Senin, 12 April 2010

Masalah TV One Diselesaikan Menurut Kode Etik, Bukan Pidana

JAKARTA, KOMPAS.com — Permasalahan dugaan adanya rekayasa yang dilakukan TV One dengan menghadirkan makelar kasus yang diduga palsu dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi akan diselesaikan menurut kode etik jurnalistik, bukan melalui proses hukum pidana.
Hal tersebut disampaikan ketua Dewan Pers Bagir Manan di Jakarta, Senin (12/4/2010), setelah menggelar mediasi dengan TV One dan kepolisian yang diwakili Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang.
Dikatakan Bagir, pihak kepolisian sebagai pelapor dan TV One sebagai terlapor sepakat menyelesaikan menurut kode etik jurnalistik seperti dengan mediasi, hak jawab, hak koreksi, dan permintaan maaf dari TV One kepada kepolisian dan masyarakat.
"TV One sepakat menyelesaikan menurut kode etik pers bukan ranah hukum lainnnya. Dari pihak TV One kita mencoba menggali fakta apa motif dan tujuan melakukan itu. TV One menyadari ada yang tidak sempurna sebagai manusia, ada kekeliruan," katanya.
Kekeliruan TV One, menurut Bagir, adalah karena tidak seimbang atau cover both side dalam menyajikan program berita. "TV One tidak memanggil pihak Polri sehingga tidak cover both side walaupun TV One mengaku sudah berusaha memanggil kepolisian," ujarnya.
Dalam mediasi dengan TV One sebelumnya, Bagir menyampaikan bahwa TV One telah meyakinkan Dewan Pers dengan bukti-bukti yang menyatakan bahwa Andrys Ronaldi adalah benar makelar kasus. Namun, bukti tersebut dirahasiakan oleh Dewan Pers sesuai perjanjian dengan TV One saat mediasi.
Sebelumnya, Andrys Ronaldi diperiksa kepolisian karena diduga sebagai markus palsu yang mengaku lama beraksi di kepolisian dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi. Oleh karena itulah, pihak kepolisian melaporkan TV One atas dugaan merekayasa adanya makelar kasus palsu yakni Andrys yang lama beraksi di kepolisian. Sementara Andrys sendiri mengaku telah dijebak pihak TV One agar mengaku sebagai makelar kasus palsu.(*)

Tidak ada komentar: