Kamis, 02 Desember 2010

Massa dari Leragere Demo Tolak Tambang

Jumat, 26 November 2010 | 18:33 WIB
LEWOLEBA, POS KUPANG.Com --- Kelompok massa tolak tambang yang berasal dari Leragere, Tapobaran dan Dikesare, Kecamatan Lebatukan, dan masyarakat dari Kecamatan Omesuri dan Buyasuri di wilayah Kedang, Lembata, kembali mendatangi kantor Bupati dan DPRD Lembata, Rabu (24/11/2010). Massa yang tergabung dalam aksi ini mencapai kurang-lebih 3.000 orang.
Massa memulai aksinya dengan melakukan konvoi dari Desa Tapobaran, Kecamatan Lebatukan, menuju Lewoleba, sebagai tujuan aksi damai ini. Massa melakukan konvoi dengan menggunakan 22 unit truk dan sekitar 300 unit sepeda motor, berarak secara tertib mulai dari Desa Tapobaran, melintasi wilayah Kecamatan Ile Ape, depan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), Lewoleba, Lamahora, Wangatoa, terus ke Kota Baru, Jalan Trans Atadei, Pasar Pada, Pelabuhan Lewoleba, dan berakhir di depan kantor Bupati Lembata, Jalan Trans Lembata-Lewoleba.
Massa kemudian turun dari semua truk dan sepeda motor yang digunakan dan bergerak dengan tenang dan rapih menuju ke depan kantor DPRD Lembata. Massa kemudian berbaris secara teratur dan mengikuti orasi yang dipandu oleh Paul Makarius Dolu, S.Fil, Pater Vande Raring, SVD, Ketua Barisan Rakyat Kedang Bersatu (Baraksatu), Emanuel Uhuq, Forum Komunikasi Antar Kawasan (Fokal), Damasus Atawolo, Forum Masyarakat Pesisir (Forkomdisir), Rafael Suban Ikun, Komisi Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan SVD, Pater Markus Tulu, SVD, M.Hum, dan beberapa kepala desa, dari tiga kecamatan ini.
Dalam aksinya, masyarakat juga membawa beberapa spanduk dengan berbagai tulisan antara lain "DPRD/Bupati, masih ingin hidup dengan rakyat, kuburkan pasal 50; DPRD/Bupati hati-hati bicara dengan rakyat; Pemerintah jangan hanya ngibuli rakyat; hanya ada satu kata, lawan sampai mati; DPRD Lembata, segera buat perda tentang masyarakat adat; dan menolak segala bentuk sosialisasi terkait tambang."
Dalam orasinya, Kepala Desa Lamadale, Yos Bataona, mengatakan, pihaknya tidak membutuhkan bupati yang hanya mau menggadaikan rakyatnya untuk kepentingan tambang. Bataona juga membantah dengan tegas mengenai isu yang menyebar di Lewoleba selama ini, yang menyatakan bahwa dirinya sudah setuju untuk mengizinkan pengusaha tambang untuk mengeksploitasi tanah Lembata.
Hal senada disampaikan beberapa kepala desa lainnya, bahwa isu yang disebar di Lewoleba, bahwa semua kepala desa di Kecamatan Lebatukan, khususnya di wilayah Nubo Buto, sudah sepakat tentang tambang adalah sebuah kebohongan terhadap publik. Karena sesungguhnya, para kepala desa masih sejalan dan akan tetap berada di barisan paling depan masyarakatnya untuk menolak rencana pertambangan mineral logam, non logam, maupun emas di wilayah yang mereka pimpin.
Di depan gedung DPRD Lembata, massa diterima oleh Ketua DPRD Lembata, Yohanes de Rosari, SE, dan Wakil Ketua I,  Yoseph Meran Lagaour, S.Ikom, didampingi beberapa anggota DPRD lainnya. Kepada masyarakat, de Rosari dan Lagaour, menyatakan pihaknya dengan penuh hormat menerima semua aspirasi yang telah disampaikan dalam bentuk tertulis, yang kemudian akan dibicarakan lebih lanjut bersama seluruh anggota DPRD guna mengambil keputusan secara lembaga.
"Kami menerimanya dan akan mem-follow up-nya melalui sidang paripurna dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat dan taat kepada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi," jelas de Rosari.
Massa kemudian bergerak ke depan kantor Bupati Lembata dan menuntut untuk dapat bertemu langsung Bupati Lembata, Drs. Andreas Duli Manuk. Namun hingga pukul 17.00 Wita, Bupati Manuk, tidak bersedia menemui para demonstran dengan alasan kesehatan, walau sudah didekati langsung oleh Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Lembata, AKBP Marthin JH Johannes, SH.
Akibat tidak berhasil bertemu langsung dengan Bupati Manuk, massa kemudian memutuskan untuk tetap berada di halaman Kantor Bupati Lembata, hingga pukul 20.00 Wita. Namun karena tetap tidak dapat bertemu dengan Bupati Lembata, masyarakat yang dikoordinir Pater Markus Tulu, SVD, M.Hum, akhirnya bergerak meninggalkan halaman kantor Bupati Lembata, ke Leragere, maupun Kedang, dengan kesepakatan akan mengutus perwakilannya untuk kembali menemui Bupati Manuk untuk meminta pernyataan resmi dari Bupati Manuk mengenai tambang.

Tidak Relevan
Sementara Bupati Lembata, Drs. Andreas Duli Manuk, yang ditemui Pos Kupang di ruang kerjanya, Rabu (24/11/2010), siang, mengatakan bahwa aksi demonstrasi yang saat ini dilakukan oleh ribuan massa di depan Kantor Bupati Lembata, tidak relevan, karena pemerintah tidak sedang mengeluarkan izin tambang maupun aktivitas tambang di lapangan.
"Sebenarnya yang mereka demo itu apa? Apakah mereka demo pemerintah karena dianggap sedang melakukan proses perizinan untuk tambang, atau mereka ada lihat tangan-tangan yang sedang bergerak untuk menggali tambang di mana? Saya pikir tidak ada, sehingga sangat tidak relevan dengan keadaan sekarang ini," jelas Bupati Manuk.
Namun ketika ditanya mengenai masih adanya rencana penambangan yang sedang dibahas dalam rancangan peraturan daerah (Ranperda), Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), yang memasukkan tambang sebagai kawasan strategis, untuk kemudian diuraikan lebih lanjut dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), yang dapat dimanfaatkan pada suatu waktu, Bupati Manuk mengatakan semua potensi yang ada di Lembata memang harus dimasukkan.
Karena segala potensi yang ada di Kabupaten Lembata saat ini, sudah bukan rahasia lagi, sehingga sudah diketahui di tingkat propinsi dan pemerintah pusat, sehingga sudah seharusnya semua potensi yang ada di Lembata dimasukkan di dalam RTRW kabupaten, sehingga tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi. "Potensi tambang yang ada di Lembata ini bukan hanya kita yang tahu, tetapi semua orang sudah tahu, termasuk pemerintah propinsi dan pusat, sehingga bagaimanapun kita harus mengakomodir potensi tambang tersebut di dalam RTRW kita," urainya. (bb)

Tidak ada komentar: