Selasa, 05 Agustus 2008

Tambang Emas di Lembata Ancam Keselamatan Paus dan Karang

Rencana eksploitasi tambang emas dan tembaga di wilayah Batu Mere, pesisir Selat Alor, Kabupaten Lembata, Provinsi NTT akan mengancam keselamatan paus dan terumbu karang di wilayah ini.
Meskipun menuai protes dari masyarakat, PT Merukh Lembata Copper, kelompok Grup Merukh Enterprises milik Yusuf Merukh akan melakukan eksploitasi selama 50 tahun, dimulai tahun 2009. Yang sangat menyedihkan lokasi tambang ini berada di pesisir Selat Alor, antara Lembata dan Pantar yang merupakan habitat utama paus di Indonesia dan memiliki kekayaan alam bawah laut yang sangat indah serta menjadi salah satu lokasi penyelaman penting.
Benjamin Kahn, Direktur APEX Environmental, Program Cetacean Laut Asia-Pacific yang telah mengadakan penelitian di kawasan ini selama 7 tahun menyerukan agar semua pihak terkait menaruh perhatian serius terhadap ancaman ini. „Kawasan ini merupakan bagian dari Coral Triangle yang memiliki karang dan mangrove yang bernilai sangat penting. Ekosistem di kawasan ini akan sangat terpengaruh oleh pembangunan dan operasional tambang. Sementara ekosistem lautnya juga sangat tinggi dan beragam, laut dalamnya diindikasikan memiliki kekayaan dan kelimpahan berbagai spesies paus, termasuk tempat tinggal Paus Sperm. Pembuangan limbah tailing sebanyak 350 ton per 24 jam ke laut dalam akan berdampak besar pada lingkaran spesies mulai dari tuna ke cumi hingga paus (dan perikanan yang menjadi target mereka),“ ungkap Kahn.
Secara khusus tambang akan ini akan mengancam Paus Biru dan Sperm. Paus Biru kerap dijumpai di perairan Lembata. Sedangkan Paus Biru tercatat melakukan migrasi melalui Selat Alor, yaitu antara Lembata dan Pantar. ”Paus Biru ini melintasi sekitar 100 meter dari lokasi tambang yang diajukan,” ungkap Kahn. Tambang ini akan mengganggu perilaku migrasi dan aktivitas penambangan akan mengacaukan migrasi Paus Biru melalui lintasan Selat Alor menuju Laut Flores/Banda. Hal ini berdampak besar pada spesies paus yang terancam, yang merupakan mahluk terbesar di planet ini dan seharusnya lebih diutamakan dalam setiap aktivitas di lokasi ini. ”Masalah ini bukan hanya penting bagi Indonesia, tapi seperti Paus Biru yang juga merupakan bagian dari populasi Indo-Australia, juga menjadi perhatian rencana pengelolaan dan pelestarian paus bagi perairan Australia,” ungkap Kahn.
Populasi paus yang terancam ini secara penuh di bawah perlindungan hukum Indonesia dan internasional, di mana kawasan ini merupakan bagian samudera yang secara ekstrim sangat dinamis, dimana Selat Alor merupakan salah satu jalur aruslintas Indonesia (arus lautan antara Samudera Hindia dan Pasifik). Gangguan seperti pembuangan limbah akan berdampak besar pada kawasan ini. ”Zona dampak proyek ini mungkin meluas lebih besar hingga ke Laut Sawu, yang juga akan memiliki resiko tinggi dan akan berpengaruh pada ekosistem lautan. Dampak proyek ini seharusnya dikurangi atau aktivitas dihentikan,” ungkapnya.
Dampak penambangan ini juga akan dirasakan masyarakat Lembata. Aliansi Adat yang terdiri dari beberapa desa di Lembata, termasuk para pemimpin gereja, menolak rencana ini, karena akan berpengaruh sangat besar pada mata pencaharian mereka, termasuk perburuan paus sperm secara tradisional.
(By pariama hutasoit)

Tidak ada komentar: