Minggu, 19 Desember 2010

Mantan Kadispenda Sikka Divonis Lepas

Korupsi Dana Pajak Bumi dan Bangunan
Minggu, 19 Desember 2010 | 20:58 WIB
MAUMERE, POS KUPANG.Com -- Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Maumere memutuskan melepas mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadisenda) Kabupaten Sikka, Drs. Thomas Aquino Parera, dalam kasus korupsi penyelewanan dana Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Parera divonis lepas karena perbuatan yang dilakukannya bukan tindak pidana korupsi. Aparat Humas Pengadilan Negeri (PN) Maumere, Beslin Sihombing, S.H, yang dihubungi, Jumat (18/12/2010) siang, membenarkan putusan majelis hakim PN Maumere tersebut. Putusan itu dibacakan majelis hakim di PN Maumere, Selasa (14/12/2010) lalu.

Putusan itu berbalik 180 derajat dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Maumere, Ahmad Jubair, S.H, yang menuntut terdakwa Thomas Aquino Parera  dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan. JPU juga menuntut Thomas membayar uang pengganti Rp 247.640.784.

Dalam dakwaan JPU Kejari Maumere menyatakan  terdakwa Thomas Parera terbukti melanggar pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bagi JPU, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana baik sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan telah beberapa kali melakukan perbuatan yang berhubungan satu dengan yang lain sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Hal-hal yang memberatkan, terdakwa selaku pejabat negara atau mantan kepala dinas seharusnya memberi contoh untuk berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah hukum. Selain itu, perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara. Sementara hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum dan terdakwa berperilaku sopan selama persidangan.

Kasus ini bermula ketika Pemkab Sikka melalui Dinas Pendapatan Daerah Sikka tahun anggaran 2004 menargetkan setoran pajak bumi dan bangunan sebesar Rp 690.607.000. Namun hingga 10 Desember 2004, realisasi penerimaan PBB baru mencapai 583.217.611 atau 84,45 persen dari target. Fakta itu terjadi lantaran adanya tunggakan PBB dari wajib pajak sebesar Rp 146.256.118.

Menyikapi hal itu, Kadispenda Sikka Thomas Aquino Parera saat itu berkonsultasi dengan Bupati Sikka saat itu Drs. Alex Longginus. Kepada Alex Longginus, Thomas Aquino Parera memohon agar Dispenda Sikka diberi pinjaman uang dari kas daerah Rp 150 juta guna menutupi kekurangan target penerimaan PBB.

Rupanya permohonan itu dikabulkan Bupati Sikka  Alex Longginus, dan menyampaikan kepada Kabag Keuangan Setda Sikka yang saat itu dijabat Drs. Da Silva Petrus, M.Si. Selanjutnya, Da Silva membuat perjanjian antara Bagian Keuangan dan Dispenda Sikka.

Berdasarkan perjanjian itu, terdakwa Thomas Aquino Parera memerintahkan Thomas Aquinas selaku Pemegang Kas Dispenda Sikka untuk membuat surat permintaan pembayaran Rp 150 juta yang ditandatangani Thomas Aquinas dan terdakwa Thomas Aquino Parera, yang ditujukan kepada Bupati Sikka Drs. Alex Longginus.

Terhadap permintaan itu, tanggal 14 Desember Sekda Sikka atas nama Bupati Sikka menerbitkan surat perintah membayar beban tetap sebesar Rp 150 juta kemudian dicairkan Thomas Aquinas di Bank NTT Cabang Maumere.

Pinjaman itu kemudian digunakan untuk melunasi tunggakan PBB tahun 2004 senilai Rp 146.256.118, Rp 3.734.882 untuk mengangsur pinjaman dari kas daerah Rp 3.737.074, dan sisanya Rp 66.000 disimpan di kas Dispenda Sikka. Dengan adanya pelunasan tunggakan PBB tersebut, maka target penerimaan PBB tercapai bahkan faktanya terlampaui sebesar RP 741.751.120.

Target penerimaan PBB yang terlampaui membuat Pemkab Sikka memperoleh dana perimbangan dari pemerintah pusat berupa pemberian dana intensif PBB Rp 1.001.948.081.

Untuk pemanfaatan dana itu, Bupati Sikka mengeluarkan surat keputusan tertanggal 28 Desember tentang pelaksanaan pengaturan pemanfaatan uang perangsang PBB.

Berdasarkan SK tersebut, terdakwa Thomas Aquino Parera memerintahkan Thomas Aquinas mencairkan dana tersebut . Padahal terdakwa Thomas Aquino Parera mengetahui dana tersebut belum bisa dicairkan karena belum masuk dalam APBD Sikka 2005. Dana itu baru masuk kas daerah pada saat APBD Perubahan 2005 Sikka ditetapkan.

Dana itu kemudian dicairkan secara bertahap dari 30 Januari 2006 hingga 14 Mei 2007 sebagai tindak lanjut perintah terdakwa. Dana itu dicairkan untuk pembayaran pengadaan sarana dan prasarana penunjang Rp 61.062.000, aparat Dispenda, Rp 140.272.731 dan honor tim itensifikasi PBB sebesar Rp 68.444.808. Sementara sisa dana sebesar Rp 63.961.217 tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Namun dalam pelaksanaan pembagian dana intensi khususnya menyangkut pembagian honor yang diterima tim intensifikasi PBB tidak sesuai dengan SK Bupati. Sesuai SK Bupati honor yang harus diterima sebesar Rp 50.000 hingga Rp 500.000. Namun kenyataannya mencapai Rp 750.000 hingga Rp 15 juta.

Terhadap fakta itu, JPU Kejari Maumere menemukan adanya pembayaran honor tim intensifikasi PBB yang menyimpang dari ketentuan standar biaya yang telah ditetapkan.

Kedua, melakukan pendobelan pembayaran honor baik sebagai tim intensifikasi PBB maupun sebagai aparat Dispenda Sikka. Ketiga tidak melakukan penagihan tunggakan PBB dari wajib pajak merupakan perbuatan menyalahgunakan wewenang sehingga akibat dari perbuatan tersebut negara dirugikan sebesar Rp 508.896.983. (aly)


Peneken SK Harus Diproses


HUMAS Pengadilan Negeri (PN) Maumere, Beslin Sihombing yang juga bertindak sebagai ketua majelis hakim dalam kasus itu menyatakan, pelanggaran atau tindak pidana korupsi ada bila peneken SK Bupati itu diproses atau dihadirkan sebagai terdakwa. Kenyataannya peneken SK Bupati itu tidak dihadirkan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Maumere.

"Putusan itu bukan bebas, tetapi lepas. Artinya, perbuatannya memang terbukti, tetapi perbuatannya itu bukan merupakan tindak pidana korupsi. Perbuatan itu ada tetapi bukan merupakan kejahatan. Perbuatan itu ada tetapi dalam artian bukan tindak pidana korupsi. Karena apa. Karena perbuatan dilakukan lantaran semata-mata melaksanakan perintah berdasarkan SK bupati. Kalau dikatakan ada pelanggaran semestinya yang menekan SK tersebut juga diproses," jelas Beslin, sambil mengatakan, kenyataannya peneken SK itu tidak dihadirkan sebagai terdakwa.

Sihombing menyatakan, bukan tugas lembaganya bila peneken SK itu tidak dihadirkan sebagai terdakwa dalam kasus tersebut. Tugas itu kewenangan penyidik dalam kasus itu.

"Soal kenapa penyidik dalam kasus ini tidak menjerat si pembuat SK,  bukan  kewenangan kami. Dan tentu saya akan menjaga etika ini. Dan tidak etis saya menunjuk instansi lain. Silakan dalam konteks pekerjaan bekerja secara profesional," tegas Beslin. (aly)

Kajari : Kami Banding

KEPALA Kejaksaan Negeri (Kajari) Maumere, Sanadji, S.H, yang menyatakan banding terhadap putusan majelis hakim PN Maumere yang melepaskan terdakwa  mantan Kadispenda Sikka, Thomas Aquino Parera dari jeratan tindak pidana korupsi.  Banding itu dilakukan dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) RI dalam waktu secepatnya.

"Kami banding terhadap putusan itu dengan kasasi ke Mahkamah Agung RI. Majelis hakim menilai terdakwa lepas dari jeratan hukum lantaran hanya melaksanakan tugas berdasarkan SK yang diterbitkan Bupati Sikka saat itu Drs. Alexander Longginus," ujarnya.

Menurut Sanadji, proses pembuatan kasasi itu tidaklah sulit karena  putusannya bukan bebas murni. Dalam arti, ada perbuatan tetapi bukan merupakan pidana korupsi. "Kita mudah membuat kasasinya.Dan, dalam waktu secepatnya pengajuan kasasi akan kami sampaikan," katanya. (aly)

Tidak ada komentar: