Minggu, 23 Mei 2010

Mantan Dirut Purin Lewo Divonis 1,6 Tahun

Sabtu, 22 Mei 2010 | 15:33 WIB
LEWOLEBA POS KUPANG.Com -- Mantan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Daerah (PD) Purin Lewo, Kabupaten Lembata, Simon K. Wadin, divonis satu tahun enam bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Lembata, Kamis (20/5/2010). Terhadap putusan ini, terdakwa beserta penasehat hukum maupun tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan pikir-pikir.
Sidang putusan ini  dipimpin majelis hakim, Hotman L Tobing, S.H, didampingi hakim anggota, Gustaf S.H, dan Fatria Gunawan, S.H. Hadir tim JPU Arif Kanahau, S.H, Jermias Pena, S.H, dan Yanu Arsianto, S.H. Sedangkan terdakwa didampingi penasehat hukum, Paulus Kopong, S.H.
Dalam sidang tersebut, majelis hakim menilai terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor) melanggar Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana  diatur dalam UU/20/2001 tipikor.
Karena itu, majelis hakim memutuskan untuk menghukum terdakwa dengan pidana kurungan satu tahun enam bulan, ditambah denda Rp 50 juta, subsidair tiga bulan kurungan. Terdakwa juga diwajibkan mengembalikan uang kerugian negara Rp 66.930.300 dengan ketentuan jika tidak mengembalikan, maka terdakwa harus kembali menjalani hukuman pidana kurungan enam bulan.
Usai sidang, kepada Pos Kupang tim jaksa menyatakan, nilai kerugian negara yang telah disita tim jaksa akan segera dikembalikan kepada pihak yang memiliki hak atas uang tersebut, yakni PD Purin Lewo. "Uang sitaan yang disita sebagai barang bukti segera kami serahkan ke PD Purin Lewo sebagai pihak yang memiliki hak atas uang itu," kata Kanahau.
Kanahau juga menyatakan masih pikir-pikir untuk keputusan majelis hakim, karena putusan hakim lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut terdakwa dua tahun penjara denda Rp 50 juta, subsidair enam bulan penjara, dan membayar uang pengganti Rp 103.885.900 dengan ketentuan, jika terdakwa memiliki harta benda dapat disita untuk dilelang dan dikembalikan kepada negara. Jika terdakwa tidak memiliki harta benda yang dapat disita, maka terdakwa dapat dihukum dengan pidana penjara dua tahun.
Kepada terdakwa diberikan waktu untuk menyatakan sikap atas keputusan ini, apakah menerima atau mengambil langkah hukum ke tingkat banding maupun kasasi sesuai  haknya. (bb)

Bawaslu Klarifikasi di Flotim

Senin, 24 Mei 2010 | 08:54 WIB
BADAN Pengawas Pemilu (Bawaslu) Pusat, Minggu (23/5/2010), melakukan klarifikasi di kantor KPUD Flotim di Larantuka. Klarifikasi itu menindaklanjuti laporan Paket Mondial (Simon Hayon-Frans Alffi Diaz), paket yang digugurkan KPUD Flotim.
Ada empat pihak yang diklarifikasi yakni Yosep Sani Bethan dari Paket Mondial selaku pelapor, KPUD Flotim (terlapor)  yang diwakili Abdul Kadir H Yahya, salah satu paket lain sebagai pembanding yakni Bernadus Tukan dan Ketua Panwas Pemilu Kada Flotim, Agnes YE Koten.
"Kami datang ke sini dalam rangka mengambil data setelah menerima laporan dari salah pasangan bakal calon yang tidak diakomodir dan dianggap tidak memenuhi syarat oleh KPUD Flores Timur. Seperti mekanisme biasa bawaslu, kami meminta kepada Panwas untuk melakukan klarifikasi atau mengkaji kasus ini," ujar Widyaningsih, anggota Devisi Hukum dan Penanganan Pelanggaran Bawaslu Pusat, di sela-sela rapat klarifikasi yang digelar di kantor Panwas Pemilu Kada Flotim, kemarin petang.
Dia mengatakan, klarifikasi itu dilakukan untuk mendapatkan data dan gambarang yang lengkap, tidak sepotong-sepotong. Karena itu pihak-pihak terkait masalah yang dilaporkan hadir untuk diklarifikasi.
"Untuk itulah kami mengundang pelapornya. Tadi malam sudah datang untuk menjelaskan permasalahannya, duduk perkaranya dari awal. Kemudian tadi dari pihak KPUD Flotim sudah datang dan sampai sekarang masih dalam proses berita acaranya. Banyak pertanyaan yang kami ajukan," tandas Widyaningsih.
Dia mengatakan bahwa Bawaslu juga mengundang perwakilan dari salah satu pasangan calon lain sebagai pembanding.
Ditanya tentang tindak lanjutnya klarifikasi ini, dia mengatakan bahwa Bawaslu akan mengkaji data-data yang diperoleh baik berupa berkas-berkas seperti surat- surat maupun penjelasan pihak-pihak terkait. Tidak tertutup kemungkinan, Bawaslu akan meminta lagi data dari KPUD sebagai data tambahan.
"Karena keterangan kalau tidak didukung data juga lemah," ujarnya.
Ia menambahkan setelah mendapatkan data yang dibutuhkan kemudian dilakukan pengkajian secara menyeluruh. Setelah itu baru diputuskan dalam rapat pleno. Dari pleno itu diterbitkan rekomendasi. "Bentuk rekomendasi biasanya lebih pada KPU pusat, propinsi dan KPUD dan panwas," ujarnya.    
Bawaslu, katanya, tidak serta merta langsung turun begitu ada persoalan dalam Pemilu Kada. Sebab di tingkat propinsi dan kabupaten/kota, ada Panwas Pemilu Kada.
"Karena mekanisme pilkada ini sesungguhnya adalah di daerah. Ada panwas kami di sini. Laporan itu masuk pada tanggal 6 Mei 2010. Tentu kami tidak langsung turun. Kami meminta Panwas di sini melakukan kajian. Soal kajiannya nanti akan kami diskusikan lagi dengan panwas," katanya.
Ditanya mengenai langkah KPU pusat dan KPUD NTT yang intinya meminta KPUD Flotim mengakomodir Paket Mondial, Widyaningsih mengatakan belum bisa berkomentar tentang itu.  "Kami belum bisa menyimpulkan secara singkat tanpa memiliki bukti yang kuat," katanya.
Ditanya mengenai langkah supervisi yang dilakukan KPUD NTT terhadap KPUD Flotim, dia mengatakan hal itu sudah diatur dalam undang-undang. Namun KPU, katanya, tentu memiliki mekanisme internal sendiri dalam menyelesaikan persoalan yang timbul dalam Pemilu Kada.
"Masing-masing punya mekanisme internal, silakan tanya ke KPU saja," katanya.
Dia menambahkan bahwa rekomendasi Bawaslu akan diberikan ke KPU. "Bentuk rekomendasinya seperti apa, saya belum bisa memutuskan karena belum ada pengkajian. Ini kan baru tahap klarifikasi dan saya tidak bisa mengatakan opsinya seperti apa. Masih terlalu jauh untuk menyimpulkan. Untuk akhir dari proses ini akan diusahakan secepatnya kami akan kaji dan dibawa ke pleno," demikian Widyaningsih.
Anggota KPUD Flotim, Abdul Kadir H Yahya mengatakan dirinya diklarifikasi seputar proses Pemilu Kada mulai dari tahap pencalonan, pendaftaran, penetapan, pengambilan nomor urut hingga pengajuan penundaan.
Ditanya tentang jangka waktu penundaan, Kadir mengatakan bahwa kepastian penundaan itu merupakan kewenangan Mendari. KPUD sudah mengusulkannya sesuai mekanisme yang diatur.
Sementara itu Bernadus Tukan, salah satu pengusung paket calon lainnya, yang juga diklarifikasi Bawaslu sebagai pembanding, mengatakan, paket yang diusungnya sudah mengalami kerugian secara material dan nonmaterial akibat tertundanya proses Pemilu Kada.
Dia berharap segera ada kepastian mengenai proses Pemilu Kada di Flotim. "Kami masih bersikap santun untuk menghormati proses-proses dan berharap cepat ada penyelesaian," kata Tukan.
Dia mengatakan, saat klarifikasi dia ditanya mengenai proses yang ditempuh paketnya dari pencalonan, pendaftaran sampai penetapan calon oleh KPUD Flotim. Dia juga ditanya mengenai kelengkapan dokumen dan berkas adiministrasi yang dipersiapkan dan dibawa ke KPUD waktu mendaftar. (aly/iva)

KPUD NTT Bentuk DK Pemilu Kada Flotim

Senin, 24 Mei 2010 | 09:07 WIB
KUPANG, POS KUPANG.Com -- KPUD NTT segera membentuk Dewan Kehormatan (DK) untuk menyelesaikan persoalan penetapan calon dalam Pemilu Kada di Kabupaten Flores Timur (Flotim).
Demikian  hasil konsultasi anggota KPUD NTT, Muhammad Gasim di KPU pusat di Jakarta, Jumat (21/5/2010). Untuk menentukan langkah-langkah sesuai rekomendasi KPU pusat, hari ini KPUD NTT melakukan rapat pleno, termasuk membentuk DK untuk Pemilu Kada Flotim.
Juru Bicara KPU NTT, Djidon de Haan mengatakan itu saat dihubungi ke ponselnya, Minggu (23/5/2010) malam. Saat dihubungi, Djidon mengaku berada di Waingapu, Sumba Timur. Di sana dia menjadi panelis pada debat kandidat bupati dan wakil bupati  daerah  itu.
Djidon menjelaskan, subtansi dari surat KPU  pusat hasil konsultasi KPU NTT, adalah segera dibentuk DK dan langsung bekerja. Jika dalam proses pelaksanaan tugas DK, KPUD Flotim mau melaksanakan Surat KPU Nomor 234 dan 280, maka kegiatan DK dihentikan. Namun jika selama proses kerja DK itu KPUD Flotim tidak mau melaksanakan dua keputusan itu, maka  DK bekerja sampai selesai  dengan rekomendasi.
Lanjut Djidon, jika hasil kerja DK sampai pada proses  pemberhentian KPUD Flotim, maka KPU NTT segera memproses pergantian antarwaktu (PAW). Jika proses PAW mengalami hambatan, kata Djidon, maka KPUD NTT mengambialih pelaksanaan Pemilu Kada.
Opsi-opsi tersebut, kata Djidon, akan di pilih KPUD NTT pada rapat pleno hari ini, Senin (24/5/2010). Namun Djidon tidak mengharapkan opsi yang diberikan KPU pusat terlaksana di kabupaten di ujung timur Flores itu. Dia mengharapkan KPUD Flotim mengeksekusi Surat KPU Nomor 234 dan 280, sehingga tahapan Pemilu Kada di daerah itu segera dilanjutkan. "Kami berharap KPUD Flotim melaksanakan dua surat KPU itu," kata Djidon. 

Konsultasi ke Mendagri

Sementara itu, pimpinan DPRD Flotim sudah berada di Jakarta untuk mengkonsultasikan penundaan Pemilu Kada yang diusulkan KPUD setempat, ke Mendagri.
"Kami belum membahas surat KPU tentang penundaan pilkada. Sekarang kami sedang berada di Jakarta untuk melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan Mendagri," kata Wakil Ketua DPRD Flores Timur, Anton Hadjon melalui telepon genggam dari Jakarta, kemarin.
Setelah melakukan konsultasi, kata dia, pihaknya akan segera kembali ke Larantuka untuk menggelar rapat membahas usulan penundaan Pilkada dari KPUD Flores Timur yang disampaikan pada 17 Mei lalu.
KPUD Flores Timur pimpinan Bernadus Boro Tupen, dalam rapat plenonya di Larantuka, Minggu (16/5/2010), memutuskan untuk mengusulkan penundaan Pemilu Kada.
Rapat pleno tersebut untuk menindaklanjuti surat KPU Pusat Nomor 234 dan 280 yang meminta KPUD Flores Timur untuk mengakomodir pasangan Simon Hayon-Fransiskus Diaz Alffi (Mondial) serta surat KPUD NTT Nomor 377 dan 378 tentang Usulan Penundaan Pilkada Flores Timur.
"Tidak ada gangguan keamanan, tidak ada bencana alam yang bisa dijadikan sebagai dasar hukum untuk menunda Pilkada. Yang ada hanya alasan lain-lain seperti alasan administrasi dan belum cairnya dana Pilkada," kata juru bicara KPUD Flores Timur, Kosmas Ladoangin.
Anton Hadjon yang bersama pimpinan DPRD lainnya sedang berada di Jakarta itu, mengatakan, konsultasi dengan Mendagri ini dilakukan agar keputusan dewan tentang penundaan Pilkada tidak menimbulkan masalah baru.
"Paling tidak, dewan sudah bisa memiliki gambaran tentang mekanisme dan tata cara mengusulkan penundaan pilkada kepada Mendagri agar usulan itu bisa langsung diproses dan ditetapkan," katanya.
Anton Hadjon juga mendukung langkah Koalisi Gewayang Tanah Lamaholot yang mengusung pasangan Simon Hayon-Fransiskus Diaz Alffi menggugat putusan KPU Flores Timur ke Pengadilan Tata Usaha Negara. (gem/ant)

Obyek Wisata Pantai Waijarang Ditutup

Sabtu, 15 Mei 2010 | 14:20 WIB
LEWOLEBA, FS -- Obyek wisata Pantai Waijarang di Desa Waijarang, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata, ditutup oleh pemilik tanah, Mans Wolor dan Gerardus, sejak sebulan lalu.
Pantauan FloresStar di obyek wisata itu, Kamis (13/5/2010), satu pintu gerbang utama dan dua pintu samping di obyek wisata pantai berpasir putih itu sudah dipalang kayu bulat dan bambu oleh pemilik tanah. Pada tiga pintu itu juga dipasang batang-batang pohon berduri.
Informasi yang diperoleh FloresStar menyebutkan, salah satu obyek wisata di Kabupaten Lembata yang berjarak sekitar 18 kilometer dari Kota lewoleba itu pada tahun 2001 dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Nubatukan. Pada   tahun 2004 Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lembata melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lembata mengelola obyek wisata pantai tersebut.
Warga Desa Waijarang yang tinggal dekat lokasi obyek wisata Pantai Waijarang, Marsi Amin (64), dan Akbar, (50), saat ditemui  di halaman rumah mereka, mengatakan, lokasi wisata itu sudah ditutup oleh pemilik tanah empat minggu lalu. Amin dan Akbar tidak tahu alasan penutupan lokasi wisata tersebut.
Menurut Amin, sejarah pembagian tanah di masa lalu, sesungguhnya tuan tanah sudah tidak memiliki hak lagi atas tanah  di tempat wisata itu. Karena pernah ada perjanjian kesepakatan di masa lampau antara para pemilik tanah di wilayah itu bersama orang Boleng dari Pulau Adonara. Dalam kesepakatan itu, jelas Amin, memberikan kewenangan sepenuhnya kepada orang Boleng untuk memanfaatkan tanah itu sebagai lahan pertanian, dan tidak akan diganggu lagi oleh tuan tanah.
"Kalau mau tutup harus orang Boleng, karena dulu pernah ada perjanjian penyerahan hak dari tuan tanah di sini (Waijarang), kepada orang Boleng, untuk mengolah dan menjadi hak milik orang Boleng. Batasnya hingga ke jembatan sana (batas Waijrang-Ndua Ria, Red). Kami tidak tahu mengapa sekarang ada lagi tuan tanah dan menutup tempat wisata itu. Tetapi biarlah karena mungkin dia (pemilik tanah) merasa memiliki hak untuk melakukannya." kata Amin.
Kepala Desa Waijarang, Bernadus Kuma (42), yang ditanya  FloresStar saat ditemui di rumahnya, Kamis (13/5/2010), mengatakan, tindakan penutupan tempat wisata Pantai Waijarang oleh pemilik tanah karena sejak dibuka menjadi obyek wisata tahun 2001 oleh Pokdarwis Nubatukan, tidak ada perjanjian atau seremonial adat bersama pemilik tanah.
Demikian selanjutnya, jelas Bernadus, pada tahun 2004, saat Pemerintah Kabupaten (Pemda) Lembata mengucurkan dana melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lembata, untuk pembangunan fasilitas tambahan seperti  lopo dan tempat duduk di tempat wisata itu, juga tuan tanah tidak dilibatkan.
"Tempat wisata itu pertama kali dibuka oleh Pokdarwis pada tahun 2001, setelah ada kelompok transmigrasi di Waijarang ini. Tetapi, saat itu dibuka tanpa sepengetahuan pemilik tanah. Sama halnya saat Pemkab Lembata memberi dana untuk pembangunan lopo, tempat duduk, dan penataan lebih lanjut hingga pemungutan karcis, juga tidak ada pertemuan dengan tuan tanah. Sejak saat itu, pengelolaannya diambil alih oleh Pemkab Lembata, dan Pokdarwis tidak lagi kelola," jelas Kuma.
Menyangkut penutupan tempat wisata itu, kata Kuma, sekitar bulan Maret 2010, pemilik tanah Mans Wolor dan Gerardus, mendatangi kepala desa dan menuntut tempat pariwisata dan areal transmigrasi yang ditempati oleh  100 kepala keluarga.  Tetapi, kata Kuma, ia menyatakan kepada kedua pemilik tanah, bahwa pihak desa tidak punya hak menjawab tuntutan tersebut, karena mereka ditempatkan oleh Pemkab Lembata.
Kuma menjelaskan, ia pernah mendampingi (memediasi)  tuan tanah menemui Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lembata bersama Kepala Bidang Pariwisata, sekitar akhir Maret 2010 lalu. Hasil pertemuan itu, jelas Kuma,  muncul penawaran dari tuan tanah agar Pemkab Lembata membayar ganti rugi  tempat  pariwisata itu sebesar Rp 1 miliar.
"Dari pertemuan itu, pak kadis dan pak kabid, menjanjikan untuk memberikan informasi lanjutan ke desa, setelah konsultasi dengan bupati. Tetapi, setelah tiga minggu berjalan tidak ada informasi dari kabupaten sehingga mereka (tuan tanah), mengambil keputusan untuk menutup tempat wisata itu," kata Kuma. (bb)

.::POS KUPANG | Media Menuju Masa Depan – Nubatukan Juara Umum O2SN Lembata

.::POS KUPANG | Media Menuju Masa Depan – Nubatukan Juara Umum O2SN Lembata