Jumat, 01 Februari 2008

PILGUB NTT: Membaca Arus Politik Tallo

PILGUB: Membaca Arus Politik Tallo

* Lebu Raya Di Ujung Tanduk,
* EHOK - HARMAN Rebutan Pintu,
* Medah - Adoe - Laiskodat Antre

Genderang pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi NTT baru akan ditabuh 15 Februari nanti. Namun sejak setahun silam, kalender dan stiker para bakal calon sudah bertebaran hingga ke pelosok daerah terpencil. Sosok Gubernur Piet Alexander Tallo, SH disebut-sebut masih memegang kunci dalam menentukan siapa yang bakal memenangkan pertarungan. Kemanakah arus politik dialirkan Tallo?

Kendati tahapan Pilkada Gubernur/Wagub sudah di ambang pintu, baru sa­tu paket yang dipastikan maju ke arena pertarungan. Yakni, Drs. Frans Lebu Raya-Ir. Eston Foe­nay, MSi alias FREN yang diusung PDI Perjuangan. Paket kedua yang hampir bisa di­pastikan tem­bus ke arena adalah Drs. Gaspar Parang Ehok – Yulius Bobo, SE, MM alias GAUL yang di­dekla­rasikan partai-partai gu­rem.
Namun, posisi GAUL masih terancam oleh guncangan di tu­buh PPDI –salah satu partai pen­dukungnya. Sekalipun, PPDI versi Jhon Dekrasano memang meng­akomodir GAUL, tapi versi Simon Hayon justru meng­usung Doktor Benny Kabur Harman, SH, MH yang dipasangkan dengan Drs. Alfred Kase, MSi --Sekretaris Daerah Kabupaten Timor Te­ngah Selatan (TTS). Mak­lum saja, Benny Harman adalah kader PKPI yang kini jadi ang­gota Ko­misi III DPR RI. Jika PKPI keluar, GAUL masih harus mencari tam­bahan sua­ra. Pasalnya, total sua­ra partai pendukung yang tersisa cuma delapan kursi Dewan, ter­paut 1 kursi dari 9 kursi yang di­per­­sya­ratkan untuk meme­nuhi quota 15%. Partai-partai pendu­kung GAUL adalah PPDI yang punya empat (4) kursi di DPRD NTT, Partai Pelopor (2 kursi), PNBK (1 kursi), PPD (1 kursi). Ka­rena itulah, kubu GAUL sedang gencar memburu PDS (4 kursi) dan Partai Demo­krat (2 kursi).
Celakanya, PPD tampaknya mulai goyah oleh pendatang baru di pentas politik NTT, Benediktus Bosu, SH –notaris sekaligus pengusaha real estate kelahiran Ende, yang boleh dibilang cukup sukses di Jawa Timur. Apa­lagi, dikabarkan tim sukses Bosu se­dang meminang Ina Tallo, putri Gubernur Piet Alexander Tallo. Paket Bosu – Ina Tallo dikabarkan tengah menggalang kekuatan partai-partai non parlemen plus PPD. Arti­nya, prosentase akumulasi perolehan suara pemilu legislatif yang dikejar, dan diyakini akan mencapai 17% lebih jika ditambah PPD.
Goncangan di tubuh PPD ini diakui pentolan tim sukses GAUL, Drs. Jhon De­kra­sano. Ya, “Partai Persatuan Daerah (PPD) itu baru-baru ini sebenarnya men­­du­kung kita, tapi tidak ikut menan­datangani deklarasi. Padahal di Jakarta DPP-nya itu menandatangani deklarasi tanggal 9 Maret 2007. Kita tinggal lihat saja bagaimana ke­putusan DPP untuk Partai Persatuan Daerah (PPD) itu,” ujarnya.
Figur lain yang ikut meramaikan pere­butan pintu masuk melalui gabungan partai adalah Kombes Polisi Alfons Loemau, putra NTT asal Belu yang kini bertugas di Ma­pol­da NTT. Dikabarkan, Loemau akan berpa­sangan dengan Dok­tor Frans Salesman, ke­tua Bappeda Manggarai sekarang. Paket ini disebut-sebut sudah mengantongi empat kursi Partai Damai Sejahtera (PDS), dan te­ngah membidik Partai Demokrat. Tapi, kalau pun dua partai itu berhasil digaet mere­ka ma­sih terpaut tiga kursi lagi untuk mencapai quota 15%.
Sementara satu figur lagi yang masih samar-samar adalah Jhonatan Nubatonis, putra TTS yang kini berkiprah di Dewan Per­wakilan Daerah (DPD). Dise­but-sebut Ketua Persatuan Orang Timor (POT) ini akan berpasangan dengan dr. Valens Sili Tupen, mantan Kadis Kese­hatan Ngada, yang kini memimpin Dinas Kese­hatan Flotim. Dua tokoh non partai ini masih belum terdengar soal pintu masuknya.
Bagaimana dengan Golkar? Sekretaris Golkar, Cyrilus Bau Engo menyebut bahwa LSI masih melakukan survei untuk menen­tukan siapa yang dido­­minan di mata publik. Tapi, sesungguhnya ada tiga figur dominan di bawah beringin. Yakni, Drs. Ibrahim Agustinus Medah (Ketua DPD Golkar NTT/Bupati Kupang), Victor Bungtilu Laiskodat, SH (anggota DPR-RI) dan Drs. Melkianus Adoe (Ketua DPRD NTT).
Sebagai pemegang tongkat komando partai di NTT, Medah sesung­guhnya punya kans besar. Tapi, belakangan ia digebuk dengan sejumlah kasus dugaan korupsi di Kabupaten Kupang, yang proses hukum­nya jalan di tempat. Hanya saja, melihat proses hukum terhadap Wakil Bupati, Ru­ben Funay atas dugaan ko­rup­si semasa men­jadi Ketua DPRD Kabu­pa­ten Kupang, yang akhir­nya divonis bebas, kal­kulasi poli­tik terhadap posisi Medah agak ber­beda. Politisi kawakan itu di­se­but-sebut akan keluar dari ke­me­lut hukum untuk maju terus melaju di are­na Pilkada. Hanya saja, , ia masih harus berha­dapan dengan Victor Bungtilu Laisko­dat yang gencar menggempur la­pang­an melalui Yayasan Victori, mi­liknya. Apalagi Lais­­kodat telah ke­sohor lan­­­tar­­­an mampu me­nan­dingi Piet Tallo dalam pe­ngumpulan suara di DPRD NTT, lima tahun lalu. Berpasangan de­ngan Simon Hayon, Laiskodat nyaris menjadi Gubernur NTT ji­ka tidak terpaut satu suara. Me­nge­­jutkan memang!
Sayangnya, Laiskodat ter­­co­reng oleh pemberitaan seputar masa mudanya yang pernah men­jadi penghuni bui. Ya, “Pak Viktor di satu sisi lain dia punya kelemahan adalah masa lalu, per­nah masuk pen­­jara. Itu masa lalu­nya,” aku Arif Rahman, salah seorang tim suksesnya.
Namun, sambung Arif, “ke­ung­­gulannya adalah aset finan­sial. Viktor tidak meng­gunakan uang dengan mark up proyek un­tuk suksesi. Kita di Pak Viktor saja kita hitung biaya jaringan saja itu Rp 15 miliar itu sampai ke tingkat de­­sa. Kita belum hitung ongkos ban­­tuan kepada masyarakat.” Gila!
Boleh jadi, inilah yang mem­buat Golkar harus menghi­tung moment untuk meng­u­mum­­kan paket yang akan diajukan untuk bertarung. Jika tidak diakomodir, bukan tidak mungkin figur yang tersingkir akan memburu kenda­raan politik lain untuk balik meng­ge­buk paket Golkar. Penga­laman Daniel Adoe dalam Pilkada Kota Kupang sungguh jadi pelajaran, bahwa figur unggul­an Golkar jus­tru terjung­kal oleh kader yang di­gu­sur Golkar.
Figur ketiga yang agak te­nang tanpa badai berarti adalah Mell Adoe. Jajaran pengurus te­ras Gol­kar bahkan sempat meng­ancam me-recall Mell dari DPRD karena rajin masuk keluar kam­pung meng­galang dukungan. Ta­pi, jika Medah tersandung, dan Lais­­­kodat tergusur oleh masa la­lu­nya, maka langkah Mell Adoe ke arena per­tarungan akan mu­lus. Terus?
Dari peta kandidat yang ber­edar, tampaknya benar apa yang dikatakan mantan sekretaris DPD PDIP NTT, Ir. Karel Jani Mboeik bahwa yang menentukan siapa yang bakal memenangkan pertarungan nantinya adalah massa pemilih dari Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Se­lain merupa­kan kabupaten de­ngan pemilih terbesar di NTT, hampir bisa dipastikan tidak ada figur dari wilayah ini yang maju ber­ta­rung. Sebab posisi Jona­than Nubatonis masih cukup sulit mendapatkan pintu. “Siapa pun yang menang di TTS, dialah yang akan menjadi gubernur kalau kons­telasinya macam sekarang ini,” ujar Jani Mboeik, optimistis.
Apalagi, diyakini bahwa pemi­lih NTT masih belum cukup na­sio­nalis dan rasional. Orang ma­sih cenderung memilih dengan per­timbangan-pertim­bangan ke­dekatan emosional primordia­lis­tik. “Kalau ada orang yang me­nga­takan pemi­lih di NTT itu na­sio­nalis, itu tidak benar. Itu pem­bodohan bagi saya. Dan ini harus di­lihat oleh partai bahwa pemilih tidak nasional itu inti pokok. Bu­kan militansi, mereka tidak nasio­nalis. Mereka memilih karena su­ku, agama, golongan dan lain-lain,” tandas Jani Mboeik, lagi.
Pada simpul inilah posisi po­litik Piet Tallo menjadi dominan. Mantan bupati TTS dua periode ini masih sangat didengar para tokoh politik TTS. Pun, warga TTS masih sangat mendengar suara­nya. Lihat saja, pertarungan Pil­gub lima tahun silam. Golkar TTS mati-matian mempertahankan Piet Tallo, bahkan sampai nekad me­merintahkan wakilnya di DPR­D NTT untuk memilih paket Tallo-Lebu Raya yang diusung PDIP. Se­lain karena di TTS, masih ada Chris Tallo, adik Piet Tallo, toh ke­beranian Golkar TTS me­nan­tang arus DPP yang mendu­kung Eston Funay-Gaspar Ehok, bu­kan­lah sesuatu yang mudah. Ta­pi, Gol­kar TTS tentu tak mau ke­hilangan massa pemi­lih TTS meng­h­adapi pemilu 2004, ketika itu.
Sesungguhnya, Lebu Raya pu­nya kans menggaet massa pen­­dukung Tallo. Karena dia sem­pat jadi “penyelamat” bagi Tallo untuk kembali memimpin NTT kedua kali, setelah Golkar meninggalkan Tallo. Sekalipun, ketika itu, Tallo juga punya kans di Fraksi Gabungan untuk berpa­sangan dengan Simon Hayon, toh tidak semulus jika lewati pintu PDIP. Tapi, itu lima tahun lalu.
Langkah politik PDIP setelah duduk di puncak kekuasaan justru acapkali balik “menggebuk” Tallo. Lihat saja, kasus Sarkes yang di­kerjakan “orang-orang dekat” pu­sar kekuasaan PDIP justru bikin Ta­llo harus berurusan dengan po­lisi. Lebih parah lagi, gempuran po­litisi PDIP atas proyek pemba­ngunan gedung Bank NTT yang me­mojokkan sejumlah “orang de­kat” Tallo. Pun, disinyalir kalau ‘rumor mening­galnya Piet Tallo’ senga­ja ditiup­kan untuk melanggengkan langkah Lebu Raya mengambil alih kekuasaan dari tangan Tallo.
“Dulu merengek-rengek minta gandeng Piet Tallo. Se­telah masuk, malah balik menikam dari bela­kang,” ujar salah seorang tokoh yang dikenal dekat dengan Piet Tallo, mengomentari sikap pentolan PDIP.
Di titik inilah, Lebu Raya ber­ada di ujung tanduk. Apalagi, Le­bu Raya telah “membuang” Piet Dja­mi Rebo yang sempat ber­pe­rang dengan Tallo dalam kasus mu­tasi Ir. Andre Ratu Kore ke Ba­ppeda NTT dari Kasubdin Cipta Ka­rya, dan merangkul Eston Foe­nay. Terbuangnya Djami Rebo ten­­tu saja membuka jalan mulus bagi GAUL di daratan Sumba. Ka­rena selain kelahiran Sumba, Yu­lius Bobo juga kader PDIP yang sem­pat jadi anggota fraksi PDIP DPR-RI dan calon bupati Sumba Barat dari PDIP. Sehingga harapan terbesar FREN adalah mendulang suara Kota dan Kabupaten Ku­pang serta TTS, yang selama ini dipadati massa pendukung Tallo. Sayang­nya, Eston juga sempat menantang Tallo pada Pilgub lima tahun silam. Artinya, pergantian figur tetap sa­ma sekali tak mam­pu menjinakan hu­bungan politik dengan kubu pendukung Tallo. Sing­katnya, kecil peluang Tallo mengalirkan arus po­litiknya ke ku­bu FREN. Lalu, kemana akan dia­rah­kan?
Munculnya nama Ina Tallo da­lam bursa bakal cawagub me­micu spekulasi baru. Bisa jadi, ini sebagai pilihan alter­na­tif jika Me­­dah dan Mell Adoe sa­ma-sa­ma tersandung. Tapi, bila Me­dah atau Mell yang lolos, ma­ka arena per­ta­rungan akan be­nar-be­nar sengit. Lawan tanding ter­hebat mereka adalah ga­bung­an par­tai: entah Gaspar Ehok, Be­nny Har­man atau Benny Bosu. Atau, mungkin juga Laiskodat yang di­kabarkan memiliki tim sukses yang sudah cukup mera­ta di se­mua kabupaten se-NTT. Karena, Laiskodat memang agak royal belanja pemben­tukan ja­ring­an. “Kita hitung biaya jaring­an saja itu Rp 15 miliar itu sampai ke tingkat desa. Kita belum hitung ongkos bantuan kepada ma­sya­rakat,” ucap Arif Rahman.
Sekalipun pernah berhadap-hadapan, Laiskodat dan Tallo saat ini sama-sama bernaung di ba­wah beriringin. Artinya, bila Lais­kodat lolos dari Golkar dan Ina Tallo tak jadi dipinang Bosu, boleh jadi, tak akan ada arus po­litik yang dialirkan Tallo. Tapi, bu­kan tidak mungkin pula kalau arus politik Tallo meng­alir kepada Laiskodat jika putra Pulau Semau itu mam­pu lentur. Bisa juga, du­kungan Tallo bisa mengalir ke Gas­­par Ehok yang per­nah mem­bantu Tallo jadi Ka­dis maupun Asisten Setda.
Tapi, bukan tidak mungkin pu­la kalau Tallo akhirnya men­su­port Alfred Kase yang berpa­sa­ng­an dengan Benny Harman. Jika ini sampai terjadi, maka per­ta­rungan bakal sungguh-sung­guh se­­ru. Karena tanpa dukungan Ta­llo pun, Kase tentu akan mam­pu membelah suara TTS. Jika Benny mampu mendulang suara di ka­wasan Flores, jalan ke pusar ke­kua­saan akan mulus.
Nah, kita nantikan saja, babak akhir pertarungan perebutan pin­tu masuk arena Pilkada Gubernur 2008. Dari situ akan bisa terbaca jelas, kemana arah arus politik Tallo akan mengalir, sekalipun ki­ni ia sedang menderita sakit. n fredy wahon

Tidak ada komentar: