Rabu, 03 Maret 2010

Bala Cium Kaki Erni Manuk

LEWOLEBA, POS KUPANG.Com -- Terdakwa Mathias Bala Langobelen mengaku pernah mencium kaki terdakwa Theresia Abon Manuk alias Erni Manuk. Ciuman kaki itu sebagai ungkapan maaf kepada Erni Manuk karena melibatkannya dalam peristiwa pembunuhan Yohakim Laka Loi Langodai. Bala menuturkan itu ketika diperiksa dalam sidang lanjutan pembunuhan Yohakim Langodai di Pengadilan Negeri (PN) Lewoleba, Rabu (24/2/2010).
Bala mengatakan mencium kaki terdakwa Erni Manuk, putri Bupati Lembata, Drs. Andreas Duli Manuk itu, saat ia dan Erni memerankan adegan rekonstruksi pembunuhan Yohakim di teras kamar kos terdakwa Bambang Trihantara di Lamahora, Kelurahan Lewoleba Timur. Saat itu Erni Manuk duduk di depan pintu kamar kos Bambang.
Bala menyatakan menyesal telah menyeret Erni Manuk, Bambang, Muhammad Pitang, dan Lambertus Bedi Langodai.
"Kalau saya sebut orang lain, apa jadinya saya. Hidup di dalam sel dan dilepas bebas, saya tidak tahu lagi posisi saya seperti apa," kata Bala dalam sidang kemarin yang dipimpin ketua majelis hakim, Jhon PL Tobing, S.H,M.Hum didampingi hakim anggota Wempy WJ Duka, S.H, dan Gustav Bless Kupa, S.H.
Dalam sidang kemarin, terdakwa Bala memberikan keterangannya sebagai saksi untuk terdakwa Muhammad Pitang. Bala kembali menyatakan bahwa pemeriksaannya sebagai saksi di Hotel Lewoleba, ia ditekan penyidik. Penyidik Buang Sine yang dikonforntir hakim menyatakan Bala tidak ditekan. Bala saat itu justru minta mandi di hotel, diberi rokok dan minuman oleh penyidik.
Mengenai rekonstruksi pembunuhan korban pada hari Selasa 8 September 2009 lalu, Bala mengatakan memerankan banyak adegan. Erni Manuk, memerankan adegan di kamar kos Bambang di Lamahora, sedangkan Bedi, Bambang dan Pitang, menolaknya dan dilakukan peran pengganti.
Bala mengatakan, dia dibawa ke kamar Bambang memerankan adegan berdasarkan keterangannya di dalam BAP. Dari kamar kos, rekonstruksi dilanjutkan ke TKP di ujung timur Bandara Wunopito.
Menurut Bala, BAP rekonstruksi ditandatanganinya dalam perasaan stres. "Waktu itu (rekonstruksi, Red) manusia satu kota Lewoleba menonton, kami disumpah serapah dan dimaki. Mereka (penyidik) bawa saya ke sana ke mari dalam semua adegan ini. Saya merasa beban, kenapa saya dibawa ke tempat ini. Saya buat tapi saya rasa saya tidak tahu. Di bandara, saya tidak tahu posisi tidur korban," kata Bala.
Dia juga mengatakan bahwa kesaksiannya untuk Erni Manuk, Bambang, Pitang dan Bedi disampaikannya dalam kondisi tertekan. Hakim kembali mengingatkan Bala bahwa sebagai Satpol PP dia tentu tahu kasus apa yang sedang dihadapinya dan sadar akan konsekuensi hukumnya. Namun, Bala menyatakan pada saat memberikan keterangan kepada penyidik, dia tidak memikirkan resiko yang kelak menimpa dia dan terdakwa Bedi, Pitang, Bambang dan Erni Manuk.
Ketua majelis hakim kembali mengingatkan Bala untuk memikirkan lagi sikapnya, apakah tetap membantah keterangannya dalam BAP atau mengakuinya. Bala tetap pada keterangannya bahwa dia mengalami tekanan psikologis saat diperiksa penyidik.


Ambil Nomor HP

Hakim anggota, Wempy Duka, S.H, "memburu" Bala tentang pengambilan nomor handphone (HP) korban Yohakim di kantor Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lembata, pada Selasa 19 Mei 2009 sekitar pukul 09.00 Wita.
Bala mengatakan, pagi itu itu setelah masuk kantor sekitar pukul 07.00 Wita dan nimbrung dengan rekannya tentang rencana pindah tugas kerja ke kantor lain, muncul niat mengambil nomor HP korban. Namun saat itu korban Yohakim tidak ada di kantor itu. Ia kemudian mminta nomor HP korban pada Yakobus Muko Beding dan setelah itu dia kembali ke kantornya di Satpol PP.
Nomor HP korban itu, kata Bala, akan digunakan untuk komunikasi manakala ada patroli darat dan laut. Meski pada saat itu tidak ada surat dari DKP mengundang patroli.
Majelis hakim mempernyatakan kenapa mendadak muncul niat mengambil nomor HP korban. Padahal kegiatan patroli menunggu undangan DKP yang punya hajatan. Bala mengatakan nomor HP itu akan digunakan bila suatu waktu ia membutuhkannya. Ia mengakui bahwa meminta nomor HP untuk kepentingan patroli itu salah prosedur karena melangkahi atasannya.
Bala mengaku tak sempat sempat menelpon korban Yohakim. Beberapa waktu setelah kematian Yohakim, yang masih berstatus sebagai pamannya, secara tak sadar Bala mengungkapkan kepada rekan-rekannya, kalau seandainya dia menelepon korban saat itu, maka korban tidak mati.
Ditanya perkenalannya dengan Erni Manuk, Bala mengakui ia mengenal dan Erni sejak ayahnya Erni, Andreas Duli Manuk masih menjabat anggota DPRD Flores Timur. Ia memanggil ayah Erni dengan sebutan om, karena masih saudara dengan ibunya.
Selain itu, sebagai anggota Satpol PP, ia bertugas tiga kali seminggu di rumah jabatan bupati sehingga dia mengenal Erni.
Bala menambahkan, pada saat kematian Yohakim, ia hadir ke rumah korban pada Rabu (20/5/2009). Bersama staf DKP lain mereka membantu mengangkat peti jenazah yang dibawa dari Waikomo. Ia juga mengakui mengirimkan pesan siangkat ( SMS) kepada Erni mengabarkan kematian Yohakim yang saat itu berada di Denpasar. "Erni menjawab oke," katanya.
Kenapa memberitahukan kematian Yohakim kepada Erni yang tak terikat hubungan keluarga dengan korban? Kenapa Erni yang dipilih untuk diberitahu? Bala tak bisa menjawab pertanyaan hakim itu. (ius)

Tidak ada komentar: