Kamis, 29 November 2007

Warga Tolak Caretaker Kades Dikasare

Warga Tolak Caretaker Kades Dikasare

Ratusan warga Desa Dikesare tak kuasa menyembukan kekesalannya atas sikap Bupati Lembata yang memberhentikan kadesnya, Rafael Suban Ikun. Kontan saja, mereka segera menghimpun diri dan memper­siapkan aksi unjukrasa ke kantor camat Lebatukan dan kantor Bupati Lembata. Ijin dari Polres Lembata pun sudah dikantongi.
Sayangnya, ketika tengah menanti hari “H” beraksi, Wabup Lembata, Drs. Andreas Nula Liliewerr mengirim staf Kesbang­lin­mas, Markus Lela Udak untuk “merayu” massa agar tidak me­lancarkan aksi. Wabup bah­kan menyanggupi untuk menerima utusan warga di ruang kerjanya.
Sikap kompromis ini disambut hangat warga desa, kendati dalam suasana batin yang was-was. Lima orang utusan warga Desa Dikesare pun dikirim menemui Wabup Liliweri, Senin (11/11). Tanpa kompromi mereka langsung menuntut agar Pemerintah Kabupaten Lembata menarik kembali Surat Keputus­an (SK) Bupati Lembata tentang Pemberhentian Kepala Desa Dikesare Kecamatan Lebatukan. Menurut warga, pemberhentian itu tidak sesuai prosedur dan membingungkan.
Lima utusan itu adalah Fran­sis­­ko Making, Emanuel Ma­king (ketua BPD), Batolo­me­us Bos, Fidelis Kewa­man, dan Yohanes Vianye. Hadir dalam pertemuan itu Kepala Bagian Pemerintah Desa Wilem Sogen, Kepala Bagian Tata Pemerintah Setda Lembata, Said Kopong, Asisten II Setda Lembata, Lukas Witak dan beberapa pejabat lain, termasuk Kasat Intel Polres Lembata, Iptu Jamaludin.
Koordinator utusan warga Desa Dikesare, Fransisko Making mengatakan, kehadiran mereka untuk meminta klarifikasi soal pemberhentian Kepala Desa Dikesare. Mereka mena­nyakan dasar atau alasan dikeluarkan SK pemberhentian itu. Mereka juga minta Bupati Lembata Andreas Duli Manuk menarik kem­bali SK pem­ber­hentian itu. Masyarakat Dikesare, kata dia, juga minta supaya Kepala Desa Dikesare Rafel Suban Ikun yang ter­pilih untuk ke­dua kalinya itu segera dilantik.
Wakil Bu­pati Lembata Andreas Nula Liliweri dan Ke­pala Bagian Pe­merintah De­sa, Wilem Sogen men­­jelaskan usul­an Pe­ja­bat Caretaker ke­pala desa itu sebe­nar­­nya atas usulan BPD. Na­mun hal itu tidak dilakukan oleh Badan Per­wa­kilan Desa (BPD) se­hing­ga Peme­rintah Dae­rah menge­luar­kan SK pember­hen­tian Ke­pa­la Desa Dikesa­re dan me­­nunjuk Ca­­reta­ker Pe­jabat Ke­pala Desa Di­ke­­sa­re, yakni Ma­­king Gre­go­rius (Se­kretaris Keca­matan Lebatu­kan). Wakil Bupati Lembata menga­ta­kan SK itu dikeluar­kan karena masa jabatan Ke­pala Desa Dikesare Ra­fel Suban Ikun sudah ber­akhir 20 Juni 2007­. Hal yang sama di­sam­paikan Asisten II Setda Lem­bata, Lukas Lipat­aman Witak.
Ini benar-benar membi­ngung­kan. Pasalnya, Ke­tua BPD Dikesare, Ema­nuel Making mengatakan sebelum pemilihan kepala desa ia sebagai ketua BPD sudah berkonsultasi de­ng­an seksi tata pemerin­tahan Keca­matan Leba­tu­kan soal pejabat kepala de­sa. Na­mun, ketika itu, ke­pala tata pemerintahan menga­takan tidak menjadi soal dan pejabat kepala desa itu hanya formalitas saja.
Berdasarkan hasil konsultasi itu maka mereka tidak atau mengusulkan pejabat kepala desa dan proses pemilihan kepala desa berjalan dengan aman dan demokratis. “Mana yang kami pegang, orang kecamatan omong lain, peme­rintah kabupaten omong lain. Setahu saya pemerintah keca­matan itu perpan­jangan tangan pemerintah kabupaten,” tandasnya.
Emanuel Making juga menga­­takan kalau hanya alasan masa jabatan kepala desa Dikesare sudah berakhir 20 Juni 2007, mengapa hanya dia saja yang mendapat SK Pemberhen­tian, sementara banyak kepala desa di Kecamatan Lebatukan yang masa jabatannya juga sudah berakhir tapi tidak diber­hentikan. Bahkan ada pemilihan kepala desa lebih dahulu dari pemilihan kepala desa Dikesare.
Kontan saja, situasi mulai tegang. Wabup dan Asisten II yang mulai terpojok tampak berusaha membangun argu­mentasi pembelaan diri. Wabup Liliweri beralasan bahwa selain karena alasan masa jabatan berakhir, juga ada laporan dari masyarakat terkait perilaku Kepala Desa Dikesare. Akan tetapi, Fransisko Making lang­sung menohok bahwa bagi mereka tidak ada masalah kalau hanya laporan dari Usman Gega (calon Kepala Desa yang kalah). Bahkan, soal “ulah” Usman, mereka sendiri sudah mengha­dap pihak kecamatan Lebatukan untuk klarifikasi. Namun saat itu Usman Gega tidak hadir. Dia bahkan menilai laporan Usman Gega salah alamat, karena seharusnya pengaduan itu disampaikan kepada panitia pemilihan kepala desa bukan ke kecamatan atau ke kabupaten.
Liliweri tak habis akal, ia langsung menepis. Diakui bahwa pengaduan Usman memang salah alamat. Menurut dia, laporan yang dimaksud bukan dari Usman Gega, tetapi masya­rakat lainnya. Sayangnya, ia tidak menjelaskan siapa yang melapor­kan Kades Ikun ke pemerintah kabupaten.
Asisiten II Setda Lembata Lukas Witak bahkan memperte­gas ucapan Wabup. Dikatakan, laporan yang disampaikan menyangkut korupsi yang dila­kukan oleh Kades Dikesare. “Kalau omong ten­tang korupsi kita punya telinga ini berdiri se­mua,” ujarnya. Terus?
Sabar dulu. Fransisko Making balik meng­ingatkan bahwa pada tanggal 19 Juli 2007, Ba­dan Pengawas (Banwas) Lembata sudah mela­kukan pemeriksaan terhadap Kades dan seluruh staf desa. Hasilnya, Banwas menya­takan tidak menemukan adanya indikasi tindakan korupsi.
Tak ayal lagi, ini menyulut emosi Wabup. De­ngan nada suara keras, Wabup meminta Making menyebutkan atau menjelaskan jenis-jenis pemerik­saan. Namun dengan santai Making mengatakan, “Saya tidak tahu.”
“Kau stop omong itu,” tohok Lukas Witak. Sua­sana pertemu­an makin panas. Witak mene­gas­kan bahwa pemberhentian Kades Dikesare guna memper­lancar proses admnistrasi. Dikatakan, desa akan mengalami kesulitan kalau Pemerintah Desa Dikesare mengurus administrasi, misalnya tentang keuangan desa. “Uang desa tidak mungkin bisa dicairkan kalau ditandata­ngani Rafel Suban Ikun karena masa jabatannya sudah berakhir. Karena itu perlu ditunjuk seorang pejabat kepala desa sebe­lum kepala desa terpilih dilantik,” kata Lukas Witak.
Tapi, Ketua BPD Dikesare, Emanuel Ma­king balik menyergap bahwa tanpa Dana Alokasi De­sa (ADD) mereka tetap bisa hidup. Ya, “kami te­tap bisa hidup tanpa ADD,” tandasnya.
Emanuel Making juga mengatakan mereka tetap tidak menerima pejabat kepala desa yang ditunjuk bupati. Kalau pemerintah tetap tidak mau maka mereka mengancam akan melantik sen­diri kepala desa yang mereka pilih secara demo­kratis. Pernyataan Emanuel Making ini mem­buat beberapa peja­bat emosi dan minta menarik kembali pernya­taannya.
Suasana pertemuan selama kurang lebih dua jam ini tegang. Lima utusan warga desa Dikesare itu tidak terima penjelasan pemerintah karena itu meraka minta supaya Wabup dan jajarannya bisa menjelaskan sendiri kepada masyarakat Dike­sare.
Semua permintaan masyarakat itu tidak ter­penuhi. Utusan diminta menjelaskan ke masya­rakat. Emanuel making dan Fransisko Making mengatakan mereka tidak puas dengan penje­lasan pemerintah.
Asal tahu saja, pasal 35 Perda Lembata Nomor 5 Tahun 2006, menyebutkan, “Kepala Desa diberhentikan sementara oleh Bupati tanpa melalui usulan BPD karena berstatus sebagai tersangka karena melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar dan atau tindak pidana terhadap keamanan negara.”Sejauh ini, Rafael Suban Ikun tidak per­nah dikenakan status sebagai ter­sangka. Pun, BPD sama sekali tak pernah mengusul­kan pember­hentian­nya. Karena itu, mereka menilai keluar­nya SK pem­berhentian sebagai tindakan sewe­nang-wenang yang melecehkan demo­krasi di desa.(fredy wahon/hu flores pos)

Tidak ada komentar: