Semalam Disel, Imran Tegar Tolak Tambang
Ini baru pejuang namanya. Kendati sempat dijebloskan ke ruang tahanan polisi, Imran Husein, Ketua Mahasiswa Uyelewun (MAWU) Kupang, menyatakan tetap bersikukuh berjuang menolak tambang Lembata. “Tekad saya dan kawan-kawan sudah bulat, terus berjuang menolak rencana tambang di Lembata. Bagi saya, Lembata sudah di ujung kehancuran atas rencana ini. Dosa dan kesalahan pemerintah Lembata ini sudah tidak bisa ditolerir lagi. Sehingga menempatkan mereka pada titik yang tidak berdaya lagi. Sehingga untuk apa lagi mempertahankan pemerintahan seperti ini,” tandasnya.
Lebih jauh, dia mengharapkan agar segenap komponen rakyat Lembata segera bangkit dari ketaksadaran untuk melihat kondisi riil daerah dan pemerintahannya. “Jika kita harus menunggu pemerintahan ini berakhir secara konstitusional, maka jangka waktu yang terlalu lama. Kita akan terus diintimidasi. Maka tawaran saya, revolusi harus segera digulirkan di bumi Lembata,” tegas Imran berapi-api.
Dikisahkan bahwa dirinya “diamankan” polisi pasca aksi damai tolak tambang di Bean, 19 November 2007. Berikut petikan penuturan Imran seputar “pengamanan” dirinya oleh aparat kepolisian:
Saat berjalan pulang dari Bean, saya tidak tahu kalau terjadi insiden massa dengan Sulaiman Syarif. Ketika itu, banyak batu dan kayu di sepanjang ruas jalan. Saya pikir aksi tolak tambang sudah selesai, sehingga saya bergabung dengan rombongan wakil bupati untuk kembali.
Tiba-tiba Sulaiman Syarif meneriakkan massanya untuk tidak membiarkan saya pergi. Dia perintahkan massanya untuk menahan saya. Saya dipukul dua kali. HP dan jaket saya jatuh.
Lalu, Sulaiman mengancam akan membunuh saya. Tangan kirinya memegang kerah baju saya, dan di tangan kanannya dia pegang parang sepada panjang. Dia seret saya ke pinggir jalan.
Polisi yang mengawal wakil bupati berlari mendekati kami dan langsung mengamankan saya. Selanjutnya, saya dibawa ke Polsek Buyasuri, dan dimasukkan ke sel.
Sekitar 30 menit kemudian, saya dikeluarkan lagi. Ketika itu, massa Sulaiman Syarif memadati Polsek dan meminta agar saya dikeluarkan untuk diadili. Akhirnya, polisi melakukan pengawalan ketat, membawa saya keluar, dan saya dinaikkan ke motor untuk diberangkatkan ke Polsek Omesuri. Tapi, sebelum naik sepeda motor, saya dipukul di bagian belakang kepala sebanyak dua kali.
Dua orang polisi mengawal saya ke Balauring, dan dijemput Kapolsek Omesuri di Buriwutung dengan menggunakan mobil patroli. Sampai di Balauring, saya langsung dijebloskan ke sel sejak pukul 19.30. Tapi malam itu, Kapolres telepon meminta saya diantar ke Polres Lembata di Lewoleba. Akhirnya, pukul 22.00 malam saya dikeluarkan dari sel dan diantar Kapolsek Omesuri dan anak buahnya ke Polres Lembata di Lewoleba.
Kami tiba di Polres sekitar pukul 00.30 Witeng. Hanya polisi piket yang ada di Polres, sehingga saya langsung dijebloskan ke ruang tahanan.
Esok pagi sekitar pukul 08.00, saya dipanggil menghadap Kapolres. Ketika itu, Kapolres ditemani Kasat Intel dan Kasat Reskrim. Mereka menjelaskan kepada saya bahwa saya tidak ditahan, tapi hanya diamankan. Setelah itu, pukul 09.00, saya dibebaskan. Namun dikenakan wajib lapor. Tapi, saya tidak mau, karena saya merasa bukan tahanan polisi.
Dan, saya juga sudah melaporkan tindakan penganiayaan dan rencana pembunuhan yang dilakukan Sulaiman Syarif dan massanya terhadap saya. Laporan ini langsung disampaikan ke Polres Lembata di Lewoleba.
Sementara itu, Sekretaris Baraksatu, Anton Leumara mendesak Polres Lembata untuk mengusut tuntas laporan Imran Husein.
Dia juga mengingatkan aparat pemerintah di Kecamatan Omesuri dan Buyasuri agar tidak menjadi spionase investor dan antek-anteknya di Pemkab Lembata. “PNS itu pegawai negeri sipil, yang digaji dengan uang rakyat, bukan uang penguasa atau investor. Tugas PNS adalah melayani rakyat bukan menginteli rakyat. Sangat memalukan kalau PNS justru jadi provokator,” tandasnya.
Anton Leumara menangkap indikasi adanya oknum-oknum pejabat yang sengaja memperkeruh keadaan di Kedang. “Buktinya, ada oknum PNS yang sibuk masuk keluar kampung mencari orang untuk mendukung tambang dengan tawaran sepeda motor megapro, HP camera dan uang Rp 2 juta per bulan. Ini jelas-jelas tindakan provokatif,” tegas dia, sembari mengingatkan Bupati Manuk agar tidak memutarbalikkan fakta seolah-olah aktifis tolak tambang yang memprovokasi masyarakat. (*/sinar uyelindo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar