Sabtu, 18 Desember 2010

DPRD Jangan Buat Perda yang Sensitif Konflik

Rabu, 12 Nov 2008, | 92
ATAMBUA, Timex - Pakar hukum, Benny K Harman dalam workshop bertemakan penguatan kapasitas DPRD dalam pembentukan Perda yang yang sensitif konflik, Senin (10 November) lalu mengatakan, DPRD dalam membuat sebuah produk hukum hendaknya bebas dan tidak sensitif konflik.Menurut Harman, Peraturan Daerah (Perda) merupakan produk hukum yang ditetapkan atas kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten Belu dan DPRD untuk kepentingan mengatur seluruh tatanan masyarakat. Karena itu, diharapkan Perda tidak menimbulkan konflik, baik didalam masyarakat maupun masyarakat dan pemerintah.

Dikatakan, jika ada produk hukum yang bersifat sensitif konflik, pastinya akan dibatalkan oleh Pemerintah Pusat. Karena, Perda harusnya berasal dari hukum dan keadilan di masyarakat. Ia mencontohkan, banyak Perda yang telah dibatalkan oleh Pemerintah Pusat karena bertentangan dengan UUD 1945 dan undang-undang diantaranya Perda tentang pelaksanaan syariah dibeberapa daerah, maupun Perda yang tidak berpihak pada masyarakat.

Karena itu, kewajiban dari DPRD yang memiliki hak legislasi untuk mensosialisasikan ranperda kepada masyarakat sehingga tidak terjadi penolakan apalagi berakibat terjadinya konflik dimasyarakat. "Mari kita ciptakan Perda yang bebas konflik, baik di masyarakat maupun masyarakat dengan pemerintah," pintanya.

Anggota DPR RI ini mengatakan, Perda yang dibuat tentunya bertujuan untuk mengatur jalannya sebuah program sebagai landasan hukum. Namun, banyak Perda yang dibuat belum terimplementasi fungsi Perda secara optimal, sehingga perlu pengkajian yang baik bersama masyarakat, apakah sangat mendesak atau tidak. Sehingga, tidak membuat Perda yang dibentuk multitafsir dimasyarakat yang berakhir dengan konflik horisontal.

Ia mengharapkan, DPRD dan Pemerintah Kabupaten Belu menghindari pembuatan Perda yang rentan konflik dan bersifat copy paste. Sebab, banyak temuan Perda yang dihasilkan merupakan copy paste dari daerah lain yang berakhir dengan dibatalkan Perda tersebut oleh Pemerintah Pusat. "Hindari perda yang copy paste dari daerah lain, karena akan berakibat sensitif konflik diakar rumput," paparnya.

Atas pemaparan itu, beberapa anggota DPRD Belu diantaranya, Florentia Abuk, Remigius Willy, Bernadus Bria dan Sipri Temu mengungkapkan, Perda yang dibuat mengacu pada aturan tertinggi, namun yang terjadi aturan tertinggi selalu berubah-ubah sehingga DPRD kesulitan untuk membuat Perda sebagai landasan hukum.

Dikatakan, bukan saja Perda, tetapi harusnya regulasi seperti UU dan PP tidak boleh rentan konflik karena Perda merujuk dari UU dan PP yang ditetapkan oleh DPR RI dan Pemerintah Pusat. Mereka mencontohkan, banyak UU yang kontraversi, diantaranya UU Pemilu, UU Pornografi yang baru disahkan harusnya lebih mengakomodir kepentingan bangsa dan daerah, bukan dibuat dengan meninggalkan konflik yang terjadi ditingkat bawah. (r7)

Tidak ada komentar: