikan setelah ini. Banyak fakta yang dibeberkan seputar perjuangan otonomi yang berbeda jauh dari apa yang didokumentasikan oleh Pemerintahan Lembata saat ini. Kami bertekad untuk terus memburu para saksi sejarah untuk meluruskan sejarah perjuangan rakyat .
Sejarah yang bengkok, akan melahirkan generasi yang bengkok. Karena itulah, sebagai generasi pembaharu, sudah bulat tekad kami untuk meluruskan fakta sejarah Lembata agar tidak lahir generasi bengkok. Nantikan naskah lengkapnya.
Sejarah yang bengkok, akan melahirkan generasi yang bengkok. Karena itulah, sebagai generasi pembaharu, sudah bulat tekad kami untuk meluruskan fakta sejarah Lembata agar tidak lahir generasi bengkok. Nantikan naskah lengkapnya.
Langganan:
Postingan (Atom)